MOJOK.COÂ – Sebanyak 13 anak berusia 7 bulan hingga 13 tahun di DIY mengalami gagal ginjal akut progresif atipical. Lima anak di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (dinkes) DIY, dari 13 anak tersebut, sepuluh anak diantaranya mengalami gagal ginjal misterius dan tidak diketahui penyebabnya atau unknown etiology. Sedangkan tiga anak lainnya mengalami multisystem inflamantoruy syndrom in children yang disebabkan COVID-19.
“Ketiga belas anak ini didasarkan pada data periode Januari hingga Oktober 2022,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (dinkes) DIY, Pembajun Setyaningastutie saat dikonfirmasi, Selasa (18/10/2022).
Pembajun menjelaskan, selain lima anak yang meninggal dunia, dari 13 anak yang mengalami gagal ginjal, sebanyak enam diantaranya masih dalam perawatan di RSUP Dr Sardjito. Dua lainnya sudah dinyatakan sembuh.
Tidak diketahuinya gejala tersebut membuat pakar dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Kementerian Kesehatan (kemenkes) melakukan penyelidikan terkait kasus-kasus tersebut. Namun hingga saat ini belum ada informasi terkait hasil penyelidikan tersebut.
“Makanya kan kita jadi bingung lho kok bisa [terpapar] COVID-19 tidak, tidak punya catatan pernah gagal ginjal juga tidak, tapi tiba-tiba ada [gagal ginjal],” jelasnya.
Menurut Pembajun, walaupun tidak diketahui penyebabnya, tanda-tanda gagal ginjal terlihat pada anak-anak tersebut. Diantaranya mengalami penurunan jumlah dan warna air seni.
Sebagian di antara anak-anak tersebut selama 14 hari terakhir juga mengalami gejala infeksi demam 14 hari terakhir. Tercatat juga ada tanda hiperflamasi dan hiperkoagulasi.
“Mereka gejalanya hanya ada timbul demam, ada yang tidak, tiba-tiba mual,muntah. Urinenya juga jadi sedikit atau malah tidak keluar sama sekali dan bahkan jadi keruh. Biasanya timbul [gejala] pada hari ketiga. Kalau sudah gitu, agak telat [penanganannya],” paparnya.
Untuk mengantisipasi makin banyaknya anak dibawah 18 tahun yang mengalami gagal ginjal akut, Pembajun minta semua pihak bisa melakukan deteksi dini. Rumah Sakit (RS) juga diminta meningkatkan kewaspadaan atau deteksi dini pada kasus-kasus anak yang mengalami penurunan jumlah urine.
Jika anak-anak mengalami ISPA atau batuk pilek dan demam maka mereka bisa segera diperiksakan ke rumah sakit, termasuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemantauan jumlah dan warna urine pun bisa dilakukan secara berkelanjutan.
“Begitu ada demam, gejala timbul tidak hanya satu tapi beberapa. Kuncinya di urine kan, karena ginjal kaitannya dengan urine. Ini yang jadi indikatornya,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi