Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Menyambung Napas Kemerdekaan Indonesia dengan Jualan Candu

Hariadin oleh Hariadin
12 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Siapa sangka candu pernah memberi sumbangsih besar untuk bangsa ini. Bahkan sedikitnya bisa membantu secara finansial dalam proses perjuangannya.

Dilihat dari sudut mana pun, candu memang identik dengan hal-hal negatif. Mau dari perspektif agama, norma, hukum, atau budaya, semua menentang barang haram ini.

Hanya saja ketika keadaan mendesak selalu saja muncul sudut pandang lain. Seperti upaya pejuang kemerdekaan dan para pedagang Tionghoa kala badai Agresi Militer Belanda ke-II mengempas Bumi Pertiwi.

Pergumulan sengit pada tahun 1948 itu telah menciptakan situasi mencekam. Serupa telur di ujung tanduk, bahkan nyaris lenyap dari sejarah.

Ya gimana ya, Agresi Belanda ke-II yang ugal-ugalan itu sempat bikin Indonesia yang masih kinyis-kinyis itu kayak dihantam stroke. Benar-benar hampir lumpuh.

Para Founding Father ditangkap dan diasingkannya. Bung Karno, Sjahrir, dan Haji Agus Salim diterbangkan ke Berastagi dan Parapat, Sumatra Utara. Sementara Hatta, Soerjadarma, Assaat dan Pringgodigdo diselipkan ke Bukit Menumbing, Bangka Barat.

Sigap membaca keadaan, Syarifuddin Prawiranegara yang lolos dari penangkapan, selang tiga hari setelah agresi segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra pada tanggal 22 Desember 1948.

Sikap ngeyel yang penting untuk tidak tunduk dengan Belanda.

Dari situ, mereka giat mengabarkan lewat radio transmitter dan mobiele x-mitter yang dioperasikan AURI,  bahwa Indonesia belum menyerah, masih ada, masih tetap kukuh melawan.

Bumi Melayu kala itu menjadi sentral berkobarnya api perlawanan, kendati apinya kecil namun tetap bersikeras mempertahankan cahayanya, sekalipun badai agresi malang-melintang. Di tengah hutan, mereka menyelinap di balik pepohonan yang menikam langit sembari menyusun strategi.

Hidup nomaden dari satu nagari ke nagari lainnya menjadi tak terhindarkan. “Somewhere in the jungle,” kala itu menjadi istilah yang cukup populer untuk menerangkan lokasi PDRI. Dalam persembunyiannya, beruntung masih ada beberapa nagari yang sangat bersemangat bergilir memberikan asupan perjuangan berupa nasi bungkus.

Risih menyaksikan para pejuang kemerdekaan tak juga fasih mengucap kata menyerah, membikin Belanda berang. Jalur pasokan perbekalan dan persenjataan pun diputusnya dengan memberlakukan blokade darat dan laut.

Serupa semut, Pasukan Belanda tersebar di mana-mana. Blokade itu sempat membuat pejuang kemerdekaan terdesak, yang memaksa mereka mesti memikirkan solusinya sesegera mungkin, apa pun itu.

Pada akhirnya, sampailah para pejuang kemerdekaan pada sebuah kesimpuan bahwa untuk menyambung napas perjuangan, mereka harus menyelundupkan berbagai hasil pertanian guna dibarter dengan perbekalan dan persenjataan.

Iklan

Jika militer sekarang akan selalu berupaya menggagalkan penyelundupan, pada situasi saat itu penyelundupan justru mengambil peran penting. Dan dalam setiap aktivitas itu, selalu ada doa dan harapan mengiringinya. Ya, nasib Indonesia sedikitnya, bergantung dari usaha itu.

Teuku Mohamad Daud, seorang veteran, mengabarkan kesaksiannya.

“Kami terpaksa mendanai perlengkapan baru dengan menyelundupkan hasil-hasil pertanian dari Riau. Ternyata itu pekerjaan yang sangat sulit karena kami tidak punya keahlian dalam perdagangan barter.”

Bukan hanya kemampuan bersembunyi dan menembak yang mesti dimiliki para pejuang. Dalam kondisi seperti itu mereka juga dituntut agar memiliki pengetahuan lebih mengenai dunia perdagang. Mungkin, softskill inilah yang diwariskan pada panglima-panglima militer pada era Orde Baru.

Dalam tiap penyelundupan, tantara pejuang tidak sendiri. Banyak tangan yang turut berpartisipasi dalam aktivitas itu dan yang paling getol ya orang-orang Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang keliling.

Mereka memiliki kegigihan yang luar biasa, menghindari pengawasan militer Belanda dan masuk hutan demi melakukan barter. Dalam situasi yang serba sulit itu, barang apa pun, selama bisa dibarter dengan pasokan persenjataan dan perbekalan, menjadi berharga.

“Sebagai suntikan modal, kadang-kadang kami menerima peti-peti candu mentah yang dikirim dari Pulau Jawa dengan pesawat kecil. Kami menjual candu itu dan komoditas lain kepada para pedagang Tionghoa di Pekanbaru yang kemudian menyelundupkannya ke Malaya.”

Penuh hikmat, Daud menuturkan pengalamannya pada Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam buku Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar Bisnis Soeharto (hlm. 45-46).

Salah satu Tionghoa yang terkenal soal penyelundupan karena aksi-aksi heroiknya dalam menerjang ombak, berkelok di antara peluru dan bom demi memasok perbekalan dan persenjataan para pejuang ialah John Lie, yang juga dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma.

Jalur operasinya, membentang dari Singapura, Penang, Manila, Bangkok, Ranggoon sampai New Delhi. Dia sih tak bersoal dengan empat buah kapalnya yang hancur karena aksinya, selama masih bisa menyambung napas perjuangan dalam mempertahankan Indonesia.

Lie mendadak jadi “donatur” yang penting. Kehadirannya, mencegah putus asa menyapa pejuang yang mulai kekurangan suplai senjata. Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Lie sebagai pahlawan setelah 21 tahun kematiannya (2009) bukanlah tanpa alasan.

Sejak dulu, candu merupakan barang dagangan yang banyak memberi keuntungan. Bahkan sampai saat ini, ada beberapa negara yang telah melegalkan barang haram ini dengan syarat jumlah yang terbatas sesuai peraturan negara masing-masing.

Seperti Belanda, Siprus, Meksiko, Kolumbia, Spanyol, beberapa negara bagian Amerika Serikat dan lainnya. Beruntung Indonesia saat ini tidak kecanduan untuk sampai melegalkannya.

Hal yang perlu dipahami, situasi penyelundupan candu saat itu bukan untuk mengisi kas negara, melainkan demi mendanai persenjataan. Siapa yang menyangka, dalam kondisi seperti itu, barang-barang haram seperti candu, justru memiliki peran penting.

Pada akhirnya pada tahun 1949, tekanan politik internasional berhasil memaksa Belanda ke meja perundingan. Agresi Militer Belanda ke-II berhenti setelah Perjanjian Roem-Royen diteken, yang mengharuskan Pemerintah Kolonial itu hengkang dari Indonesia.

Penderitaan selama tujuh bulan itu berakhir juga. Syarifuddin kemudian dengan bangga menyerahkan posisinya sebagai pemimpin PDRI ke pundak NKRI. Dari situ, aktivitas penyelundupan akhirnya dihentikan oleh para pejuang yang kemudian dikenal dengan sebutan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Angin segar pun berembus ke seluruh penjuru. Saking segarnya, membuat setiap penghirupnya teralienasi dari sejarah bangsanya sendiri. Kita kerap lupa bahwa kemerdekaan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ia melangkah sepaket dengan pengorbanan di lubang lumpur sebagai karibnya.

Cukup Syarifudin yang mengendap-ngendap di belantara hutan rimba. Tak perlu kita ikut-ikutan bersembunyi di antara bait-bait suci untuk menjelaskan siapa kita.

Tiada yang betul-betul bersih dan pula setiap sesuatu memiliki tempat dan perannya masing-masing. Seperti halnya John Lie dengan kapalnya, barang-barang candu dengan senjata, dan nasi bungkus dengan napas perjuangan.

Pada titik itu, kita harus maklum bahwa kita tak pernah utuh mengenal bangsa ini, sebagaimana kita tak pernah tahu apakah semangat penyelundupan candu itu masih diteruskan atau tidak. Eh.

Terakhir diperbarui pada 12 Februari 2019 oleh

Tags: belandaBung KarnocanduJohn LieOrde Barupejuang kemerdekaanSoehartoTNI
Hariadin

Hariadin

Tinggal di Makassar.

Artikel Terkait

Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional MOJOK.CO
Ragam

Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional. Sejarawan: Pragmatis dan Keliru

11 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.