Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Mengkritik Omnibus Law Memakai Teori Mahfud MD, Sang Menko Polhukam Sendiri

Ang Rijal Amin oleh Ang Rijal Amin
24 Oktober 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pak Mahfud MD sekarang kalau ngomongin Omnibus Law jadi normatif kayak sedang mendamaikan orang mau cerai di pengadilan agama.

Pada diskusi ILC dengan tema satu tahun Jokowi-Ma’ruf, Zainal Arifin Mochtar sempat menyinggung kalau sekarang, sudah tidak zamannya lagi mendidik rakyat dengan jargon dan mistifikasi.

“Jangan khawatir, kami pasti tidak akan menyakiti rakyat,” begitu Zainal memberi contoh.

Maka, akibat dari pemberian contoh tersebut, muncullah jargon dan mistifikasi lain, bahwa Pemerintah mana pun pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, salah sekaligus benar, serta tidak ada Pemerintah yang sempurna di dunia mana pun.

Ya, itulah ucapan dari sang guru besar hukum Indonesia, Pak Mahfud MD.

Kalimat itu sebenarnya juga menunjukkan, bahwa tidak ada yang paling tersiksa hidupnya di Indonesia saat ini melampaui Pak Mahfud. Bukannya saya terlalu berlebihan, tetapi begitulah kata untuk mengungkapkan bagaimana Pak Mahfud diserang kanan-kiri, atas-bawah, dan depan-belakang.

Serangan-serangan itu memang sedikit saja yang langsung mengarah ke Pak Mahfud MD, tapi serangan-serangan yang tak terlihat sebetulnya mau tak mau selalu menampar wajah Pak Mahfud bak terpaan angin topan.

Kalau tak percaya, cobalah lihat kritikan yang mengarah pada Pak Mahfud MD, dari sekian kritikan itu, pasti yang merasa risih adalah Pak Mahfud sendiri. Kritikan itu tidak akan menyasar orang lain lagi seperti Jokowi, misalnya, karena beban substansinya memang tidak mengandung bias lagi.

Contohnya saja ketika Pak Mahfud menyamakan perempuan dan korona, adakah orang-orang ikut menyalahkan Jokowi-Ma’ruf serta Luhut? Kan tidak.

Tetapi berbeda ceritanya kalau yang bermasalah adalah Jokowi-Ma’ruf, karena mau tak mau, jika problematika menyangkut hukum dan demokrasi, pastilah orang-orang akan terpantik untuk bertanya, apa respons Pak Mahfud MD? Kenapa dia diam saja tidak mencegah?

Contohnya saja ketika heboh salah ketik Omnibus Law RUU Cipta Kerja beberapa bulan lalu, yang menyebutkan kalau UU bisa diganti dengan Peraturan Pemerintah, ujug-ujug wartawan akan meminta konfirmasi ke Pak Mahfud.

Dan Pak Mahfud pula yang pada akhirnya harus menanggung malu dengan jawaban tertekan, yang mau tidak mau menjadi sangat norak, yakni, “Salah ketik.”

Begitu pula pada ILC malam itu, ketika Zainal Arifin Mochtar dan Asfinawati mengritik habis-habisan UU Cilaka, lagi-lagi yang paling merasa terbebani adalah Pak Mahfud MD.

Tidak, tidak, ini bukan masalah Pak Mahfud MD ditempatkan sebagai pembicara akhir atau karena menjabat Menkopulhukam, tapi lebih dari itu. Selama ini beliau adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dan yang ditunggu-tunggu argumentasinya di bidang hukum.

Iklan

Pendapat-pendapatnya kerap menjadi rujukan, apalagi di tahun-tahun tertentu Kompas pernah menjadikannya kolumnis yang rutin mengisi rubrik opini.

Alhasil, kalau ada mahasiswa atau dosen hukum kok kritisnya kelewatan, sulit membayangkan kalau mereka tidak pernah mencicipi jalan pikiran guru besar itu. Bahkan, rata-rata ahli hukum yang tampil di ILC kerap kita saksikan mengutip buku atau sekadar pendapatnya.

Sehingga, ketika tiba-tiba Zainal Arifin Mochtar mendaku sebagai murid dari Pak Mahfud MD, percaya tidak percaya, kalimat itu bagai petir yang menggelegar mengingatkan kembali Pak Mahfud pada masa silam ketika dia sedang kritis-kritisnya sebagai akademisi organik yang membela rakyat dari muslihat penguasa.

Dan, tiap kali ada orang menjelek-jelekkan dan mencemooh amburadulnya Omnibus Law UU Ciptaker itu, sulit untuk berbaik sangka kalau Pak Mahfud mD sedang baik-baik saja mendengar terpaan-terpaan itu.

Memang orang-orang akan mengkritik DPR dan Jokowi yang terlalu obsesi dengan investasi, tapi jangan Anda kira Pak Mahfud tidak sakit hati. Hawong ilmunya yang bertebaran itu dipakai murid-muridnya untuk mengkritik dirinya sendiri.

Maka, apa pun kritik atas kegilaan legislasi di Indonesia, bias-biasnya yang tajam itu pasti mau tidak mau pada akhirnya akan mengarah juga pada sang tauladan di bidang hukum, yakni Pak Mahfud MD.

Sehingga, tidak heran ketika Pak Mahfud tampil terakhir di ILC, pernyataan-pernyataannya sangat diplomatis layaknya mediator yang hendak mendamaikan dua orang yang tengah mengajukan cerai di pengadilan agama.

Hayaaa maklum, pasti sangat berat berada di posisi beliau. Bagaimana agar tetap memperlihatkan kewarasan di tengah kacaunya penyelenggaraan negara yang kerap menyingkirkan nurani keadilan? Susah itu, Buuung.

Tentu saja penampilan Pak Mahfud MD (baik di ILC maupun di reality show Pemerintahan) sangat mengecewakan dengan kalimat-kalimat retoris yang tak memuaskan dahaga publik untuk menyingkap tabir-tabir kepalsuan dari “niat baik” membuat Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Dengan retorika sempoyongan itu, blio berusaha mendudukkan secara netral persoalan-persoalan yang dihadapi Pemerintah. Tiada lain dengan menawarkan usul Judicial Review (JR) Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan alasan, itulah mekanisme yang dapat dilakukan oleh kita, negara hukum.

Tapi walau bagaimana pun Pak Mahfud mendandani mekanisme JR ke MK karena negara memang bisa salah dan bisa benar, tetap saja kita tahu itu bukan jawaban dari dalam hati nuraninya.

Ada jawaban lain yang akan blio ungkap seandainya bukan Menkopolhukam. Sebab kita tahu, negara tidak netral, produk hukum adalah produk politik, negara bisa saja dengan sengaja membuat aturan yang sewenang-wenang.

Tapi sialnya, tidak mudah bagi Pak Mahfud MD mengkritik sebagai Menkopolhukam, jadi di sini saya bantu rasa penasaran khalayak untuk mengira-ngira apa isi hati nurani Pak Mahfud berdasarkan teorinya sendiri.

Dulu pada masa Orde Baru, produk hukum kerap tidak berpihak pada rakyat dan sewenang-wenang. Karena memang konfigurasi politiknya otoriter, maka jawabannya adalah demokrasi supaya produk hukumnya responsif dan populis.

Lantas apakah pada era reformasi betul demikian? Responsif dan populis?

“Tidak, karena konfigurasi politik tidak menjadi demokratis, melainkan oligarkis,” kata Pak Mahfud merevisi teori lamanya (ada di buku, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu karya Mahfud MD).

Pada akhirnya, kita tidak perlu heran kalau watak produk hukum dari demokrasi di Indonesia tetap konservatif/ortodoks/elitis, alias tetap berpihak pada elite kekuasaan dan oligarki meski sudah reformasi.

Maka, ketika Omnibus Law UU Cipta Kerja dibikin pada masa oligarki sedang kuat-kuatnya mencengkeram negara, tentu saja produk hukumnya elitis, dan memang bukan dibikin untuk menyenangkan masyarakat bawah.

Ini bukan Pemerintah bisa salah bisa benar (kayak kata Pak Mahfud MD), tapi memang orang-orang di pemerintahan atau Senayan itu ogah bikin produk hukum yang berpihak ke kelompok proletar, lemah, atau minoritas…

….karena memang orang-orang yang bikin undang-undang tidak berasal dari kelompok-kelompok itu.

Benar begitu kan, Pak Mahfud?

BACA JUGA Bercita-cita Jadi Jokowi, Bang Jago Paling Ultimate Sejagat Raya dan tulisan Ang Rijal Amin lainnya.

Terakhir diperbarui pada 3 November 2020 oleh

Tags: ILCmahfud mdomnibus lawUU cilaka
Ang Rijal Amin

Ang Rijal Amin

Anggota komunitas literasi Ma Lino. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

menulis di media, dahlan iskan.MOJOK.CO
Ragam

Menulis di Media adalah Cara Termudah Menjadi Terkenal dan Meninggalkan “Warisan”

17 April 2025
Dirty Vote: Kebenaran yang Tidak Bisa Dinikmati Rakyat Biasa MOJOK.CO
Esai

Dirty Vote Menghadirkan Data yang Luar Biasa Terkait Kecurangan Pemilu 2024, tapi Sayangnya Tidak Ditonton Rakyat Biasa

12 Februari 2024
mojok mentok mahfud md vs gibran debat cawapres
Video

Etika Gibran ke Mahfud MD Saat Debat Cawapres Menuai Sorotan Media Asing

26 Januari 2024
lurah panggungharjo bantul yang disebut mahfud md di debat cawapres.MOJOK.CO
Aktual

Dipuji Mahfud MD, Lurah Panggungharjo Blak-blakan: Desa Tidak Maju karena Negara Terlalu Mengatur

22 Januari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Teknisi dealer Yamaha asal Sumatera Utara, Robet B Simanullang ukir prestasi di ajang dunia WTGP 2025 MOJOK.CO

Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

16 Desember 2025
Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat "Suami" bahkan "Nyawa" Mojok.co

Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

19 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.