MOJOK.CO – Api mungkin bisa membumihanguskan Mall Banjarsari beserta isinya, tapi tidak dengan kenangan anak muda Pekalongan yang terlanjur tertambat di dalamnya.
Lima tahun silam, kebakaran hebat melanda salah satu mal atau pusat perbelanjaan di Pekalongan. Si jago merah melahap bangunan beserta isinya, menyulap tempat yang identik dengan pusat hiburan menjadi puing-puing kesunyian. Selepas tragedi 24 Februari itu, bangunan tersebut mangkrak bertahun-tahun.
Tempat itu bernama Mall Borobudur Banjarsari atau lebih terkenal dengan Mall Banjarsari. Terletak di Jl. Sultan Agung 1A, Sampangan, Kota Pekalongan. Sejak awal berdiri pada 2005, mal ini sudah mencuri perhatian warga karena terdapat banyak hiburan di dalamnya. Satu yang paling populer adalah bioskop.
Mall Banjarsari, identik dengan bioskopnya
Selepas Bioskop Atrium kukut, warga Pekalongan kehilangan tempat terbaik untuk menonton film. Hiburan film mentok hanya bisa mereka saksikan dari layar kaca. Sudah jadwal tayangnya tak tentu, pilihan filmnya itu-itu saja, mesti terpotong iklan pula.
Mall Banjarsari lantas hadir dengan Borobudur Cinema 21. Warga pun menyambutnya dengan antusias. Ia lantas menjadi rujukan pertama anak muda kala menghendaki hiburan. Salah satunya Maryam Shad (23) yang saat remaja mengaku sering ke sana.
“Kalau menurutku Pasar Banjarsari itu termasuk mal paling lengkap karena pertama kali ada bioskop kan,” ujar Maryam.
Maryam tidak mengenal bioskop lain kala itu. Sewaktu ia lahir, bioskop Atrium sudah tutup. Maka tidak heran kalau ia merasa bahwa bioskop pertama di kota adanya di Mall Banjarsari.
Selain bioskop, kehadiran gerai KFC juga menjadi daya tawar lain mal ini. Terutama bagi anak-anak sekolah yang suka nongkrong. Sepulang sekolah, biasanya mereka berkunjung ke sini bersama teman-temannya.
“Pas pulang sekolah ramai-ramainya, biasanya kan KFC, anak-anak kan karena dekat dengan Smaga (SMA 3), SMP 2,” ujarnya.
Harganya lebih miring dari mal lain
Saat menjawab alasan mengapa dulu kerap mengunjungi mal ini, Maryam menyinggung soal harga. Baginya, harga barang, makanan, tarif jasa yang gerai-gerai di Mall Banjarsari tawarkan lebih murah ketimbang mal lain.
“Harganya menengah (ke atas), kalau Mall Banjarsari masih bisa didatengin sama kelas menengah ke bawah, soalnya emang dekat pasar juga kan jadi harganya nggak terlalu jauh banget,” ujarnya.
Bangunan Mal Banjarsari memang menyatu dengan Pasar Sentiling atau Pasar Banjarsari yang berjenis tradisional. Barangkali itulah yang menyebabkan barang-barang di sana bertarif lebih miring dari mal pesaing; ditujukan untuk mereka pengunjung pasar.
Tak lupa, ia pun menyebut beberapa gerai lain yang menjadi favorit pengunjung. Di antaranya Borobudur Dept. Store, Giant, Roti O, Family Fun, dan Mr Games.
Dibangun ulang
Melansir Pekalongan.go.id, Pemerintah Kota Pekalongan kabarnya akan membangun ulang bangunan tersebut menjadi Pasar Banjarsari tahun ini. Pemkot telah mengajukan anggaran pembangunan kepada Kementerian Perdagangan senilai Rp173 miliar.
Nantinya pasar tersebut diharapkan dapat menampung 3.757 pedagang. Baik lokal maupun pedagang dari lintas daerah yang sebelumnya menempati kios di pasar tersebut.
Cerita Maryam hanya salah satu contoh bagaimana kenangan atas sebuah tempat tidak bisa hilang begitu saja meski telah jadi santapan api. Puing-puing dan abu itu ternyata masih menyimpan memori kolektif warga kota.
Barangkali banyak juga Maryam-Maryam lain di Pekalongan yang merindukan berdirinya mal di dekat Sungai Loji ini. Mal yang menyelamatkan anak muda ketertinggalan tren film. Mal yang jadi tempat nongkrong anak muda sepulang dari sekolah. Mari menanti mal ini bangkit lagi. Semoga beneran jadi.
Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pasaraya Sri Ratu Pekalongan: Dulu Kebanggaan Warga Kota, Kini Mangkrak dan Suwung