MOJOK.CO – Berikut saya membawa pembaca untuk menapaktilasi sejarah Indonesia dalam 100 silam. Yakni, saat kalender menunjuk tahun 1922.
Seratus tahun Indonesia adalah seabad memori yang perlahan meredup karena beban hidup kita sehari-hari. Kita dibombardir nyaris tiap hari peristiwa sehingga menjadikan jarak seabad itu seperti tak tersentuh sama sekali.
Lewat metode dan modus operandi sederhana, yakni kronikisasi, saya membawa pembaca untuk menapaktilasi sejarah Indonesia 100 silam. Yakni, saat kalender menunjuk tahun 1922.
Kaleidoskop kali ini menyoroti peristiwa penting yang perlu diingat dalam bentang waktu 100 tahun silam itu. Ada yang diingat, ada yang lamat-lamat lalu lenyap. Bahkan, ada yang tak teringat sama sekali.
Inilah kaleidoskop Indonesia dalam seabad. Mari!
Revolusionernya Pegawai Pegadaian
Siapa pun tak menyangka, barangkali juga Gubernur Jenderal De Fock yang menghuni Istana Rijswijk di sisi utara Koningsplein (Monas), perselisihan di Kantor Pegadaian Ngupasan, Yogyakarta, bisa menjadi bara api yang menyulut kemarahan pegawai se-Jawa. Sejarah Indonesia yang mungkin tidak banyak Anda ketahui.
Ya, pegawai pegadaian mogok se-Jawa. Anda tidak salah baca. Itu terjadi 100 tahun lalu di tahun 1922. Tak pernah terbayangkan, sebuah lembaga “penolong mahasiswa susah” dengan slogan “menyelesaikan masalah tanpa masalah” itu pernah berkontribusi besar dalam hal memasok spirit radikal dalam pergerakan bersamaan dengan insyafnya orang-orang Katolik-Jawa yang kemudian mendirikan Katholieke Javaanse Vereniging voor Politieke Actie.
Semuanya dimulai dari Pegadaian Ngupasan yang titik petanya terletak tak jauh dari Korem 072 Pamungkas di kampung sisi kanan Malioboro.
Alkisah, kontrolir Pegadaian Ngupasan, J. Ch. Tadema Wielandt memberi perintah kepada asistennya bernama Bawadi untuk membawa barang-barang dari gudang ke tempat lelang. Bawadi adalah seorang lichter, petugas penerangan. Biasanya, barang-barang ini diangkut oleh tukang kebun dan bende yang bekerja serabutan.
Namun, karena melakukan “penghematan maksimum nrimo ing pandum”, semua pegawai melaksanakan kerja secara all in. Berodi-rodi dalam kantor. Bawadi protes. Tapi, si kontrolir kukuh dengan perintahnya. Sejarah Indonesia mencatat seperti ini.
“Ayo, angkat!” seru Wielandt.
Bawadi membantah bahwa itu kerja orang lain.
Kontrolir Wielandt makin naik pitam, “Ayo, jangan banyak omong, mau tidak?”
“Tidak bisa,” sahut Bawadi.
“Saya beri kamu waktu lima menit lagi, mau tidak, kalau tidak, keluar, ayo pergi dari sini!” teriak Wielandt sambil menunjuk pintu.
Kepergian Bawadi itulah yang menjadi awal dari salah satu pemogokan terbesar dalam sejarah Indonesia yang dulu disebut Hindia Belanda. Dan, itu dilakukan para pegawai pegadaian. Berlalunya Bawadi membuka borok pegadaian yang dikit-dikit mengeluarkan circulaire oesiran dan kerap mengancam pegawai yang melakukan kesalahan kecil.
Sambat Bawadi langsung direspons hoofdbestuur dari Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera atau P3B yang dengan tegas mengatakan tidak puas atas kebijakan kepegawaian bahwa mulai dari pegawai paling rendah sampai pada hoofdschatter atau kepala juru taksir dan hoofdkassier (kepala bendahara) jadi kuli angkat barang. Mereka harus membawa semua barang gadai ke tempat lelang, seperti memikul dandang, pispot, periuk, dan rupa-rupa barang pecah belah.
Surabaya adalah kota pertama yang tercatat oleh Sejarah Indonesia yang merespons kabar dari Ngupasan. Perusahaan pun bersidang dan memberi ultimatum kepada para pemogok jika tak masuk bakal dipecat. Pandhuis nggak mereken.
Sementara, di Yogya sendiri, aksi mogok mulai memanas. Ada 20-an lebih kantor pegadaian yang pegawai atau pandhuis-nya turut mogok untuk bersolidaritas atas Ngupasan, seperti Lempuyangan, Bantul, Godean, Brosot, Sentolo, Sleman, Wonosari, Tempel, dan Kota Yogya.
Dienstchef dari Batavia berangkat ke Yogyakarta untuk mengatasi masalah “sepele” ini. Keberangkatan dinas pusat ini atas telegram dari hoofdbestuur PPPB yang diketuai Abdul Moeis yang juga dedengkot Sarekat Islam.
Pertemuan antara Dienstchef dari Batavia dan PPPB ini menghasilkan beberapa “rasa sayang”.
Sayang pertama, disayangkan bahwa beheerder bernama Stolk kurang mengetahui adat istiadat bangsa Jawa dan terkesan kurang sabar serta mamandang Bawadi lebih sebagai musuh dan bukan sebagai pegawai yang harus dituntun dengan sabar.
Sayang kedua, disayangkan bahwa Controleur Wielandt tidak mencoba menghilangkan emosi Stolk, akan tetapi malah mengkomporinya hingga baranya semakin besar.
Sayang ketiga, disayangkan Inspecteur dalam menjalankan kewajibannya terlalu kaku dan kurang diplomatik, sementara Dienstchef terlalu tergesa-gesa mbacot kepada jurnalis Aneta dan tidak mengindahkan kemungkinan terjadinya pemogokan umum.
Sayang keempat, disayangkan Asisten Residen mempunyai pendekatan yang keras dan tak bisa mengambil hati dan membujuk wakil hoofdbestuur PPPB.
Dari catatan Sejarah Indonesia yang dihimpun, lebih kurang 2000 orang pegawai yang mengikuti aksi mogok dari 5000 orang pegawai pegadaian yang ditarget. Tercatat, 97 dari 372 rumah pegadaian lumpuh.
Mengapa membesar? Karena solidaritas. Pemogokan pegawai pegadaian ini dipromotori PPPB atau Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera dan didukung sejumlah ormas pergerakan yang punya nama, antara lain Boedi Oetomo, PKI (Partij Komunis Indie), NIP (Nationaal Indische Partij), Revolutionare Vakcentrale (RV), Kweek Schoolbond (Perhimpunan Sekolah Guru), PGHB (Perserikatan Goeroe Hindia Belanda), Persatuan Guru Bantu, dan PFB (Personeel Fabrieks Bond).
Untuk memaksimumkan pemogokan, ormas dan partai pergerakan punya cara-cara sendiri. PKI berdakwah dengan cara lisan dan tulisan.
Ini salah satu pamflet propaganda komikal PKI:
Perhatian! Perhatian!
Mendesak-Sangat-Penting
Dicari beberapa orang pribumi pegawai pegadaian cadangan, dengan tanpa ijazah, untuk menggantikan pemogok di kalangan pegadaian, dengan syarat: baik dan rajin bekerja, tidak melakukan kekeliruan, dan kalau mereka melakukan kekeliruan akan diusir seperti anjing. Tidak memiliki rasa malu; lebih disukai “penjilat” yang sesungguhnya, yang menjunjung tinggi tingkah laku yang hina, senang dan cukup kuat memikul: gamelan, pot kencing dan buang air, kendil dan dandang, dan wajan dari tembaga, benda-benda besi sebagai alat kerja seperti pacul, linggis, kampak, golok, dsb. Juga berbagai jenis barang dari tembaga. Para pemohon yang dalam permohonannya menyatakan bahwa mereka mau bekerja sebagai budak akan segera diterima. Mengapa hal ini perlu ditekankan, alasan yang sangat kuat ialah para pegawai yang ada sekarang sangat menekankan arti pentingnya rasa hormat, dan pemimpin PKI menyatakan bahwa penyebabnya ialah orang Belanda. Sebelum orang Belanda datang, orang timur sama sekali tidak memandang hina kerja dengan tangan sesudah orang Barat menolak kerja demikian maka orang Jawa pun kini hanya mau bekerja tulis menulis.
Dan, karena sudah tak bisa ditenggang lagi, Gubernur Jenderal De Fock dari Istana Rijswijk mengirim polisi untuk menangkap Abdoel Moeis dan Reksodipoetro dengan tuduhan sprekdelict (delik bicara) dalam rapat terbuka. Jabatan keduanya masing-masing sebagai ketua dan sekretaris P3B.
Penangkapan dan pemenjaraan Moeis dan Reksodipoetro di Bandung itu tidak membikin anggota mengerut. Sejarah Indonesia mencatat bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Makin hari, rumah pegadaian yang lumpuh makin bertambah, dari 97 menjadi 118. Sikap dan reaksi pemerintah tambah keras. Lebih kurang 1200 pemogok langsung dipecat, rumah-rumah pegadaian dijaga ketat militer dari Manado agar pegadaian tetap beroperasi.
Media buzzer pemerintah De Zweep yang diasuh D.W. Berretty–musuh bebuyutan Tirto Adhi Soerjo–menyerukan pemerintah segera membentuk paramiliter untuk melindungi harta milik orang Eropa dari orang pribumi yang memberontak. Beretty adalah juga jurnalis di ANETA atau Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap.
Saat pemimpin utama P3B ditangkap, Semarang mengambil kemudi kepemimpinan kolektif untuk melakukan spoed-conferentie atau konferensi kilat.
Konferensi tersebut dihadiri 26 utusan afdeeling rumah gadai, sedangkan 12 lainnya tidak hadir tetapi menyatakan taat atas semua ketetapan yang diputuskan konferensi.
Ini isi Ketetapan Semarang yang tercatat dalam Sejarah Indonesia:
(1) Pemogokan umum untuk seluruh pegawai Pegadaian Bumiputera di Jawa dan Madura berlaku pada 20 Februari 1922 pada pagi hari.
(2) Semua lid atau anggota yang pada saat itu tidak meninggalkan pekerjaannya, dikeluarkan dari PPPB. Afdeeling di luar Jawa dan Madura seperti di Sumatra diharapkan memberikan dukungan lebih dari dukungan yang sudah-sudah.
(3) Semua perhimpunan buruh dalam Revolutionaire Vakcentrale (RV) diminta bersama-sama memasukan keberatan kepada pemerintah atas sikap para petinggi terhadap pemogok, serta meminta dengan cepat pemogokan ini diurus.
(4) Aturan lid PPPB dalam kelompok afdeeling tetap seperti sebelumnya; tidak bubar, melainkan terus berhubungan dengan afdeelingbestuur atau pengurus cabang.
(5) Himbauan agar tiap lid bestuur dalam afdeeling mematuhi segala putusan yang telah dibuat.
Fenomena menarik dari pemogokan pegadaian ini adalah terseretnya Boedi Oetomo. Sudah menjadi keyakinan umum, Boedi Oetomo ormas yang enggak macam-macam dengan pemerintah. Tapi, beda dengan pemogokan besar pegawai rumah gadai ini. BO ikut serta.
Akibatnya, BO atau Boedi Oetomo ini banyak yang mengecam karena dianggap merusak moral bangsa sendiri dan disebut sebagai penabur benih budak. Lahirlah kepanjangan lain dari BO, yaitu “Berdagang Orang”.
Asisten Residen Laceulle dari Surakarta bahkan menyurati pengurus besar BO yang isinya mencabut izin melakukan rapat umum dan rapat pengurus. Alasan si Asres jelas, BO telah mengadakan aksi “revolusioner”.
Baca halaman selanjutnya….