Pak Moeldoko, Sampean Nggak Usah Sambat kalau Indonesia Nggak Maju-maju - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal PemiluBARU
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal PemiluBARU
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Pak Moeldoko, Sampean Nggak Usah Sambat kalau Indonesia Nggak Maju-maju

Ang Rijal Amin oleh Ang Rijal Amin
25 April 2021
0
A A
partai demokrat
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – “Ini kita harus mengeksplorasi lagi kenapa bangsa dulu itu peradabannya begitu tinggi. Kok sekarang seperti mundur?” kata Moeldoko.

Setiap kali mendengar kalimat “jatuh-bangun dan maju-mundurnya peradaban”, kepala saya kerap membayangkan peristiwa-peristiwa berdarah yang ditandai dengan konflik dan penggulingan tahta kerajaan yang menyebabkan segala perkara tetek bengek dalam mengurusi rakyat terbengkalai oleh kehendak untuk saling menjatuhkan dan mempertahankan kekuasaan.

Bahkan, saya pernah berbincang dengan seorang kawan yang mengeluhkan pelajaran sejarahnya di sekolah yang isinya terlalu banyak perkelahian. Seolah, peristiwa di abad-abad yang lampau hanya berisi permusuhan.

Anda sekalian pasti ingat dengan pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang jika dirampingkan, yang menonjol dari sejarah pasca kenabian (Khulafaur Rasyidin) hanyalah rentetan konflik politik, mulai dari perdebatan soal pengganti Nabi saw, pembangkangan terhadap khalifah Abu Bakar, Perang Jamal, Perang Shiffin, sampai peristiwa terbunuhnya cucu Nabi saw.

Persis ketika melintas di beranda Twitter saya perihal keheranan Pak Moeldoko soal peradaban Indonesia yang kian mundur, kepala saya langsung melacak konflik politik apa yang baru-baru ini terjadi sehingga menyadarkan Pak Moeldoko bahwa kita berjalan membelakangi cita-cita adiluhung bangsa ini.

Dan masih hangat di ingatan anak bangsa yang pendek ini, bahwa perebutan takhta yang belakangan terjadi justru dinahkodai oleh Jendral Moeldoko sendiri.

Baca Juga:

koalisi perubahan

PKS Dukung Pencalonan Anies, Koalisi Perubahan Siap Berlayar?

31 Januari 2023
parpol nasdem

NasDem Klaim Belum Ada Koalisi Perubahan, Gejala Perpecahan?

27 Januari 2023

Bagai seorang Muawiyah yang merampas takhta Ali bin Abi Thalib, Moeldoko merongrong kekuasaan AHY. Bedanya, kalau Muawiyah berhasil, Moeldoko justru gagal telak karena tak direstui Menhumkan dan Menkopolhukam.

Maka, membayangkan ketika Moeldoko ujug-ujug mengomentari kemunduran peradaban, ibarat Sukarno edo tensei yang marah karena Indonesia pernah berada di bawah kediktatoran demokrasi terpimpin, atau Soeharto edo tensei yang murka mengetahui rentetan tragedi HAM, mulai dari Petrus 1981-1985, Tanjung Priok 1984-1987, sampai penghilangan paksa 1997-1998.

Tapi apa lacur, kepala KSP kebanggaan kita itu seolah mendadak kena Genjutsu yang membuat kesadarannya terlempar di suatu medan perang melawan Muawiyah dan beliau berteriak-teriak membangkitkan semangat para pengikut Ali.

“Ini kita harus mengeksplorasi lagi kenapa bangsa dulu itu peradabannya begitu tinggi. Kok sekarang seperti mundur? Bagaimana ceritanya ini?”

Demikian tanya Pak Moeldoko, terheran-heran karena di zaman dahulu, orang-orang meninggalkan warisan semacam Candi Borobudur.

Sebetulnya benar saja apa yang dikatakan Pak Moeldoko. Di masa lalu, Candi Prambanan saja bahkan sanggup dibangun hanya dalam tempo semalam saja. Sementara sekarang, mau bangun kompleks olahraga saja malah mangkrak bertahun-tahun.

Jangankan proyek besar semacam Hambalang, mau bangun rumah ibadah saja bisa dirundung warga karena khawatir menciderai iman umat mayoritas.

Tapi masalahnya, tampak sekali bahwa Pak Moeldoko lupa kalau kemajuan suatu peradaban tidaklah diukur dari artefak yang ditinggalkannya.

Kalau begitu modelnya, bukankah negara-negara maju akan berlomba-lomba membangun kuil, candi, hingga gereja ketimbang mendorong kemajuan sains dan teknologi?

Kita tahu, kemajuan peradaban Islam yang dibangga-banggakan dulu itu tidaklah diukur dari pembangunan masjid seperti yang terjadi di Indonesia hari ini, melainkan berkat penemuan-penemuan dan perkembangan sains dan teknologi yang terus digerakkan.

Pemikiran soal artefak sebagai tolak ukur kemajuan sangatlah berbahaya. Serupa membangun tugu anti korupsi untuk menyepakati musnahnya praktik korupsi. Mengabaikan bahwa anggaran tugu tersebut justru telah dikorupsi. Ini semacam metode menyelesaikan masalah dengan menghindari pokok persoalannya.

Model berpikir di atas memang menjadikan segala hal lebih praktis dan mudah diselesaikan. Maka tak heran bila ada pejabat BUMN ujug-ujug ngidam pengen “meng-Kochiyose no Jutsu” Silicon Valley untuk menyelesaikan mangkraknya perkembangan sains di Indonesia, mengabaikan serentetan aspek dan proses panjang yang mesti dilalui.

Bahkan, untuk perkara sains saja, mereka membayangkan sedang membangun Candi Prambanan.

Dan tentu saja, model berpikir ini pula yang dipakai para pemberontak untuk merebut kekuasaan. Atau yang dipakai Moeldoko tatkala hampir menjadi ketua umum Partai Demokrat. Dikiranya, sebuah partai akan lebih baik jika beliau saja yang memimpin.

Jika sosok semacam Moeldoko tiba-tiba memiliki firasat bahwa Indonesia mengalami kemunduran, lantas makhluk semacam apa “kemunduran” yang beliau bayangkan? Apalagi Pak Moeldoko juga sebetulnya belum terlihat pernah mengambil langkah kemajuan. Eh.

Kita tahu, beliau salah satu sosok yang amat mendukung revisi UU KPK yang berakibat pada sekaratnya KPK hari ini. Selain itu, beliau juga menjadi pembela penuh waktu Omnibus Law.

Padahal, dua kebijakan itu merupakan langkah kontra bagi reformasi dan cita-cita konstitusi, yang menandakan bahwa, bangsa ini dilempar satu abad ke belakang. Dan Pak Moeldoko, justru menjadi bagian dari keterlemparan itu.

Tak ada angin tak ada hujan, tak berselang lama setelah ia mengaduk-aduk partai politik milik orang lain, orang yang sama justru terheran-heran dengan kemunduran Indonesia. Padahal, kita membayangkan mumpung masih Ramadan, Pak Moeldoko tengah menyesali sedalam-dalamnya segala perbuatannya selama ini.

Atau jangan-jangan, Pak Moeldoko yang heran dengan kemunduran bangsanya adalah sosok berbeda dari Pak Moeldoko yang kemarin diangkat sebagai Ketum Partai Demokrat versi KLB?

Jangan-jangan, Pak Moeldoko yang sekarang adalah versi edo tensei yang juga bakalan kaget ketika diberi tahu kalau Jendral Moeldoko di masa lalu pernah hampir “mengkudeta” Partai Demokrat dan ikut berbahagia saat revisi UU KPK dan Omnibus Law disahkan?

Kalau begitu, jika Pak Moeldoko edo tensei minta diceritakan soal kemunduran peradaban Indonesia. Saya yakin, sosok yang paling otoritatif untuk menjelaskan seluk beluk kenapa bangsa ini belakangan terlihat mundur ya sosok itu adalah dirinya sendiri.

BACA JUGA Gaj Ahmada dan Majapahit dalam Pusaran Tragedi Pertanyaan ‘Kapan Kawin?’ dan tulisan Ang Rijal Amin lainnya.

Terakhir diperbarui pada 25 April 2021 oleh

Tags: abu bakarAli bin Abi ThalibborobudurdemokratKLBMoeldokoprambananSoehartoSukarno
Ang Rijal Amin

Ang Rijal Amin

Anggota komunitas literasi Ma Lino. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

koalisi perubahan
Kotak Suara

PKS Dukung Pencalonan Anies, Koalisi Perubahan Siap Berlayar?

31 Januari 2023
parpol nasdem
Kotak Suara

NasDem Klaim Belum Ada Koalisi Perubahan, Gejala Perpecahan?

27 Januari 2023
Warung Soto Sawah yang dapat pesan dari Presiden Sukarno
Goyang Lidah

Warung Soto Sawah yang Empat Generasi Dapat Pesan Khusus dari Presiden Sukarno

18 Januari 2023
borobudur highland mojok.co
Ekonomi

Membentang di Kulon Progo, Megaproyek Borobudur Highland Dibangun 

25 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Kisah Nabi Ayyub: Merasa Tak Pantas Minta Doa Kesembuhan Meski Sakit Kulit Bertahun-tahun

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

po bus mojok.co

5 PO Bus AKAP Terbaik Versi Kementerian Perhubungan 

6 Februari 2023
Surat Cinta untuk Warga Solo: Jangan Ulangi Problem Pariwisata Jogja MOJOK.CO

Surat Cinta untuk Warga Solo: Jangan Ulangi Problem Pariwisata Jogja

4 Februari 2023
partai demokrat

Pak Moeldoko, Sampean Nggak Usah Sambat kalau Indonesia Nggak Maju-maju

25 April 2021
Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja. MOJOK.CO

Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja

4 Februari 2023
Malang Kucecwara Kehormatan Arema FC dan Aremania yang Kini Sirna MOJOK.CO

Malang Kucecwara: Kehormatan Arema FC dan Aremania yang Kini Sirna

8 Februari 2023
Analisis Buruknya Crowd Management Konser Dewa 19 di JIS MOJOK.CO

Analisis Buruknya Crowd Management Konser Dewa 19 di JIS

6 Februari 2023
Erick Thohir Diasuh Glory Hunter Pange dan Tsamara Amany MOJOK.CO

Mempertanyakan Mesin B.E.D.A Erick Thohir Asuhan Pange dan Tsamara Amany yang Nggak Ada Bedanya

3 Februari 2023

Terbaru

Aksi klitih terjadi di titik nol kilometer. MOJOK.CO

Aksi Klitih Kembali Terjadi di Jogja, Pelaku Nekat Bacok Korban di Titik Nol Km

8 Februari 2023
khofifah cawapres

Mendulang Suara Lewat Khofifah

8 Februari 2023
pedagang di harlah 1 abad nu mojok.co

Para Pedagang yang Berburu ‘Berkah’ di Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU

8 Februari 2023
Penemuan kerangka manusia, Rabu (8:2:2023) yang diidentifikasi sebagai Kasijo dievakulasi oleh tim forensik kepolisian. MOJOK.CO

Penemuan Kerangka Manusia di Godean, Berawal dari Mimpi Sarjiman

8 Februari 2023
tim sukses kampanye pemilu

Orang-orang Ini Nggak Boleh Ikut Kampanye Pemilu, Kalau Ngeyel Bisa Kena Sanksi

8 Februari 2023
Spiderman dan Cerita-cerita Menyentuh di Resepsi Puncak Harlah Satu Abad NU MOJOK.CO

Spider-Man yang Jalan Kaki 50 Km dan Cerita-cerita Menyentuh di Resepsi Satu Abad NU 

8 Februari 2023
partai hijau indonesia

Mengenal Partai Hijau Indonesia: Suarakan Isu Lingkungan, Anti Mengultuskan Pemimpin

8 Februari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Podium
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In