MOJOK.CO – Di bidang pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain Indonesia boleh kalah sama Inggris, tapi kalau soal kualitas pembalut, Inggris cuma medioker. Suampah.
Kalau saya bilang Inggris, apa yang ada di benak sodara-sodara?
Mungkin sodara-sodara bakal bilang itu negara maju lah, negaranya David Beckham lah, negaranya Emyu lah, tapi you know what, ini negara kalah jauh dari negara kita tercintah dalam hal kualitas pembalut.
Yup, ini bener. Iya pembalut, itu lho yang sama warga negara berflower kita ini sering disebut softex meskipun mereknya Charm, Laurier, atau Kotex.
Nah, kalau dari kita sering banget malu mengakui sebagai warga negara Indonesia, untuk urusan perpembalutan ini kita pantas menepuk dada karena negara kita jauh lebih maju dibandingkan Inggris.
Di bidang-bidang lain kayak pendidikan, ekonomi, atau politik kita memang kalah jauh, tapi kalau soal pembalut, kualitas pembalut Inggris mah cuma klub medioker di hadapan pembalut Indonesia. Yah, jika diibaratkan mungkin kayak perbandingan antara Real Madrid sama Persipa Pati lah.
Soalnya di Inggris ini, mencari pembalut yang pas di pantat itu benar-benar tak semudah membalik telapak tangan. Lika-liku yang harus dihadapi sangat panjang dan kompleks. Bahkan kadang sampai menguras air mata saking pilunya. Hiks.
Nah, berikut ini beberapa pengalaman yang menunjukkan rendahnya kualitas pembalut di Inggris.
Pembalut tanpa subsidi pemerintah
Kalau waktu sekolah dulu kita diajari bahwa kebutuhan pokok manusia itu terdiri dari sandang, pangan, dan papan maka kemungkinan besar yang bikin materi itu bukan perempuan.
Tahu sendiri kan kalau pembalut a.k.a softex ini termasuk salah satu kebutuhan pokok perempuan juga. Ya kali kita masih pakai kain yang dilipat-lipat macam jaman nenek moyang kita dulu. Kan nggak banget lah yaw…
Nah, karena ini kebutuhan pokok, harusnya kan Pemerintah Inggris ngasih subsidi gitu ya terutama buat sobat misquen kayak kita. Soalnya, di Inggris ini harga pembalut benar-benar mahal sekaleee.
Jangan tanya berapa pasti kisaran nominalnya. Label harganya di supermarket saja bisa bikin saya sakit kepala dan mata berkunang-kunang. Sebagai perbandingan biar kamu bisa ikutan pusing bareng saya, satu pak pembalut isi 10 yang paling murah saja harganya sama dengan harga ayam 1 kilo.
Sekarang gimana coba buat emak-emak kayak saya gini? Ya kan saya jadi mikir, itu duit buat beli pembalut apa beli ayam aja ya? Duh, duh, dasar Pemerintahan Inggris ini memang darurat subsidi pembalut berkualitas.
Pada nggak bisa terbang
Kalau di Indonesia, pembalut pakai sayap kan pemandangan yang biasa. Bahkan konon ada yang pernah lihat pembalut di Indonesia migrasi ketika musim berganti. Mana pakai formasi V lagi terbangnya.
Nah di Inggris sini, saya harus melek sampek mata rasanya mau copot buat nyari pembalut yang bisa terbang. Jarang banget ada pembalut yang ada sayapnya. Nggak keren banget kan? Dan siap-siap aja dengan harga yang tentunya lebih mahal kalau mau yang bisa terbang. Apalagi yang bisa migrasi segala.
Perekatnya nggak lengket, Buk
Masih lanjut masalah pembalut dengan sayap di atas. Sekalinya ketemu pembalut yang ada sayapnya, pas mau dipakai ternyata perekatnya nggak nempel. Hedeh, kan huashem. Akan tetapi saking kreatifnya saya sebagai warga negara +62, saya pakai dobeltip dong. Kreatif kan?
Asal kamu tahu aja nih, pembalut di Inggris dengan perekatnya yang nempel-tak-mau-tapi-mau-copot-segan ini nggak hanya terjadi pada pembalut yang ada sayapnya doang. Hampir semua jenis pembalut di Inggris ini nggak pada mau nempel.
Pernah nih suatu ketika saya merasa kok ada yang ngganjel di paha saya. Begitu saya cek, ya ampyun…. Itu pembalut udah lengser dan jatuh sampai ke paha. Untungnya saya pakai legging, bayangkan kalau nggak, itu roti berselai bisa turun sampai ke jalanan dan jadi headline surat kabar.
Mau cari yang slim? Siap-siap bocor
Nah, bagi generasi papan atas perpembalutan di Indonesia sudah diciptakan pembalut yang tipis banget yang nggak bikin pantat kita kayak Doraemon. Tentu setelah dengan penelitian bertahun-tahun dan teknologi super canggih. Sayangnya, yang begitu-begitu jangan harap bisa menemukan teknologi yang sama di sini.
Sebagai perbandingan, di Indonesia saya selalu pakai pembalut merek Charm yang wing dan slim. Dan seumur-umur nggak pernah mengalami kebocoran. Waktu saya sampai di Inggris, otomatis saya cari pembalut yang slim dong.
Waktu saya buka. Hm, udah punya perasaan nggak enak lihat produknya. Ya bayangkan aja, iya slim sih, tapi bentuknya tuh cuma kayak kain kasa dua lapis yang ditumpuk. Dalam hati saya masih berbaik sangka, ini kan negara forward bukan negara berflower, pastinya lebih canggih dong. Masa bisa menang Perang Dunia II, nggak bisa bikin pembalut yang berteknologi tinggi yaa kaaaan?
Dengan pedenya saya pakai itu ke kampus. Hasilnya? Teman laki-laki saya bilang kalau saya harus segera ke kamar mandi karena urgent. Begitu menyadari apa yang terjadi, rasanya saya pengen melepas kepala saya dan membuang muka saya jauh-jauh dari Pulau Britania Raya ini.
Nggak skin-friendly
Entah bahan apa yang mereka pakai buat bikin pembalut tapi—beneran—sangat nggak skin-friendly.
Padahal di Indonesia, saya cocok dengan jenis dan merek pembalut apa saja. Namun di sini, saya sudah mencoba 9 jenis pembalut dan nggak ada yang cocok sama kulit saya.
Semuanya bikin gatal dan rasanya kasar banget. Sampai suami saya menyarankan saya pakai pospak macam yang dipakai bayi karena dia saking keselnya lihat saya marah-marah mulu tiap habis beli pembalut.
Akhirnya, waktu datang bulan jadi waktu yang menyebalkan karena dua hal. Udah emosi susah dikontrol saat datang bulan, masih harus berjuang melawan kegatalan akibat kualitas pembalutnya yang medioker. Ya Tuhaaan.
Nggak kreatif
Dibandingkan di Inggris, produsen pembalut di Indonesia jauh lebih kreatif. Oleh karena itu, saya sampaikan terima kasih yang terdalam kepada semua produsen pembalut di Indonesia yang membuat pembalut menjadi sangat nyaman.
Di Indonesia dengan mudah kita menemukan berbagai bentuk pembalut. Dari yang tebel atau yang setipis ATM, mau yang bisa terbang karena pakai sayap atau enggak, atau mau yang panjang kayak cerita cinta yang akhirnya ditinggal rabi. Bahkan mau yang mau dipakai di waktu malam atau siang aja ada macamnya.
Akan tetapi, di Inggris sini, produsen pembalutnya kayaknya nggak secanggih Indonesia soal kualitas pembalut. Sumpah, nggak kreatif banget. Udah mereknya terbatas, jenisnya pun nggak banyak macemnya. Bahkan sampai sekarang saya cari yang long belum juga ketemu-ketemu.
Susahnya cari pembalut di Inggris kok ya udah kayak cari jodoh aja. Nggak ketemu-ketemu. Sekalinya ketemu, eh, kok ya ternyata nggak cocok-cocok amat.
Dari segala macam permasalahan itu, sudah seharusnya Pemerintahan Inggris ini perlu melakukan studi banding ke Indonesia, terutama di bidang pengembangan kemajuan teknologi pembalut kayak gini.
Jadi walaupun Indonesia bukan negara yang maju-maju amat, kalau untuk urusan kualitas pembalut, Indonesia itu bisa dibilang merupakan negeri superpower. Apalagi cuma di hadapan produk pembalut Inggris yang nggak ada seupil-upilnya itu.