Demi Memuluskan Jalan Anaknya Di PPDB, Orang Tua Rela Berlomba-Lomba Dalam Kecurangan Memanipulasi Domisili

PPDB Brengsek, Bikin Orang Tua Berlomba Manipulasi Domisili MOJOK.CO

Ilustrasi PPDB Brengsek, Bikin Orang Tua Berlomba Manipulasi Domisili. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COPenerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB saat ini memang brengsek. Ia memaksa orang tua berdosa, memanipulasi domisili demi anak tercinta.

Namanya orang tua pasti ingin yang terbaik buat anaknya. Apa saja akan dilakukan agar anak-anaknya memiliki masa depan yang cerah. Nggak peduli mau pontang-panting seperti apa usahanya yang penting anaknya bisa sukses.

Musim penerimaan peserta didik baru, banyak orangtua yang berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah favorit. Meski Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) era sekarang menerapkan sistem zonasi.

Sistem zonasi berpatokan pada jarak sekolah dengan domisili calon peserta didik. Semakin pendek jaraknya, peluang diterima sebagai peserta didik semakin besar. Nggak peduli, meski nilai raport rata-rata 9 kalau jarak sekolah dengan domisili calon peserta didik baru jauh, ya bodo amat nggak akan diterima.

Kata pemerintah, sistem zonasi bertujuan untuk pemerataan pendidikan dan menghapus anggapan adanya sekolah favorit. Faktanya, perjuangan orang tua jauh lebih besar di momen PPDB ini dari perjuangan pemerintah menyetarakan pendidikan.

Jangankan manipulasi domisili, mengubah batas usia pencalonan pemilu demi anak saja, bakal orang tua perjuangkan.

Manipulasi domisili di momen PPDB

Orang bijak berkata, “Semua yang diawali dengan cara baik, niat hati yang tulus, hasilnya pasti memuaskan dan berkah.” Seperti halnya pesan orang tua kepada anak-anaknya agar menghindari perbuatan tercela dan menjadi manusia yang mulia.

Sejak sistem zonasi diberlakukan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa tahun terakhir, pekerjaan Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) semakin bertambah. Banyak orang tua calon peserta didik yang jauh-jauh hari, menurut info minimal satu tahun, mengurus perpindahan domisili anak di Kartu Keluarga (KK).

Bukan menghapus anak dari KK, karena anak durhaka seperti anak artis yang suka buat rame itu, melainkan menitipkan anak ke KK yang berdomisili mepet setembok dengan calon sekolah yang difavoritkannya demi lolos PPDB.

Gara-gara sistem zonasi di PPDB ini, makin dekat domisili, makin besar peluang diterima masuk sekolahnya. Entah sejak kapan para orang tua berpikir menambah dosa pekerjaan Dukcapil demi memuluskan jalan anaknya diterima di sekolah favorit.

Kepalsuan-kepalsuan orang tua ini, membuat PJ Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin geram. Dia memerintahkan semua sekolah-sekolah untuk menganulir peserta didik di momen PPDB yang kedapatan curang memanipulasi keterangan domisili.

“Kami akan menganulir kalau ada aduan yang melakukan kecurangan seperti pemalsuan atau domisili yang tidak sesuai. Kalau ada laporan kita akan terus anulir. Kami tidak main-main,” Ujar Bey, seperti yang diwartakan oleh Kumparan (26/6).

Baca halaman selanjutnya: Semua demi anak lolos sekolah favorit, orang tua berkalang dosa.

Jalan mulus anak

Jauh sebelum sistem zonasi diterapkan di PPDB, sebenarnya orang tua sudah berlomba-lomba memuluskan jalan nasib anak-anaknya. Orang tua berpikir, apa yang diperjuangkan itu baik buat masa depan anaknya, tanpa memikirkan bakal se-survive apa anaknya jika tanpa sosoknya.

Anak-anak manja lahir dari orang tua yang pandai manipulasi, menyalahkan tembok ketika kepala anaknya kejedot tembok atau menyekolahkan anak tetangga jika anaknya pulang main kelewat sore. Sama halnya fenomena kekinian, menyalahkan domisili ketika anaknya tidak diterima di sekolah favorit. Alhasil orang tua berlomba-lomba mengadu ke Dukcapil.

Jalan anak memang mulus diterima sekolah favorit, tapi sempatkah berpikir jalan anak mengarungi kehidupan selepas masa sekolah bakalan lebih mulus? Salah satu penyebab tingginya pengangguran di negeri ini bisa jadi karena hal ini. Anak-anak tidak dapat berjuang sendiri karena bayang-bayang dari orang tua.

Budaya manipulasi yang sudah kadung mengakar

Budaya manipulasi juga memuluskan anak-anak pejabat hidup dalam sistem nepotisme. Ketidakpercayaan diri anak dapat hidup tanpa campur tangan orang tua. Pantas saja Inayah Wahid, Putri Mendiang Gusdur, berseloroh dalam suatu acara.

“Sekarang, saking susahnya cari pekerjaan di negara ini, banyak pemimpin negeri yang mencarikan pekerjaan untuk anak-anaknya.”

Ini hanya segelintir cerita akibat dari orang tua yang berlomba-lomba curang dalam memuluskan jalan nasib anak-anaknya. Secanggih-canggihnya suatu sistem dibangun, tanpa adanya kecakapan sumber daya manusia di dalamnya, sistem itu seperti mata pisau yang justru melukai dirinya sendiri.

Jalan mulus anak, berawal dari jalan kecurangan orang tua, tidak akan bertahan lama. Kebenaran akan selalu menemukan jalannya.

Padahal dalam agama, wajib bagi orang tua memberikan makanan, pakaian, tempat yang halal dan baik, karena menentukan tumbuh kembang anak. Kecurangan yang dibuat orang tua untuk jalan mulus anaknya, bisa jadi salah satu “makanan haram” yang akan meracuni tumbuh kembang anak itu sendiri.

Semua demi anak

Inilah kenyataan PPDB saat ini. Saya yakin banyak orang tua ini sadar bahwa tindakannya salah. Namun, inilah salah satu bentuk pengorbanan orang tua. Rela hidup berkalang dosa demi anaknya.

Kecurangan seperti ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikan kita sudah bagus dan adil. Semua orang tua ingin anaknya mengenyam pendidikan di sekolah terbaik. Anggapan bahwa sekolah baik akan berdampak kepada masa depan anak memang nyata.

Oleh sebab itu, selain membenahi “konsep” PPDB saat ini, pemerintah punya pekerjaan paling penting yang jauh dari kata selesai. Pemerintah wajib meratakan kualitas semua sekolah, khususnya sekolah negeri, ya. Kalau sudah merata, manipulasi data domisili tidak akan terjadi. Masuk akal, bukan?

Penulis: Dodik Suprayogi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Karut Marut Sistem PPDB: Regulasi Zonasi yang Malah Menyayat Hati dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version