MOJOK.CO – Menghadapi buku bajakan, apakah pemerintah tetap segagah seperti ketika melarang TikTok Shop? Kalau bingung, biar saya saja yang mengawal, deh.
Dalam 2 bulan terakhir, perkara TikTok Shop vs Pedagang Tanah Abang mencapai babak baru. Setelah dorongan demi dorongan, para pedagang akhirnya menang. Aspirasi mereka akhirnya terwujud setelah pemerintah melarang TikTok berjualan di aplikasi medsos. Tidak hanya itu, Kementerian Perdagangan juga melarang e-commerce untuk menjual barang impor atau barang yang dijual dari luar negeri.
Di luar perkara penutupan TikTok Shop menguntungkan siapa, atau perkara para pedagang yang “dikasih hati minta ampela”, kita bisa melihat jika pemerintah sebenarnya punya kekuatan dan bisa mengatur persoalan perdagangan barang impor yang meresahkan Pedagang Tanah Abang. Jika mau, negara bisa menertibkan perkara seperti itu.
Melarang TikTok Shop, tapi kok nggak berdaya memberantas buku bajakan di Shopee?
Melihat persoalan ini, saya merasa, negara sebenarnya punya kekuatan dan bisa saja membuat regulasi untuk melarang perdagangan buku ilegal di platform e-commerce. Apalagi, jika kita mau jujur, platform seperti Shopee justru menjadi salah satu pusat perdagangan buku ilegal terbesar di Indonesia. Tentu buku bajakan juga ada di e-commerce lain, tapi yang paling marak ya di Shopee itu.
Sebagai contoh, di Shopee ada satu akun pedagang, yang menjual buku Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan dengan harga di bawah standar, yaitu Rp33.000. Harga asli buku itu Rp78.000. Kalau mendapat diskon saja, paling murah di Rp55.000 sampai Rp62.000. Barulah, ketika saya cek kolom penilaian produknya, terpampanglah sebuah gambar cover yang kualitasnya cetaknya buruk. Dari gambar tersebut jelas kita bisa menilai kalau yang dijual adalah buku bajakan.
Buku tersebut telah terjual sebanyak 45 kali. Ini mungkin bukan angka yang sebenarnya. Biasanya, link produk untuk buku bajakan akan dihapus jika ketahuan, atau mendapatkan pelanggaran dari Shopee.
Namun, kemudian bukunya akan dijual lagi dengan link yang baru, dan tetap beredar di Shopee selayaknya produk resmi dan asli. Dan biasanya, penjual buku bajakan mengakali regulasi dengan memasukkan produknya bukan di kategori buku bacaan namun kategori lainnya seperti olahraga dan outdoor.
Di lapak penjual itu terdapat sekitar 800 produk yang dijual. Mereka telah mendapatkan 5.600an penilaian selama 3 tahun berjualan. Angka yang lumayan besar, ketimbang lapak buku online lain yang menjual buku asli. Sepanjang saya cek, kebanyakan produk di lapak itu harganya di bawah rata-rata, dan banyak di antaranya adalah buku bajakan. Contoh buku bajakan lain di lapak Shopee ini adalah Cantik Itu Luka yang dijual Rp30.500 dari harga asli di angka Rp125.000.
Lapak buku asli yang menderita
Di sisi yang lain, ada satu lapak buku online yang hanya menjual buku asli, tidak bisa mendapatkan penjualan sebanyak lapak buku bajakan itu. Dalam kurun waktu yang lebih lama, 6 tahun berjualan, toko buku ini hanya berhasil mendapatkan sekitar 2.000 penilaian saja.
Kenapa begitu? Tentu saja karena pemerintah dan platform seperti Shopee tidak bisa menertibkan pedagang buku bajakan sehingga tercipta kondisi pasar yang tidak adil untuk penerbit, penulis, dan penjual buku. Padahal menertibkan TikTok Shop saja mau dan mampu.
Sangat miris melihat kondisi di atas. Penerbit dan penulis sudah susah payah memproduksi buku. Kemudian, pembajak menjualnya secara terang-terangan berjejeran dengan buku aslinya. Dan yang lebih pahit adalah buku bajakan lebih laku. Produsen dan penjual buku bajakan mendapatkan keuntungan, sementara penerbit mati perlahan.
Bahwa konsumen mengincar produk dengan harga murah adalah hal yang wajar. Toh konsumen memang hanya loyal pada harga. Jika ada barang yang lebih murah, mereka akan beralih. Sama saja ketika ada barang yang dilarang, mereka akan beralih ke produk lain. Cara paling mudah melihat perilaku ini adalah dengan melihat bagaimana live TikTok tetap ramai walau penjualan kemudian dialihkan ke platform lain seperti Shopee atau Tokopedia. Jika TikTok Shop mati, selama ada yang lain, mereka tak peduli. Apalagi kabarnya TikTok Shop akan menjadi aplikasi sendiri.
Negara harus tegas, setegas melarang TikTok Shop
Karena itulah kemudian, agar terciptanya tata niaga dan industri yang sehat, sudah seharusnya negara dan pemerintah turut campur untuk mengentaskan permasalahan buku bajakan. Apakah negara membutuhkan dorongan? Saya kira, pelaku industri perbukuan sudah lama melakukannya. Bahkan, mereka sudah mendesak pemerintah sampai bosan.
Lah, mereka sudah mendesak selama puluhan tahun, tapi negara hanya diam. Dari zaman masih jualan di toko hingga di marketplace, buku bajakan tetap tumbuh subur, dan harapan industri perbukuan malah jadi terkubur.
Sekarang, negara sudah mau dan mampu turun tangan langsung untuk urusan TikTok Shop. Negara juga mau dan mampu, kok, melarang perdagangan barang dari luar negeri secara langsung.
Melihat negara sebenarnya punya kuasa untuk menertibkan persoalan ini, saya kira sudah saatnya para penerbit dan pelaku industri perbukuan untuk sekali lagi bersatu. Mari, kita mendorong pemerintah secara serentak agar mau membuat regulasi yang melarang perdagangan buku bajakan.
Produsen dan penjual buku bajakan harus mendapat hukuman berat
Kita wajib mendorong pemerintah supaya regulasi pelarangan buku bajakan. Khususnya supaya mereka yang memproduksi dan menjual sama-sama mendapatkan sanksi tegas. Jika masih mengurus dengan cara seperti sekarang, buku bajakan tidak akan mati. Apalagi kalau produsen dan penjual buku bajakan hanya mendapatkan peringatan, bukan hukuman berat.
Jika negara tidak tahu atau bingung bentuk regulasinya seperti apa, kami sebagai pelaku industri perbukuan siap memberikan masukan dan mengawal regulasinya. Saya pribadi sudah mempertimbangkan beragam pasal untuk masuk ke dalam regulasi. Yang penting, nantinya regulasi ini harus sesuai dengan keinginan industri perbukuan, dan memberikan hukuman yang berat bagi pendukung buku bajakan. Jadi, menggunakan regulasi yang ketat, platform online akan tunduk ketimbang mereka harus tutup.
Hanya dengan hukuman berat, baik pidana atau perdata, pelaku peredaran buku ilegal bisa merasakan jera. Kalau cuma mematikan akun, menggerebek pabrik, dan menyita buku, maka peredaran buku bajakan akan kembali berjalan normal dalam waktu 2 sampai 3 hari saja. Kalau sudah begitu, buku bajakan tetap tumbuh subur dan penerbit perlahan terkubur.
Penulis: Aditia Purnomo
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 8 Fakta Penting yang Wajib Anda Tahu Tentang Buku Bajakan dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.