Gerabah Klaten, Warisan Sunan Pandanaran dengan Teknik Cetak Miring

gerabah klaten warisan sunan pandanaran mojok.co

Perajin gerabah di Klaten (klatenkab.go.id)

MOJOK.COIndustri gerabah Klaten punya sejarah yang panjang. Salah satu ciri khasnya menggunakan teknik cetak miring warisan Sunan Pandanaran.

Desa Wisata Melikan, yang terletak di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, merupakan salah satu sentra kerajinan gerabah paling terkenal di Jawa Tengah.

Wilayah ini terkenal dengan produk “gerabah Bayat” karena lokasinya berbatasan langsung Kecamatan Bayat. Kerajinan gerabah di desa ini punya ciri khas tersendiri, yakni dibikin dengan teknik putaran miring.

Namun, tahukah kalian bahwa tokoh penyebar agama Islam di Klaten yakni Sunan Pandanaran jadi orang yang mewariskan teknik tersebut di Desa Wisata Melikan? 

Gerabah Klaten dan peran Sunan Pandanaran 

Pangeran Mangkubumi atau yang punya nama lain Sunan Tembayat alias Sunan Pandanaran merupakan putra bupati pertama Semarang, Ki Ageng Pandanaran. Sunan Pandanaran sendiri merupakan tokoh yang menyebarkan agama Islam di Bayat, Klaten.

Dalam catatan historis, memang tak terlalu jelas sejak kapan tradisi pembuatan gerabah dimulai oleh Sunan Pandanaran. Namun, sebagaimana melansir klatenkab.go.id, para pengrajin meyakini bahwa kerajinan gerabah Klaten sudah ada sejak abad ke-15. Hal ini diperkuat dengan keberadaan Gentong Sinogo yang merupakan tempayan berisi air untuk berwudu.

Keberadaan Gentong Sinogo sendiri punya nilai historis. Pada abad ke-15, Sunan Kalijaga mengutus Sunan Pandanaran untuk berdakwah di wilayah yang saat ini bernama Kecamatan Bayat.

Konon saat sampai di Bayat, sekawanan perampok mengikuti Sunan Pandanaran. Tapi, setelah tahu bahwa yang dirampok itu adalah Sunan Pandanaran, para perampok ini ketakutan dan meminta ampun.

Sunan Pandanaran pun mengajak para perampok untuk bertobat dan menjadikan mereka murid pertamanya di Bayat. Murid-muridnya inilah yang kemudian membuat gentong sebagai tempat wudu. Itulah yang kemudian jadi awal mula pembuatan gerabah di sana.

Sejak berabad-abad, tradisi membuat gerabah ini terus dirawat. Kini, ribuan warga telah mewarisi keahlian membuat gerabah dan menjadikannya sebuah industri seperti di Desa Wisata Melikan.

Teknik putaran miring jadi keunikan

Dalam seni pembuatan gerabah, teknik putaran miring dengan menggunakan roda putar datar sebenarnya ada di beberapa daerah. Tapi, jika kita mengamati secara saksama ada yang beda di Desa Melikan: roda putar yang digunakan tidak datar, melainkan dimiringkan beberapa derajat ke depan sehingga teknik pembuatannya disebut teknik putaran miring.

Secara kuantitas, produksi gerabah dengan teknik putaran miring memang dapat menghasilkan produk lebih banyak jika daripada teknik lainnya, seperti celup tuang dan teknik putar biasa.

Akan tetapi, ada alasan lain mengapa warga Desa Wisata Melikan memilih menggunakan teknik ini. Ternyata, dulu para pengrajin gerabah di sini mayoritas adalah perempuan. Pada masa itu, mereka masih memakai pakaian adat Jawa yaitu dengan menggunakan kebaya dan kain jarik.

Oleh karena itu, untuk menjaga kesopanan para perempuan ini menggunakan teknik putaran miring yang mengharuskan mereka duduk miring. Dengan posisi miring seperti itu, mereka menjaga etika kesopanan dengan tidak membuka paha ketika bekerja. 

Secara fleksibilitas pun, teknik putaran miring juga memberikan kemudahan bagi pekerja perempuan yang memakai kain jarik panjang. Sebab, mereka tidak perlu menekuk kakinya saat bekerja.

Menarik perhatian peneliti

Keunikan teknik gerabah Klaten ini pun menarik perhatian para akademisi di belahan dunia. Guru besar Fakultas Seni Kyoto Seika University di Jepang bernama Chitaru Kawasaki adalah salah satunya.

Chitaru rela jauh-jauh datang dari Jepang ke Klaten pada 1992 untuk meneliti tentang teknik putaran miring karena di sini merupakan satu-satunya daerah yang menggunakan teknik ini. Selain itu, ia juga mendirikan laboratorium gerabah di daerah tersebut.

Chitaru sendiri populer sebagai salah seorang penggagas berdirinya SMK jurusan seni kerajinan pertama di Indonesia bersama yayasan Titian Foundation dan Qatar Foundation. Pada 2009, sekolah itu resmi beroperasi bernama SMK N 1 ROTA (Reach Out To Asia) Bayat.

Jika kita menilik catatan ini, gerabah Klaten yang ada di Desa Melikan terbukti mempunyai sejarah yang panjang dan keunikan tersendiri. Jadi penasaran mau datang sentra gerabah di sana dan mengoleksi produknya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Mengenal HR Soeharto, Pahlawan Nasional Asal Klaten: Pernah Temani Bung Karno ‘Nembung’ Calon Istri Hatta
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version