Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Pejuang Hijrah Setengah-setengah Kenapa Disamakan dengan Sales Perumahan?

Mohammad Iwan oleh Mohammad Iwan
29 Juni 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tulisan balasan untuk esai “Mau Hijrah kok Setengah-setengah, Itu Hijrah atau Kredit Rumah?”. Walaupun isinya banyak yang sepakat, tapi ada beberapa yang bikin nggak sreg, dan itu perlu diungkapkan.

Sebagai Marketing Perumahan yang baru hijrah dari profesi lama, yakni kernet truk tangki, saya merasa tergerak untuk menanggapi artikel salah satu dari beberapa penulis mojok favorit saya, ukhti Esty Dyah Imaniar. Salim ya, Mbak? Eh bukan mahram, afwan.

Membaca judul artikel Mbak Imaniar yang terbit beberapa waktu lalu. Setidaknya ada dua hal yang saya enggak begitu sepakat. Pertama, soal hijrah setengah-setengah dan yang kedua tentu saja soal analogi sales perumahan. Meski saya enggak tahu itu memang judul dari Mbak Esty atau sudah diedit sama redakturnya sih.

Akan tetapi, anggap saja kita sepakat itu tulisan Mbak Imaniar saja agar bisa dikuliti isi tulisannya satu demi satu. Selow aja untuk yang nyimak. Nggak usah yang serius banget kayak gitu. Simpan energi antum, karena saya baru bahas judulnya, belum isinya.

Yang pertama, soal hijrah yang nanggung alias setengah-setengah.

Lha, emang kenape? Semua kan juga butuh proses, Mbak. Al-Quran saja diturunkan oleh Allah kepada Baginda Rasulullah melalui Malaikat Jibril juga sedikit-sedikit, nyicil, enggak langsung blek langsung jadi satu mushaf. Perintah untuk menjauhi khamr juga pelan-pelan, enggak langsung satset. Sahabat yang sudah terbiasa meneguk minuman yang memabukkan pun enggak terus langsung digeruduk macam tempat maksiat yang digeruduk ormas di bulan Ramadan.

Lagian, amalan yang sedikit-sedikit tapi berkesinambungan itu kan lebih dicintai Allah, ketimbang amalan yang borongan sebentar kemudian ditinggalkan. Itu amalan apa serangan fajar Pilkada kok pakai borongan?

Dari hal itu saya jadi punya pendapat, kira-kira bagusan mana saat kita berniat buat hijrah; yang akhwat misalnya, langsung memutuskan bercadar, pakai gamis syar’i yang kedombrangan padahal ke sana ke mari masih numpang ojek online. Apa enggak khawatir itu gamis masuk ke jari-jari velg motor atau ke rantainya? Kemudian memutuskan keluar kerja karena gajinya payroll bank konvensional yang mengandung riba, padahal si akhwat salihah itu tulang punggung keluarga.

Lalu yang ikhwan, dengan alasan hijrah, tiba-tiba berhenti kerja di bank padahal belum punya alternatif pekerjaan yang baru, memotong celana jadi cingkrang biar enggak isbal, memanjangkan jenggot meskipun jenggotnya cuma beberapa lembar, blas enggak enak banget dilihatnya, ya Rabb. Enggak segitunya juga keles. Enggak jamil saja lah pokoknya. Padahal Allah kan menyukai sesuatu yang jamil. Nyaho teu, jamil?

Dari gambaran itu, saya jadi pengen nanya saja, kira-kira bagus mana dengan akhwat yang ini?

Seorang ukhti yang mulai memperbaiki dirinya pelan-pelan tapi meyakinkan, mengubah gaya berbusananya dengan yang lebih sopan, menutup auratnya tapi tetap menyesuaikan dengan aktivitas keseharian. Tetap bekerja sambil sesekali mencari peluang kerja yang enggak mengandung subhat. Menjaga hubungan baik dengan teman dan keluarga lalu bermunajat dan memohon ampun kepada Sang Pencipta pada sepertiga malam.

Bagus mana dengan ikhwan yang ini?

Yang mempelajari agamanya lebih dalam lagi, banyak bertanya dengan orang yang jauh lebih paham tanpa pilih-pilih aliran selama bukan aliran yang menyesatkan. Perlahan meninggalkan kebiasaan hal-hal yang diharamkan dengan tidak mencibir teman yang masih berkubang di dalamnya. Berpakaian biasa tapi senantiasa menebarkan senyum persahabatan, lalu pada ujung malam meneteskan air mata memohon ampunan.

Coba deh, kira-kira bagusan yang mana?

Iklan

Ya, dua-duanya bagus. Yang enggak bagus itu malah yang nyinyirin dua lelaku di atas dengan membuat tulisan di media-media yang gemar memojokkan umat. Eh, saya enggak sedang ngomongin Mojok lho ya, kalo redaktur Mojok tersinggung dan jadi alasan esai ini nggak dimuat, ya maaf kalau keceplosan.

Yang kedua, soal analogi rumah kreditan.

Nah, ini. Mbak Imaniar itu enggak tahu apa ya, bahwa untuk memantapkan diri menjadi marketing perumahan itu saya harus merenung tujuh hari tujuh malam, memikirkan maslahat dan mudharatnya.

Bahwa untuk menjadi marketing perumahan itu saya harus terjebak dalam dilema. Di satu sisi saya harus mendukung pengambilalihan lahan pesawahan untuk dijadikan hunian bagi kaum ploretar yang kerap termarginalkan atau tetap mempertahankan idealisme saya yang begitu menginginkan negeri ini kembali berjaya sebagai negeri agraris yang baldatun thayyibatun wa robbun ghafur. Di sisi lain, hal itu juga berisiko membuat saya jadi pengangguran yang cuma bisa bikin status galau di dinding pesbuk kepunyaan orang Yahudi itu?

Jadi plis, tolongin saya dong, Mbak. Jangan bikin saya jadi masygul berkepanjangan karena membaca analogi itu. Masa sales perumahan disamakan dengan pejuang hijrah yang nanggung itu. Kenapa enggak sales mobil yang jelas-jelas mengajak orang untuk bergaya tapi sebetulnya memaksakan diri, karena buat parkir aja mereka harus membayar sewa ke tetangga yang punya kebun kosong? Atau sales kartu kredit yang sudah jelas riba dan banyak mudaratnya?

Gitu aja, Mbak Imaniar yang baik hati. Semoga tulisan ini tidak terkesan memojokkan Mbak Imaniar. Saya cuma ingin mengungkapkan apa yang saya enggak sepakat saja. Toh, tulisan balasan begini kan baik juga untuk nambah khasanah keilmuan umat. Ya kalau dianggap memojokkan ya saya bisa apa, namanya juga Mojok ya kan? Meski begitu, selebihnya saya setuju kok dengan ide-ide di tulisan panjenengan. Lagian apalah saya ini di mata panjenengan yang fenomenal.

Eh, ini Mbak Imaniar yang penyanyi RnB yang pernah hit dengan lagu Kacau di tahun 90-an itu atau bukan ya?

Terakhir diperbarui pada 3 November 2018 oleh

Tags: akhwatAllahgamis syarihijrahikhwanImaniar Noorsaidmarketing perumahanMojokojek onlineredaktur mojokYahudi
Mohammad Iwan

Mohammad Iwan

Artikel Terkait

Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO
Liputan

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
Driver ojek online (ojol) Semarang cari untung di tengah kebingungan penumpang MOJOK.CO
Ragam

Siasat Ojol Semarang Mencari Keuntungan di Tengah Kebingungan Penumpang

5 November 2025
4 atribut driver ojek online (ojol) yang kerap jadi bahan olok-olok MOJOK.CO
Ragam

4 Etika ke Driver Ojol agar Tak Sakiti Hati, Hanya Perlu Dimaklumi

28 September 2025
Ustaz Salman Al-Jugjawy: Saat Rasa Takut Kematian Merubah Jalan Kehiupan
Video

Ustaz Salman Al-Jugjawy: Saat Rasa Takut Kematian Merubah Jalan Kehidupan

3 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.