MOJOK.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dalam Pemilu 2024 tetap sistem proposional terbuka. Keputusan tersebut usai MK menggelar sidang pembacaan putusan terkait gugatan sistem pemilu pada hari ini, Kamis (15/6/2023).Â
Dalam sidang pembacaan putusan terkait gugatan sistem pemilu, MK memutuskan menolak gugatan terkait sistem pemilu. Sidang yang berlangsung, Kamis (15/5/2023) itu dihadiri oleh delapan dari total sembilan hakim konstitusi.Â
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan di gedung MK, Kamis (15/6/2023).Â
Dalam sidang putusan, MK menjelaskan bahwa masing-masing sistem pemilu memiliki kelebihan maupun kekurangan. Kekurangan dari sistem pemilu dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa perlu mengubah sistem.
Misalnya, terkait politik uang yang sebenarnya tidak hanya bisa terjadi sistem pemilu terbuka, tetapi juga sistem pemilu tertutup. Perbaikan dan penyempurnaan bisa mulai dari komitmen parpol dan anggota legislatif, penegak hukum, hingga kesadaran dan pendidikan politik di masyarakat.Â
Adapun putusan itu disertai dengan dissenting opinion. Pendapat berbeda berasal dari MK Arief Hidayat.
Menyedot Perhatian Publik
Keputusan MK terkait sistem pemilu menyedot perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Publik menantikan apakah sistem pemilu tetap menerapkan proporsional terbuka atau berganti dengan sistem pemilu proporsional tertutup.
Penantian itu berangkat dari permohonan judicial review atau uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum di MK. Pemohon menggugat Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.
Adapun Pemohon uji materi itu adalah Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP Cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem ); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group.Â
Gugatan didaftarkan dengan Nomor Registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Intinya, para pemohon meminta agar Pemilu 2024 menerapkan sistem coblos partai atau proporsional tertutup. Asal tahu saja, sejak Pemilu 2004, Indonesia menerapkan proporsional terbuka atau sistem coblos calon anggota legislatif (caleg).Â
Pemohon nilai caleg pragmatis manfaatkan sistem coblos caleg
Pemohon menganggap caleg pragmatis yang hanya bermodal populer memanfaatkan sistem coblos calon anggota legislatif atau proporsional terbuka untuk menjual diri tanpa ikatan dengan ideologi dan struktur parpol. Akibatnya, sistem proporsional terbuka, saat menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah mewakili organisasi parpol.
Namun, aslinya mewakili dirinya sendiri. Alasan lainnya, proporsional terbuka melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas. Yakni menempatkan kemenangan individual yang total dalam pemilu.Â
Sebanyak 16 kali persidangan sudah berlangsung sejak pemeriksaan pendahuluan hingga pemeriksaan persidangan. Sidang perdana berlangsung pada 23 November 2022 dan sidang terakhir pada Selasa 23 Mei 2023 lalu. MK telah mendengar keterangan dari berbagai pihak terkait DPR, Presiden, sejumlah pihak terkait, dan para ahli.Â
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGAÂ Harta Menkominfo Johnny G Plate yang jadi Tersangka Kasus BTS
Cek berita dan artikel lainnya di Google News