MOJOK.CO – Setelah lulus kuliah, kalian pilih bekerja atau bikin usaha? Kalau saran Om Haryo sih nggak usah ngoyo kalau nggak bisa jadi pengusaha. Cukup jadi pegawai. Tapi, harus jadi pegawai yang sukses hehe. BTW berapa sih gaji yang bisa diharapkan kalau seorang fresh graduate jadi pegawai?
Sobat Celengers yang masih gajian tapi pengin jadi pengusaha.
Mana yang lebih baik menurut kalian, bekerja pada orang atau orang bekerja pada kita?
Pertanyaan tersebut jika diajukan ke kalian para fresh graduate (lulusan baru) rasanya memang tidak tepat. Desain pendidikan di negara kita sampai sejauh ini memang seperti mengkhususkan untuk mencetak sarjana yang siap bekerja pada perusahaan. Bukan untuk mencetak lulusan yang siap menjadi pengusaha.
Ya nggak ada salahnya sih. Hanya saja kita sering berlebihan dalam menempelkan pekerjaan pada status sosial orang…
Akui saja, selain pertanyaan kapan menikah, pekerjaan merupakan salah satu topik pembicaraan yang nyebelin bagi banyak orang. Banyak reuni tidak sukses hanya karena khawatir saat mendatangi acara tersebut dihantam dengan pertanyaan yang menohok.
“Kerja di mana sekarang?”
Banyak orang menghindari diajak bertemu teman lama karena sungkan bertemu dalam kondisi sosial yang berbeda. Satu terlihat mentereng lainnya terlihat glumut, jarang mandi. Satu mukanya bercahaya karena rajin perawatan, lainnya minder karena merasa mukanya akan berminyak. Iya, dia harus naik angkot tiga kali disambung ojek untuk sampai di tempat tersebut.
Keminderan bertambah kalau mengingat masa lalu. Sekolah di tempat yang sama, IPK lebih baik, makanan lebih bergizi, dan datang dari keluarga yang lebih mampu. Jelas bukan jaminan sukses, tetapi bagi sementara orang hal-hal tersebut menyesakkan dada.
Walaupun dikategorikan ke jenis pembicaraan “tidak bermutu dan kurang menyenangkan”, sebenarnya banyak juga yang memanfaatkan momen bertemu teman lama tersebut untuk serangkaian tujuan: memperkuat jaringan, mendapatkan informasi baru, membuka peluang baru dan menjajaki kemungkinan untuk bekerja sama. Fenomena tersebut sangat lumrah dimana pun.
Dalam banyak perbincangan soal pekerjaan, muaranya memang penghasilan. Itu yang seringkali menyebabkan diskusi akan berkembang lebih jauh. Cepat atau lambat akan sampai pada soal mana lebih baik: jadi pegawai atau jadi pengusaha?
Sahabat Celenger yang sering gagal menabung karena merasa gajinya kecil.
Jadi pengusaha memang mempunyai sekian keunggulan. Waktu kerja lebih fleksibel, ruang gerak yang tidak terbatas, terbuka kesempatan melakukan hal yang disukai dan menghasilkan uang, menjadi penentu keputusan perusahaan, dan menentukan keuntungan sendiri merupakan hal-hal yang diimpikan banyak orang. Mudah? Tentu saja mudah untuk diucapkan bagi orang lemah.
Enaknya jadi pengusaha itu sebenarnya cuma satu: pas untung saja. Tangisan mereka saat harus memikirkan bagaimana menggaji karyawan tiap bulan, upaya tak berkesudahan untuk mengembangkan karyawan, inovatif, kreatif dan sekaligus menanggung risiko kerugian sebenarnya merupakan hal-hal yang bisa mengurangi arti sebuah kebahagiaan. Hahaha serius ini.
Pengusaha memang tampak keren. Tetapi ingat, jadi pegawai yang sukses juga akan membuat kalian teramat keren. Ada beberapa kelebihan yang sebenarnya tidak perlu ditakutkan saat menjadi pegawai. Beberapa risiko berikut akan sedikit Om uraikan agar kalian jadi pegawai yang bahagia seumur hidup hahaha.
Garansi Penghasilan
Secara rutin mendapatkan atau menggantungkan penghasilan dari gaji sebenarnya mempunyai banyak kelebihan. Selama mampu mempertahankan kinerja, penghasilan akan tetap atau malah bertambah. Tinggal kemampuan kita dalam mengelola uang yang mengalir ke rekening kita.
Bandingkan dengan pengusaha yang belum tentu dapat mempertahankan penghasilan seperti bulan sebelumnya. Bulan lalu penjualan bagus, bulan ini bisa melorot terpengaruh faktor eksternal. Tiba-tiba alat produksinya terganggu, terlibat masalah hukum dan setumpuk masalah lain yang menggerus keuangan perusahaan. Jadi pegawai kan nggak perlu mikirin itu!
Garansi Waktu
Selain jam kerja tetap, pegawai mempunyai kelebihan memanfaatkan waktu libur atau cuti yang sudah ditentukan dalam perjanjian kerja. Waktu-waktu tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pegawai untuk mengembalikan semangatnya lagi saat masuk kerja. Bisa digunakan menyalurkan kegemaran, jalan bersama pacar bagi yang punya, menikmati kebersamaan dengan keluarga, molor sepanjang hari atau bahkan mencari kegiatan yang mendatangkan tambahan penghasilan.
Sementara untuk pengusaha, waktu yang fleksibel lebih sering hanya isapan jempol saja. Baru merencanakan liburan, klien menghendaki bertemu untuk memberikan proyek yang terlalu sulit untuk ditolak. Untuk perusahaan mapan dimana sistem sudah terbangun sempurna tentu risiko semacam itu dapat dieliminir. Tetapi bagaimana untuk pengusaha yang tengah merintis dan membutuhkan tawaran pekerjaan klien?
Garansi Tunjangan & Manfaat
Keuntungan menjadi pegawai yang tak mungkin dilewatkan selain penghasilan tetap ialah serangkaian tunjangan dan manfaat yang terlalu sayang untuk dilewatkan: tunjangan kesehatan, pensiun, penghasilan termasuk pajak, program kepemilikan rumah dan bahkan kendaraan. Sebagai tambahan, jika bekerja di perusahaan yang mapan, anggota keluarga pun sudah dimasukkan dalam skema tunjangan kesehatan.
Bayangkan kalau kalian jadi pengusaha?
Pertama harus memikirkan itu semua sebagai kewajiban, bukan hak. Kedua harus menyisihkan sebagian keuntungan untuk memastikan serangkaian tunjangan dan manfaat ada di perusahaaan kalian. Iya kalau cukup, kalau malah jadi tekor? Timbul masalah baru.
“Loh yang penting kan usaha tetap jalan sementara pegawai biar menanggung sendiri?”
Ya tidak masalah. Tetapi itu yang membedakan pengusaha berkualitas dan tidak. Paham etika dalam berbisnis atau tidak dan punya visi dalam mensejahterakan karyawan atau tidak. Karena tidak sedikit perusahaan kecil yang sudah memikirkan tunjangan dan manfaat bagi pegawainya atas nama hak karyawan sejak awal mereka merintis.
Nah sekarang untuk kalian para lulusan, yang masih fresh from the oven, masih wangi-wanginya seperti kue yang baru diangkat dari oven. Pekerjaan apa sih yang sekiranya memberikan penghasilan yang tidak underpaid?
Saat Om memulai bekerja di tahun 2000 di PT XYZ yang bergerak dalam usaha jaringan ritel sebagai pegawai magang. Perusahaan hanya mampu memberikan gaji satu juta rupiah. Sedangkan Bank PQR, pada waktu itu sudah mampu menggaji lulusan baru dengan nilai 3,7 juta rupiah. Sementara UMP DKI Jakarta pada waktu itu, 344 ribu rupiah saja.
Apa yang dapat disimpulkan dari angka-angka di atas, saat hari ini angka UMP di DKI sudah mencapai angka 3,4 juta?
“Gaji itu satu hal yang misterius, gelap, dingin dan jauh seperti Planet Pluto”
Secara matematika kalau menjadikan UMP sebagai rujukan perbandingan dalam penghitungan kenaikan pendapatan, lulusan baru yang bekerja di jaringan ritel seharusnya saat ini bergaji 9,8 juta per bulan. Sementara lulusan baru yang masuk ke Bank PQR setidaknya bergaji 32,8 juta. Menarik ya?
Sayangnya tidak seperti itu. Faktanya, pegawai baru di PT XYZ bergaji 3,5 juta. Sementara lulusan baru yang bekerja di Bank PQR hanya naik menjadi 5 juta. Formula penghitungan dengan membandingkan UMP tidak dijadikan rujukan untuk menentukan besaran kenaikan gaji. Pertama karena kenaikan UMP berbicara isu kesejahteraan. Kedua variabel acuan yang digunakan dalam penghitungan gaji di luar UMP biasanya inflasi dan benchmarking industri sejenis.
Kalau meggunakan data inflasi, gaji PT XYZ senilai 1 juta di tahun 2000, sama dengan nilai 3,5 juta di tahun ini, klop! Sedangkan nilai 3,7 juta di tahun 2000, sama dengan 12,7 juta di tahun ini, tidak klop! Tentu saja ini ilustrasi kasar. Banyak tunjangan dan manfaat yang sebenarnya tidak sebanding saat membandingkan dua industri tersebut.
Benefit dan allowance bahasa keren untuk tunjangan dan manfaat yang diberikan industri perbankan jauh lebih baik dibandingkan industri ritel secara umum. Ya, ini untuk memberikan semangat pada kalian yang bekerja di sektor perbankan. Biar tidak pada demo. Biar di dalam hidupnya tidak hanya memikirkan uang saja. Hahaha tetap kepikiran!
Sebenarnya tidak terlalu penting kalian mengawali karir dari industri apa dan bidang apa yang diminati saat kuliah, termasuk gajinya berapa. Mungkin benar awal penghasilan bekerja di perusahaaan minyak mendatangkan rupiah yang menggiurkan, juga masuk di perusahaan berbasis IT membuat anda tampil gaya dan sejahtera. Tetapi yang terpenting bagi seorang lulusan baru tetaplah bagaimana cara mendapatkan pengalaman kerja.
Pengalaman yang beragam dan atau spesialisasi sampai kapan pun akan dihargai dengan sangat baik di dunia kerja. Saat menjadi bankir sukses tidak ada yang akan mempertanyakan disiplin ilmu kita, mengapa sarjana teknik lebih sukses dari lulusan fakultas ekonomi? Mengapa lulusan filsafat bisa bekerja di perusahaan minyak sedangkan ada lulusan pertambangan justru gagal saat melamar?
Tidak semua hal bisa dimaknai dengan ijazah kalau kita bicara kesuksesan. Tetapi coba maknai dengan uang hahaha bercanda yhaa. Brian May, gitaris super group Queen merupakan ilmuwan (bergelar Phd, bukan pizza hantaran itu ya) yang lebih seneng menjadi musisi dari pada ilmuwan fisika. Kalaupun gitar lebih menggemukkan pundi-pundinya itu hanya bonus saja.