MOJOK.CO – Selama ini emak-emak naik motor matik selalu diolok-olok dan seolah tidak punya ruang untuk bersuara. Sudah saatnya bagi kita mendengar apa isi hati mereka.
“Hati-hati kalau ketemu emak-emak bawa motor matik. Udah, mending ngalah saja. Manuvernya lebih nggilani dibanding becak motor.”
Ucapan semacam itu sering tercetus saat mengomentari emak-emak kayak saya sedang naik motor. Entah apa pun jenis motor yang dikendarai, tuduhannya selalu motor matik. Meski pada saat komentar emak-emaknya lagi naik RX-King, ya nggak peduli, pokoknya emak-emak bisanya pasti cuma ngendarai motor matik.
Bagi saya, komentar semacam itu sangat bias gender. Seolah-olah emak-emak nggak becus naik motor, maka selalu diarahkan asumsi bahwa emak-emak itu bisanya ya cuma motor matik, nggak mungkin bisa deh kalau motor-motor manual, apalagi yang pakai kopling.
Padahal, laki-laki dan perempuan sebenarnya adalah pengemudi yang sama baiknya. Bahkan seharusnya perempuan justru lebih andal karena konon pria lebih mudah terdistraksi. Nggak bisa se-multitasking perempuan. Baru nyetir, eh ada papan reklame Mikha Tambayong, langsung buyar itu konsentrasinya.
Bandingkan dengan emak-emak. Pikiran di kepala sudah dipenuhi cucian menggunung atau setrikaan sepulau reklamasi di rumah, tapi tetap bisa kepikiran untuk menghidupkan lampu sein untuk belok. Kalau arahnya salah, ya maaf, namanya juga khilaf. Lagian juga cuma salah kanan sama kiri aja, masalah amat sih.
Tapi mari kita berhitung. Coba kita lihat fakta di jalanan saja, siapa sih yang lebih sering ugal-ugalan di jalan? Yang suka ngebut, jamping-jamping ra cetho, standing-standing, mbleyer-mbleyer seolah-olah lagi kampanye? Kalau sampai ada data survei yang bilang aktivitas kayak begitu lebih banyak dilakukan emak-emak, tolong kirimi saya call center lembaga surveinya, saya mau protes.
Kalau perempuan mendapatkan stereotipe pengendara kendaraan bermotor yang payah, mungkin itu diakibatkan oleh konstruksi sosial yang sejak dulu menyepakati bahwa kegiatan luar ruang adalah urusan laki-laki. Demikian juga terhadap pengetahuan soal mesin transportasi. Itu semua domain laki-laki. Kalau perempuan mah juga punya pengetahuan soal mesin, tapi sebatas mesin cuci, mesin setrika, sampai mesin rice cooker. Itu pun dianggap ahli sebagai praktisi alias penikmat saja.
Jadi wajar kalau banyak perempuan yang gagap kalau berhadapan dengan mesin, apalagi mesin kendaraan bermotor. Oleh karena itu, saya yakin produsen motor matik menciptakan motor serba otomatis ini untuk merangkul kaum perempuan yang kepingin atau butuh naik motor tapi susah menjinakkan motor manual yang pengoperasiannya setingkat lebih rumit dibanding blender.
Hal ini untuk menjawab kenyataan bahwa sekarang perempuan nggak bisa mendekam terus di rumah. Mereka butuh bergerak untuk bekerja memajukan bangsa, memutar roda perekonomian negara, bahkan ikut andil dalam perdamaian dunia. Yah, untuk praktik terkecil saja, setidaknya sekarang seorang emak dituntut juga untuk bisa mengantar anak ke sekolah tanpa perlu mengandalkan suami atau driver ojol.
Nah, berkat motor matik inilah perempuan yang berabad-abad didera konstruksi sosial yang mengekang akhirnya bisa berlarian ke sana kemari dan tertawa~….
Ya memang iya kan? Motor matik memang dirancang supaya dapat dioperasikan dengan mudah. Cukup puntir gas dan menekan rem. Nggak perlu mikir pindah perseneling segala. Kemudahan kecil ini tentu sangat berguna, mengingat ya itu tadi, apa yang dipikirkan para emak kan lebih banyak daripada undang-undang yang diproduksi DPR kita. Dari mulai mau masak apa hari ini, gimana melunasi cicilan panci, sampai cara menghafal rute jalan pulang.
Selain pengoperasian yang sederhana, satu kelebihan motor matik adalah ceruk yang lega di antara stang dan jok. Anda bakal terkagum-kagum melihat apa yang bisa diletakkan oleh anggota emak-emak matik seperti saya di ceruk itu. Nyaris apa saja bisa masuk ke sana.
Mulai dari beras sekarung, mi instan sekardus, pampers hasil kulakan, gas melon, aqua galon, bahkan konon Negeri Wakanda aja bisa masuk ke situ. Selain itu, area ini juga bisa cukup lega buat anak-anak balita. Mau posisi berdiri? Jongkok? Semua bisa nyaman di situ. Kalau butuh kursi? Tinggal dikasih aja kursi kecil, sofa juga boleh. Aman dan nyaman sudah.
Jadi, melihat dengan jelas bahwa emak-emak matik dengan segala bawaannya itu bisa tetap bergerak bebas tanpa bantuan siapa-siapa, maka harusnya rontok sudah anggapan bahwa kaum perempuan apalagi emak-emak itu lemah saat berkendara.
Lha gimana? Sudah angkut banyak belanjaan, di jok depan ada anak TK yang duduk mengangkang memanfaatkan barang bawaan sebagai dudukan. Di boncengan belakang ada anak SD yang ngantuk dan harus diikat dengan jarik. Di punggung masih bawa tas sekolah segede gaban bergambar Frozen dan lengannya nyangklong tote bag yang isinya baju ganti, tisu, dan bedak. Bahkan luar biasanya, saya pernah lihat emak-emak, sudah sepenuh itu barang bawaannya, di dada si emak itu masih bisa-bisanya nyempil bayi digendong. Wah, kalau sampai ada manajer JNE atau Wahana lihat, pasti bakal direkrut itu orang.
Selain ceruk tadi, matik keluaran baru dilengkapi juga dengan wadah di bawah jok yang bisa memuat helm. Helm Hello Kitty warna pink pun bisa tersimpan aman. Telur juga selamat dari ancaman remek. Matik generasi baru juga dikasih cup holder. Pas buat naruh gendul susu atau tumbler Starbucks. Ngopi syantik dapat dilakukan di mana saja. Kacamata hitam, sarung tangan anti UV, masker plus uang receh buat parkir bisa ditaruh di sini.
Selain itu standar motor yang harus dinaikkan dan rem yang harus ditekan sebelum motor menyala sangat membantu sehingga motor nggak lari begitu saja. Sangat aman. Sistem keamanan ini bikin nggak mungkin lagi kejadian standar motor ribut sama polisi tidur. Dan yang penting, nggak perlu lagi deh dengar teriakan: “Woiii, standar, woiii,” karena lupa dinaikkan.
Enaknya lagi, begitu standar turun, mesin otomatis mati. Ini berguna banget bagi emak-emak yang butuh njranthal untuk mematikan kompor yang kelupaan belum dimatikan sebelum ditinggal jemput anak.
Hanya satu saja yang kurang dari motor serba otomatis ini. Sudah secanggih itu ternyata lampu sein tak otomatis nyala saat kita mau belok. Soal ini, saya pikir kesalahan ini bukan karena emak-emak lebih sering khilaf daripada pengguna jalan lain juga, tapi ya karena produsen motor matiknya aja yang kurang riset.
Sekarang coba bayangkan kalau seorang emak lagi bawa anaknya yang duduk di depan dan lampu indikator sein di dashboard nggak keliatan karena ketutupan si anak. Ini belum dengan barang bawaan di bagasi depan yang bikin sesak sampai mau belok saja sulit, tentu hal ini berpotensi bikin lampu sein tanpa sengaja kepencet waktu stang motor mau belok dikit.
Dari hal ini, sebenarnya kesalahan-kesalahan elementer ini juga patut dialamatkan ke produsen juga. Andai saja motor jenis ini dilengkapi semacam alat deteksi pikiran, tahu ke mana dan kapan pengendaranya mau belok terus lampu sein otomatis menyala dan mati. Wah, matik pasti bakal jadi motor sempurna.
Meski saya kemudian juga sadar, kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT semata, bukan milik motor matik. Apalagi emak-emak yang naik motor matik dan masih saja dianggap sebagai penyebab kekacauan arus lalu lintas oleh pengendara motor lainnya, meski faktanya emak-emak adalah pengendara minoritas di jalanan.
Atau jangan-jangan ini semua dibuat agar emak-emak sebaiknya nggak boleh usah ke mana-mana?