Lalu, apa yang dilakukan Pak Prabowo untuk mewujudkan visi swasembada pangan dan energi ini?
Pertama-tama, lihatlah siapa saja yang ditunjuk Pak Prabowo untuk membantunya dalam mewujudkan ambisi tersebut. Pada sektor pertanian, Amran Sulaiman kembali diangkat menjadi Menteri Pertanian. Sedangkan Bahlil Lahadalia menjadi orang nomor satu di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Penunjukan Amran Sulaiman, bila Pak Prabowo memang kepingin Indonesia bisa berswasembada pangan, jelas kontradiktif. Amran pernah menjadi menteri pertanian selama 6 tahun di era Jokowi. Dia juga mengemban tugas menciptakan swasembada pangan yang menjadi target Jokowi.
Jika ada sesuatu yang bisa kita sebut sebagai prestasi, maka itu adalah lolosnya Amran dari reshuffle meskipun gagal memenuhi target atasannya. Boro-boro kena reshuffle, Amran malah kembali memegang jabatan mentan di tahun terakhir periode kedua Jokowi.
Perihal Bahlil si Menteri ESDM? Yah, memangnya perlu saya jelaskan lagi?
Dugaan #2: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Poin pertama yang tercantum dalam Asta Cita (8 butir misi unggulan Pak Prabowo) adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Ini adalah misi yang sangat penting, super penting, sampai-sampai kita mesti meragukan kewarasan calon presiden negara mana saja yang tidak memasukkan sektor ekonomi dalam misinya.
Maksud saya begini. Ada korelasi yang logis antara tingkat ekonomi suatu negara dengan stabilitas pemerintahannya. Jika ekonomi terus bertumbuh, sudah pasti pendapatan negara ikut meningkat.
Negara ini kemudian bisa memakainya untuk membiayai banyak hal. Misalnya seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, pemberian subsidi ini-itu, atau sekadar menjadi dana darurat untuk menyongsong badai ekonomi yang pasti terjadi di masa depan. Pendeknya, pemerintah punya duit untuk membikin rakyatnya sejahtera.
Sebaliknya, ekonomi negara yang morat-marit adalah awal petaka suatu pemerintahan. Apakah Anda masih ingat dengan Musim Semi Arab yang dimulai di Tunisia pada 2010? Badai revolusi itu menyapu negara-negara Arab bukan dipicu oleh pemerintah yang sewenang-wenang, melainkan ketidakbecusan pemerintah membikin rakyatnya sejahtera.
Tidak usah jauh-jauh, deh. Dua presiden Indonesia, salah satunya adalah mantan mertua Pak Prabowo sendiri, dilengserkan mula-mula karena krisis ekonomi.Â
Tak ingin nasib buruk mantan mertuanya juga menimpa dirinya, maka sangat wajar kalau Pak Prabowo menempatkan program ini di daftar teratas. Tapi masalahnya, lagi-lagi, ada pada ketidakakuran antara visi dengan misinya. Alih-alih memberi stimulus ekonomi, Pak Prabowo justru memangkas, dengan jargon efisiensi, anggaran belanja di semua sektor pemerintahan.
Menebak jalan pikiran Pak Prabowo di sektor ekonomi
Pak Prabowo pernah berjanji untuk memberi makan gratis bagi semua anak sekolah. Dan itu adalah janji yang kini mati-matian berusaha dia tepati.Â
Sebenarnya tak ada yang keliru dengan pemberian makan gratis. Namun, program ini akan menjadi masalah besar kalau anggaran yang semestinya dipakai untuk hal lain malah dialihkan ke sana semua.
Efek pemotongan anggaran pemerintahan ini nggak main-main, lho. Kesampingkan dulu tentang tenaga honorer yang terpaksa dipecat.Â
Hal paling remeh seperti peniadaan kegiatan seremonial di instansi pemerintahan saja sudah pasti berdampak pada bisnis katering, event organizer, fotografi acara, dan bisnis kecil lain yang seluruhnya dilakukan oleh masyarakat.
Jika kita menggunakan analogi rumah tangga, langkah Pak Prabowo seperti seorang suami yang kepingin meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Caranya dengan memangkas jatah belanja bulanan istrinya dan mengalihkan duitnya untuk menambah jumlah lauk di piring makan anaknya.Â
Ketika sang istri mengomel dan bertanya apa alasan tindakan suaminya tersebut, dia berkata, “Sayangku, ini semua demi kemajuan ekonomi kita!”
Kontradiksi Presiden Indonesia
Agar tercipta kontradiksi ganda, Pak Prabowo membikin kabinet tergemuk dalam 50 tahun terakhir. Sampai tulisan ini rampung, tercatat ada 48 menteri dan 56 wakil menteri di dalam kabinetnya. Itu belum termasuk utusan khusus presiden, staf khusus presiden, dan staf khusus wakil presiden.
Jadi, ringkasnya, Pak Prabowo kepingin ekonomi Indonesia meroket hingga 8% per tahun dengan cara memotong anggaran belanja pemerintah. Padahal, langkah ini pasti berdampak buruk pada perekonomian nasional.Â
Di sisi lain, membikin kabinet tergemuk yang pasti membutuhkan lebih banyak anggaran dibandingkan kabinet era presiden-presiden sebelumnya. Kurang membingungkan apa, coba?
Dugaan #3: Pak Prabowo cuma kepingin jadi presiden
Dalam 100 hari pertama masa kepemimpinan Pak Prabowo, telah terjadi banyak peristiwa yang mengingatkan saya pada dekade terakhir era Orde Baru.
Pak Prabowo, sama seperti Soeharto, jarang terekspos di media. Semua kebijakan presiden disampaikan dan dieksekusi langsung oleh para menterinya. Tetapi, Pak Prabowo sedikit lebih kreatif dengan memakai akun medsos Partai Gerindra sebagai pengganti Harmoko yang menjadi jubir resminya.
Dan ini yang paling mirip dengan perilaku Soeharto. Dia melibatkan tentara untuk mengurusi sipil. Ini, bagaimanapun, sesuatu yang belum pernah terjadi sejak Orde Baru dijungkalkan dan Reformasi dicanangkan.Â
Pelibatan tentara di ranah sipil sudah terjadi sejak dia baru saja dilantik. Mengutip kabar dari BBC Indonesia, seorang perwira menengah aktif diangkatnya sebagai sekretaris kabinet. Dan belum lama ini, seorang mayor jenderal TNI yang juga masih aktif didapuk sebagai direktur utama Bulog.Â
Pada 6 Januari silam, ketika program Makan Bergizi Gratis dimulai, tentara tampak hadir di sekolah-sekola. Mereka ikut membagikan makanan kepada siswa. Nah, 5 hari kemudian, Badan Pengembangan Batam mengadakan rapat dengan Korem 033 Wira Pratama demi membahas proyek Rempang Eco City di Kepulauan Rempang.
Pada 21 Januari, Pak Prabowo menerbitkan PP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Menteri Pertahanan, bukan Menteri Kehutanan, yang ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Satgas Penertiban Kawasan Hutan, dan Kepala Staf Umum TNI beserta Panglima TNI ditunjuk sebagai Wakil Ketua.
Kecemasan yang saya rasakan
Sudah? Oh, belum. Pada 3 Februari, dalam Rapat Pimpinan TNI Angkatan Darat, Pak Prabowo secara khusus meminta TNI agar berkontribusi aktif dalam program ketahanan pangan. Lalu, 2 hari berselang, TNI AD menambah jumlah personel di 100 Batalyon Teritorial Pembangunan demi mendukung program swasembada pangan.Â
Lima hari kemudian, Panglima TNI Agus Subiyanto mengerahkan babinsa. Tujuannya untuk mengawal penjualan elpiji 3 kilo hingga ke tangan pengecer.
Sampai di sini, kecemasan merundung saya. Saya tidak ingin mengulang episode kelabu era Orde Baru, dan saya kira begitu pula dengan Anda. Namun, jika visi seseorang direpresentasikan melalui tindakan, maka tindakan paling terarah yang sudah dilakukan oleh Pak Prabowo adalah justru ingin menghidupkan kembali nuansa era pemerintahan mantan mertuanya.
Sebetulnya, Pak Prabowo itu mau ngapain?
Pembentukan kabinet gemuk adalah caranya bernegosiasi dengan kekuatan politik lain yang telah mengusungnya ke kursi kepresidenan. Sementara itu, Makan Bergizi Gratis sepertinya sekadar upaya untuk menuntaskan, setidaknya satu saja, janji politiknya di masa kampanye.
Kedua hal tersebut, saya kira, dilakukan Pak Prabowo bukan atas dasar inisiatif dan kerelaan hatinya sendiri. Ini semua karena dipaksa oleh kondisi dan tuntutan koalisi. Kita mestinya sudah tahu hal ini ketika Pak Prabowo mau-mau saja dipasangkan dengan Gibran.
Adalah pemotongan anggaran dan pelibatan kembali tentara di ranah sipil yang benar-benar muncul dari gagasannya sendiri. Dan untuk kedua hal itu, kita pantas untuk merasa cemas karena kita sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya kepingin dilakukan Pak Prabowo selain sekadar menjadi presiden.
Penulis: Mita Idhatul Khumaidah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Memilih Prabowo Subianto karena Gemoy Itu Sesat dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.












