KPK Nggak Bisa OTT Gara-gara Jokowi Belum Bentuk Dewan Pengawas

ott kpk laode m syarif dewan pengawas jokowi revisi uu kpk perppu judicial review mk mahfud md

ott kpk laode m syarif dewan pengawas jokowi revisi uu kpk perppu judicial review mk mahfud md

MOJOK.CO Sikap Jokowi yang belum juga (1) menerbitkan perppu KPK, dan (2) membentuk Dewan Pengawas KPK membuat KPK mati suri. Tanpa dewan ini, KPK tak bisa melakukan OTT.

Gini nih kalau UU krusial dikebut sama orang-orang penuh kepentingan. Beberapa minggu lalu Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif ngeluh di Twitter soal UU KPK baru (UU 19/2019) bikin KPK sekarang nggak bisa ngapa-ngapain.

Ya gimana, hampir semua kegiatan KPK yang keren-keren kayak penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan harus lewat persetujuan Dewan Pengawas dulu. Masalahnya, sampai sekarang nggak kecium tuh bau-bau Presiden Jokowi,akan membentuk dewan ini. Padahal menurut UU KPK Pasal 37E ayat 1, presidenlah orang yang berwenang menunjuk anggota Dewan Pengawas KPK.

Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman saat menerjemahkan keluhan Laode di atas, memang benar bahwa terjadi pertentangan antarpasal 69D dan 70 C pada UU KPK baru.

Pasal 69D menjelaskan kepada kita bahwa sampai nanti terbentuknya Dewan Pengawas KPK, segala penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan penangkapan masih menggunakan aturan UU lama alias KPK nggak perlu izin siapa-siapa.

Namun… di pasal 70C malah berbunyi semua perkara KPK yang sedang berlangsung dan belum selesai harus mengikuti ketentuan UU baru, di mana KPK harus izin ke Dewan Pengawas dulu.

“Kalau mengikuti ketentuan UU baru, maka tidak bisa melakukan penyadapan, penyitaan, penggeledahan, dan penangkapan, karena belum ada dewan pengawasnya. Kan harus izin. KPK pun rentan jika ingin menetapkan tersangka, melakukan penggeledahan dan menyita, kalau itu dilakukan KPK bisa dipraperadilankan,” ujar Zaenur kepada Tirto.

OTT juga diramalkan akan punah oleh Pengajar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti. Karena gini: untuk mendapatkan persetujuan penyadapan dari Dewan Pengawas, perlu dilakukan yang namanya gelar perkara oleh KPK. Padahal, dalam prosedur hukum pidana, gelar perkara baru bisa dilakukan kalau udah ada tersangka dan penyidikan sudah masuk tingkat lanjut. Padahal, visi misi dilakukannya penyadapan kan mau cari tersangka. Oke, jadi kalau mau cari tersangka harus ada tersangkanya dulu, gaes. Otak siapa yang nggak meledak mengikuti logika penyusun UU ini.

Saat ditanya soal kemungkinan turunnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD menyatakan saat ini Jokowi sedang menunggu putusan uji materi UU KPK yang saat ini tengah berlangsung di MK.

“Kalau itu kelanjutannya jelas Presiden sudah menyatakan, Presiden itu menunggu putusan MK karena bagi Presiden tidak pantas MK sedang memeriksa perkara lalu ditimpa,” ujar Mahfud kepada Kompas. Oh waw, jadi karena alasan etika, KPK lantas dibiarkan berminggu-minggu beku? Apakah ini yang namanya sedang dipermainkan negara?

Sebelumnya, lima orang akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) resmi mengajukan pengujian yudisial terkait UU KPK di MK. Permohonan sudah masuk pada 7 November sebagai upaya konstitusional agar UU KPK revisi dibatalkan. Ini menjadi pengajuan kedua terkait UU KPK yang masuk ke MK.

(awn)

BACA JUGA Habib Rizieq Dicekal Saudi, Kok Pemerintah Indonesia yang Kudu Tanggung Jawab? atau berita terbaru di rubrik KILAS lainnya.

Exit mobile version