MOJOK.CO – Bioskop Permata menyimpan nostalgia bagi mereka yang sudah lama tinggal di Yogyakarta. Bioskop yang terletak di Jalan Sultan Agung itu pernah menjadi bioskop termegah dan menjadi rujukan hiburan muda-mudi pada masanya.
Bagi mereka yang tinggal di Yogyakarta sebelum era 2000-an, Bioskop Permata mungkin sudah tidak asing lagi. Di masa kejayaannya, tempat ini pernah menyandang sebagai bioskop termegah dan terpopuler, mengalahkan bioskop-bioskop ternama lain seperti Indra, Mataram, Ratih, dan Widya di Yogyakarta.
Kehadiran Bioskop Permata dan bioskop-bioskop lawas lain di Jogja tidak lepas dari peran seorang Belanda, End Muller yang membawa film ke Yogyakarta pada 1900-an. Ia mendirikan bioskop bernama Al-Hambra (kelak bernama Bioskop Indra) di Jalan Malioboro. Bagian depan gedung Al-Hambra dikhususkan untuk kelas atas seperti Belanda, Cina, dan Bangsawan. Sementara bagian belakang yang disebut “Mascot” dikhususkan untuk pribumi.
Bisnis bioskop dianggap menguntungkan. Para pemilik modal pun mulai mendirikan bioskop di banyak tempat di Yogyakarta. Salah satunya Bioskop Permata yang sebelumnya bernama Bioskop Luxor.
Perubahan nama itu terjadi pada 1958 ketika pengelola Luxor tidak dapat melanjutkan usahanya sehingga diambil alih oleh N.V Perfebi atau Peredaran Film dan Eksploitasi Bioskop. Namun, untuk kepemilikan gedungnya, bioskop dengan corak Belanda itu masih dimiliki oleh Puro Pakualaman.
Halaman Selanjutnya…
Kejayaan yang tak bertahan selamanya