MOJOK.CO – Ukulele yang disita oleh Satpol PP Pontianak dihancurkan dan diposting di akun IG. Niat hati ngasih pelajaran, eh petugas malah diajari netizen.
Potongan video aksi Satpol PP Pontianak hancurkan ukulele viral di media sosial. Pada mulanya, video ini diunggah oleh akun Instagram Satpol PP Kota Pontianak @polpp.ptk, pada 4 Juni 2021, netizen pun menyayangkan sikap Satpol PP tersebut.
Video ini merupakan lanjutan dari operasi razia yang digalakkan oleh Satpol PP Kota Pantionak dalam menjaring pengamen yang kerap mangkal di trafiic light di Kota Pontianak. Usai digerebek, mereka kemudian dibawah ke kantor Satpol PP dan alat musik mereka disita.
Sayangnya, tidak hanya disita, alat musik mereka malah dihancurkan dan dipertontonkan secara banal di depan kamera.
Arogansi yang dipertontonkan secara telanjang. Ukulele itu dibeli dengan rupiah, bahkan ada yang sampai pinjam bank keliling buat beli itu agar bisa makan.
Ada harap & doa dari anak istrinya dalam tiap petik suara yang mereka perdengarkan, kenapa sedangkal ini pak Pol PP? pic.twitter.com/Yg4qt0Hs7L
— Andi Malewa (@andivox) June 6, 2021
Dibanding mendapat apresasi, sikap Satpol PP ini justru memunculkan sentimen negatif netizen.
Lah, ya kenapa dihancurin segala? Itu ukulele juga dibeli pakai duit pengamennya sendiri, bukan dari duit korupsi, tidak merugikan orang lain, dan dimainkan dengan benar.
Kecuali kalau ukulele itu digunakan pengamen untuk malak, misal ukulelenya digunakan buat ngancam pengendara di traffic light. Kalau nggak ngasih bakal dipentung pakai ukulele, misalnya.
Atau, kecuali itu ukulele yang beliin adalah Satpol PP, jadi mereka berhak buat ngehancurin alat buat cari “makan” masyarakat miskin di kotanya.
Lah kalau ukulele cuma buat main musik—yang mana memang sudah sesuai fitrahnya—terus salahnya apa sampai dihancurin?
Udah lah miskin, kalau kelaparan nggak diperhatiin pemerintah, mau dapat dana bansos masih dikorupsi, begitu cari makan sendiri alat cari makannya dihancurin Satpol PP. Oalah, nasib.
Oke deh, secara “penampilan kota” keberadaan pengamen di perempatan memang menganggu keindahan kota. Dan sudah jadi tugas Satpol PP untuk menjaga “keindahan” itu. Tapi, bukan berarti cara menjaga keindahan itu adalah dengan menampakkan arogansi.
Bukannya makin indah, yang ada reputasi kotanya makin memburuk. Terutama ketika videonya malah viral seperti ini.
Para pengamen yang pakai ukulele untuk cari duit itu kalau saja punya akses pendidikan yang baik, akses ekonomi yang baik, juga nggak mau kok jadi pengamen. Ngapain? Panas-panas di pinggir jalan, dapet duit juga nggak seberapa.
Apalagi jika ditimbang dengan risiko-risikonya; dikejar-kejar Satpol PP, dipalak preman setempat, belum dengan risiko ditabrak kendaraan, dan bahaya-bahaya lainnya.
Video tersebut juga menjadi petunjuk bahwa cara pandang pemerintah kota di Indonesia lebih mengutamakan kemasan “kota yang bersih dari pengamen” ketimbang substansi buat mengentaskan kemiskinan masyarakatnya.
Apalagi jika mengingat, cara pemerintah kota memberdayakan pengamen-pengamen di daerahnya seringkali normatif. Asal prokernya jalan. Dikasih pelatihan menjahit, pelatihan berdagang, tapi nggak dikasih pelatihan yang sesuai dengan bakat dari si pengamen.
Mbokya sekali-kali dikasih pelatihan musik gitu, biar jadi musisi betulan. Atau bikin acara penjaringan bakat bermusik khusus untuk pengamen-pengamen di Kota Pontianak. Itu kan lebih mashoook, ketimbang main hancur-hancurin doang.
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara di pasal 34 ayat (1) UUD 1945 pun cuma jadi kalimat lamis. Yang bakal dipelihara kalau cuma ada kontestasi politik.
Kalau udah kelar pilihan ya… udah. Nggak usah berharap apa-apa lagi. Ngamen lagi, kerazia lagi, dihancurin lagi, lalu kembali jadi miskin lagi.
BACA JUGA Pengalaman Jadi Satpol PP: Dianggap Penindas Rakyat Sampai Diancam Dibunuh dan tulisan rubrik KILAS lainnya.