Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas

Fenomena Hyper-carry di Tugas Kelompok

Redaksi oleh Redaksi
28 Mei 2023
A A
hyper-carry mojok.co

Ilustrasi uneg-uneg (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Belakangan, sering lewat di beranda sosial media saya mengenai keluhan peserta didik mengenai tugas kelompok. Premis utama keluhan mereka adalah adanya orang-orang yang hanya ‘titip nama’ di kelompok tersebut; tidak mau berkontribusi, menghilang, menghindar dengan berbagai alasan, atau sebut saja AFK. Kejadian seperti ini banyak disampaikan oleh mereka yang peduli nilai dan bertanggung jawab sebagai peserta didik. Mereka mengaku lelah menghadapi situasi harus meng-carry tugas yang mestinya dikerjakan bersama-sama.

Hyper-carry sendiri sebenarnya sebutan untuk karakter game yang tugasnya menggendong tim meraih kemenangan dengan menyumbang damage terbesar. Kalau kamu pemain moba (mobile legends), istilah ini pasti sangat familiar. Sama seperti orang-orang yang harus memikul beban anggota lain dalam kelompok yang entah hilang ke mana, hyper-carry di tugas kelompok adalah orang dengan pekerjaan paling banyak.

Mereka biasanya orang yang paling sering memulai percakapan di dalam grup kelompok (meski sering tidak ditanggapi anggota lainnya). Misalnya mengkoordinasi pembagian tugas, mengingatkan pekerjaan anggota lain, menjadi editor dan penyelaras akhir, penyetor tugas ke dosen, bahkan orang yang siap menambal pekerjaan anggota yang tidak bisa dihubungi tiba-tiba.

Dalam kasus lebih parah, orang-orang yang menggendong tugas kelompok ini bahkan harus merangkap menjadi moderator bahkan notulen dalam presentasi. Sementara anggota lain, syukur-syukur sudah mau mengerjakan pekerjaannya sendiri, atau sudi berbelas kasih membawa laptop ke kampus guna jadi penggeser slide PPT. Tidak mengherankan kalau dalam postingan-postingan berisi keluhan yang menyuarakan ketidakadilan itu, para hyper-carry ini akan sangat terkejut jika ditempatkan pada kelompok ‘sehat’ yang anggotanya mau berkontribusi semua.

Padahal hadir di kurikulum

Sebagai salah satu orang dengan akses pendidikan yang mumpuni karena pekerjaan orang tua di bidang pendidikan, tak heran kalau saya kerap membaca update kurikulum. Tapi, tak perlulah menjadi orang dengan latar belakang seperti saya untuk tahu kriteria penilaian sikap tiap kurikulum. Karena nyatanya, dari tahun ke tahun, tidak ada perubahan yang cukup signifikan mengenai pengajaran spiritual, sikap, maupun budi pekerti tersebut. Peserta didik selama ini tak pernah jauh dari ajaran sikap jujur, gotong royong, saling menghargai, dan lain-lain.

Mirisnya, sikap-sikap tersebut nyatanya jauh bertentangan dengan fenomena hyper-carry dalam kelompok ini. Perlu digarisbawahi pula, kejadian ini tak hanya terjadi di lingkungan kampus yang katanya didominasi sikap individualis yang tinggi. Tapi juga di lingkungan sekolah yang masih kental konsep kebersamaan. Tak ayal bila dari dulu hingga sekarang, peserta didik yang ‘pintar’ atau ‘rajin’ selalu menjadi solusi bagi para oknum ‘titip nama’ ini. Kalau sudah begini, ajaran-ajaran sikap yang selalu tercantum di dalam kurikulum itu nyata gagal direalisasikan oleh pribadi-pribadi ini.

Solusi-solusi yang kurang mengatasi

Sejauh ini, hal paling ekstrim yang saya tahu dalam rangka membuat jera para oknum AFK (away from keyboard) ini adalah dengan tidak mencantumkan nama mereka di daftar anggota kelompok. Peserta didik, siswa, atau mahasiswa yang lebih berani juga melapor ke pengajar. Mirisnya, tindakan demikian justru dinilai kejam peserta didik lain.

Pelaku bahkan dipandang sebagai orang bersumbu pendek yang tidak dapat menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. Hal tersebut yang kemudian membuat para hyper-carry ini hanya bisa bungkam karena takut diserang menggunakan opini-opini demikian. Kadang-kadang, pengajar memberi kesempatan pada peserta didik untuk memilih kelompoknya sendiri. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir ketidakpuasan kontribusi antaranggota.

Tapi, nyatanya, sistem ini juga kurang efektif untuk memberantas fenomena ini. Karena dari pengalaman yang saya alami, para oknum yang suka AFK ini secara terstruktur akan saling memisahkan diri supaya tidak berkumpul dalam satu kelompok. Hal ini juga yang melatarbelakangi para oknum AFK lebih suka metode pemilihan kelompok secara acak. Mereka mungkin menyadari bahwa semakin ke sini, makin susah mencari kelompok yang mau menampung mereka (ah, maksudnya menampung nama mereka).

Counter fenomena hyper-carry

Sampai saat ini, satu-satunya counter yang menurut saya mampu mengatasi meta hyper-carry dalam kelompok adalah hadirnya pengajar yang idealis. Pada suatu kesempatan saat saya berkuliah, salah satu dosen memiliki aturan ketat mengenai pengadaan tiap tugas kelompok. Dosen ini tidak hanya menyimak nama-nama yang dicantumkan sebagai penyusun tugas, tetapi juga meminta kelompok tersebut menyertakan bukti diskusi, bahkan membuat form penilaian individu mengenai kinerja dan kontribusi antaranggota.

Hal ini sukses membuat para oknum yang kerap AFK ini mengkis-mengkis dan mendadak jadi yang paling heboh di forum diskusi. Tentu saja pengajar-pengajar seperti ini sangat jarang ditemui, pengecekan demikian juga masih dapat diakali, dan masih banyak para oknum yang AFK tetap tidak peduli. Jadi, karena kamu mampir ke uneg-uneg ini, apa kamu termasuk hyper-carry?

Najwa Sirodjudin
Dk. Krasak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah
[email protected]

BACA JUGA Penderita Buta Warna Parsial: Sebenarnya Kami Ini Normal atau Tidak? dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG.

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

Terakhir diperbarui pada 28 Mei 2023 oleh

Tags: hyper-carryuneg-uneg
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Overthinking Siswa SMA yang Akhirnya Berhasil Kuliah Jalur SNBP di Universitas Trunojoyo Madura MOJOK.CO
Uneg-uneg

Overthinking Siswa SMA yang Akhirnya Berhasil Kuliah Jalur SNBP di Universitas Trunojoyo Madura

20 April 2024
Kelakuan Pengemudi Mobil di Surabaya Bikin Orang Banyak-banyak Istigfar MOJOK.CO
Uneg-uneg

Kelakuan Pengguna Mobil di Surabaya Bikin Orang Banyak-banyak Istigfar

13 Maret 2024
Surat Cinta untuk Petugas Parkir Liar di Jakarta yang Cuma Modal Peluit MOJOK.CO
Uneg-uneg

Surat Cinta untuk Petugas Parkir Liar di Jakarta yang Cuma Modal Peluit

10 Maret 2024
Jalur Pantura Semarang-Kudus Adalah Alasan Saya Merem Melek dan Misuh! MOJOK.CO
Uneg-uneg

Jalur Pantura Semarang-Kudus Adalah Alasan Saya Merem Melek dan Misuh!

9 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.