MOJOK.CO – Desain garuda Istana Negara untuk ibu kota baru jadi omongan di media sosial. Beberapa pihak mengkritik desain ini tidak efektif dan bakal boros dana.
Beberapa netizen membuat lelucon soal desain garuda yang bakal dijadikan rancangan pembuatan Istana Negara di ibu kota baru. Beredar rendering desain yang menampilkan bentangan sayap burung garuda dengan bangunan Istana Negara di bawahnya. Desain tersebut memang tampak megah dengan patung garuda raksasa demi mewakilkan simbol negara.Â
Fakta ini sekaligus memperlihatkan kesiapan pemerintah dalam rancangan pembangunan ibu kota baru. Bahkan kabarnya, peletakan baru pertama atau ground breaking akan dilakukan pada tahun ini. Sebuah progres yang tanpa ditunggu telah mengalami kemajuan.
Sayangnya rancangan yang dari rendering-nya saja tampak menghebohkan ini menuai kritik dari banyak pihak. Tidak tanggung-tanggung, lima asosiasi profesional, yaitu Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP) sepakat untuk melayangkan kritik terhadap desain garuda Istana Negara.
Desain Istana Negara berbentuk garuda dianggap tidak fungsional dan mengedepankan bentuk garuda sebagai simbol negara saja. Padahal, menurut IAI, seharusnya rancangan Istana Negara itu dibentuk dengan mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital dan era bangunan dengan emisi rendah,
Rancangan tersebut diketahui dibuat oleh Nyoman Nuarta, pematung yang populer karena merancang Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK). Asosiasi profesional juga menyayangkan dipilihnya Nyoman Nuarta yang memiliki latar belakang pematung, bukan arsitek. Sehingga, output yang dihasilkan juga lebih condong pada nilai seni patung yang bersifat simbolik. Sedangkan, bicara rancangan bangunan melibatkan efisiensi, fungsi, sampai dana yang dikeluarkan. Rancangan garuda Istana Negara diperkirakan bakal lebih boros dari sisi pendanaan.
Jika menilik pendanaan yang dikeluarkan untuk pembangunan GWK yang sama-sama dirancang oleh Nyoman Nuarta sebagai referensi, dana membangun Istana Negara di ibu kota baru ini mungkin akan membengkak. Pembangunan GWK ditaksir menelan biaya sekitar Rp 1,4 triliun, jauh lebih besar dari pembangunan Eiffel dan Patung Liberty.
Selain pose sayap membentang yang diplesetkan seperti pose Wakabayashi menghadang bola di gawang, rancangan garuda ini ternyata juga menuai polemik dari segi pemilihannya. Nyoman Nuarta dipilih berdasarkan sayembara tertutup yang dilakukan pemerintah. Sebaliknya, banyak yang menilai seharusnya sayembara ini bersifat terbuka agar bisa dipilih rancangan yang paling maksimal dari segi fungsional dan efisiensi dana.
Kalo bahas bagus apa jelek ga ada habisnya, bisa sangat subjektif. Orqng pemerintah pasti punya “standar bagus”nya sendiri. Tapi apa ini desain yang baik, apa proses penentuan desainnya sudah baik? https://t.co/xdMKWgCemY
— Louis Lugas (@handjobservice) March 29, 2021
Walau banyak dikritik dan dijadikan lelucon di media sosial, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR melalui Kompas.com menjelaskan bahwa rancangan garuda Istana Negara ini belum final. Pemilihan Nyoman Nuarta sebagai perancang juga dipilih karena ia dinilai telah berpengalaman dalam rancangan proyek ikonik layaknya GWK di Bali dan diyakini memiliki jiwa arsitek.
Soal bagus dan jelek, tentu tergantung subjektivitas masing-masing orang. Mungkin saja Kementerian PUPR punya standar tersendiri bahkan misi untuk menjadikan Istana Negara terlihat semegah mungkin dengan mencatut simbol negara. Burung mitologi ini memang terlihat gagah dengan sayap membentang, siap menghalau Indonesia dari segala problem negara. Yang jelas, kalau mau demo di Istana Negara ini tentu akan sulit dan nggak bisa diduduki seperti Gedung DPR pada masa pemerintahan Presiden Suharto.
Lagi-lagi rakyat yang tidak memahami ilmu arsitektur dan tidak memahami nilai seni hanya bisa menonton dari kejauhan. Ketidaksetujuan bakal bergema lagi di media sosial, pun dengan persetujuan dan dukungan. Namanya juga rakyat.
BACA JUGA Keuntungan Ibu Kota Pindah ke Jogja daripada ke Kalimantan dan tulisan KILAS lainnya.