Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kriteria Presiden dalam Pilpres 2019 dari Dunia Gaib

Titis Anggalih oleh Titis Anggalih
29 Januari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Apa jadinya jika bertanya ke beberapa makhluk halus tentang harapan pemimpin atau presiden yang ideal untuk Pilpres 2019? Kurang kerjaan sekali yak?

Wenny : Mbak Titis dulu punya kembaran yang sudah meninggal?

Saya     : Loh, kok tahu?

Wenny : Iya, itu sekarang di samping Mbak Titis.

Uanjirrr.

Itulah awal mula saya kemudian percaya dengan Wenny, sahabat saya, sebagai seorang gadis indigo. Sebab saya hampir tak pernah menceritakan kepada siapa pun bahwa saya dulu memiliki saudara kembar, apalagi cerita ke Wenny.

Pada umumnya indigo dimaknai sebagai orang yang mampu melihat hantu atau banyak jenis makhluk halus lainnya. Dalam kasus teman saya Wenny, nyatanya indigo tak melulu cuma sebatas itu.

Indigo, kata Wenny, memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dua orang indigo belum tentu sama kemampuan batinnya, ada yang bisa melihat masa jauh yang telah lalu seperti tahun-tahun penuh perang dan penjajahan (barangkali lebih seru dari efek 3D nonton bioskop), ada yang melihat tapi tak mampu berkomunikasi dengan makhluk halus, dan sebagainya. Namun konon jarang yang paket komplit alias menguasai semuanya.

“Mbak Titis juga ada potensi indigo,” tambahnya.

“Yoi, Wen, kalau ada duit intiuisiku memang makin tajam,” saya menimpali (jambak saya, Wen, jambaaak!).

Dan kini, atas kebiasaan saya merenung sambil BAB, atau BAB sambil merenung, sebuah gagasan yang mengganjal kiranya perlu saya sampaikan pada khalayak ramai. Bahwa Indonesia terdiri tak hanya berbagai jenis suku bangsa, ras, dan agama melainkan jenis-jenis makhluknya, dalam hal ini adalah mereka yang tak kasatmata.

“Ada makhluk halus yang juga menghuni Indonesia,” pikir saya. “Artinya mereka juga punya hak bersuara dan didengarkan. Hendaknya pemimpin yang adil adalah yang memperhatikan pula suara mereka.”

Pemimpin yang adil ya dalam waktu dekat ini ya presiden yang bakal dipilih rakyat saat Pilpres 2019 kali ini. Berikut juga caleg-calegnya yang bakal mengisi gedung parlemen. Percakapan itu awalnya ya ide konyol saja. Semacam diskusi karena pikiran saya cukup selo saja bersama Wenny di sebuah musala.

Di luar dugaan, Wenny malah antusias sama ide kurang kerjaan itu lalu sepakat menghadirkan beberapa hantu aka makhluk halus yang cukup kooperatif, sama selonya dengan kami, dan—untungnya—tidak agresif.

Iklan

Harapannya ya biar kami bisa ngobrol soal pemimpin ideal atau kriteria presiden menurut mereka. Mumpung lagi musim Pilpres ya kan? Lagian, kalau agama boleh dipolitisasi, masa alam gaib nggak boleh sih?

Nah, ini dua di antara mereka yang berhasil mau bicara ke Wenny—sahabat saya.

Pertama, namanya Saras. Katanya sih meninggal saat berusia 27 tahun dalam sebuah kecelakaan. Berambut hitam panjang.

“Kadang suka pakai nama palsu, Mbak,” jelas Wenny.

“Oh, iya tak apa. Sementara kita panggil Saras.”

Hm, Saras 007 yang udah lama koit episodenya di layar kaca Indosiar itu kah? 

Ya bukan lah, Setaaan~

Melalui ucapan yang bukan ucapan fisik dalam dunia kasat mata, kami mulai menanyai Saras tentang sosok pemimpin ideal menurut Saras. Bagi Saras, pemimpin bijak ialah seperti Presiden Soekarno. Yaelah, udah jadi hantu aja nggak move on juga ternyata. Ingat masa lalu mulu.

“Saat ini negara simpang siur. Pecah belah karena perbedaan pendapat. Bukan tidak suka dengan pemerintahan sekarang, hanya lebih setuju dengan Bung Karno, sebab kakeknya seorang veteran,” jelas Saras melalui Wenny.

“Apa Saras memiliki harapan yang ingin disampaikan? Kalau beruntung, barangkali, ada pemimpin yang mendengar suara Saras.”

Ya semoga Saras tahu kalau itu arti pemimpin itu ya Presiden beserta jajarannya di zaman sekarang.

“Harapannya, presiden juga memperhatikan tentang sejarah, sebab kakeknya sakit-sakitanan dan bahkan hingga wafat tak dikenal orang. Padahal dulu turut berjuang untuk negara, sebagaimana banyak veteran lainnya.”

Di tengah percakapan, Wenny nampak hampir menangis bersamaan dengan saya yang tiba-tiba merasa pening (sejenis pening yang tidak bakal reda diminumi paracetamol). Reaksi pada badan dan perasaan terhadap energi gaib memang wajar terjadi jika berinteraksi dengan “mereka”.

“Pening, euy, karena kecelakaannya di kepala ya?” saya berceletuk.

Diceritakan, kakek Saras tidak pernah sempat bersekolah namun merasa bangsa ini milik kakeknya, meski ia sekeluarga bukan orang kaya tapi ikut berperan mempertahankan negara. Misal hanya mampu makan sekali sehari sudah merasa cukup.

Jika digambarkan, sang kakek berpakaian putih kusam, yang kalau sobek tetap dipakai (misal tersobek karena senjata).

“Kakeknya pernah bilang Presiden Bung Karno tidak mati, tetap memantau negara ini,” lanjut Wenny.

“Dulu kakek ikut berjuang di daerah mana?”

“Ambarawa, Semarang, dan beberapa daerah rantauan lainnya,” Wenny menerangkan yang saya lanjuti dengan ucapan terima kasih pada Saras dan kakeknya atas informasi yang diberikan.

Lalu kami beranjak ke perwakilan berikutnya. Kedua, namanya Liana Swifft, pengakuannya sih meninggal di usia 8 tahun, keturunan Belanda.

“Pakai dres putih dan sepatu hitam kah, Wen?” tanya saya sebelum Wenny memberi gambaran mengenai Liana.

Wenny mengembangkan senyum yang dapat diartikan: udah-tahu-pakai-nanya.

Saya balas senyum juga yang maknanya: biar-nambah-efek-dramatis.

Wenny sudah mengenal Liana sejak kecil, persisnya saat Wenny mengunjungi rumah eyangnya di Jogja. Liana tidak memberikan kesan begitu seram meski pucat. Selebihnya, laiknya bocah 8 tahun berwajah bulat (kecuali sedikit noda darah di beberapa bagian pakaian).

Melalui Wenny, pertama-tama Liana mengutarakan kekaguman atas keuletan bangsa Indonesia serta keragaman budayanya. Ibu Liana seorang pribumi, sedang ayahnya Netherland. Lebih senang tinggal di sini karena orangnya ramah. Yang ia sayangkan, jaman sekarang orang pribumi lebih suka budaya asing daripada budaya sendiri.

“Eike bukan pribumi, eike inlander,” batin saya (tampol saya, Wen, tampool!).

“Sumber daya yang di sini dikelola sendiri untuk rakyat sendiri karena negara ini (indonesia) kaya,” tambah Liana menggunakan Bahasa Indonesia yang terkesan kaku, juga sedikit kurang rapi susunan katanya meski saya pahami maksudnya.

“Liana pernah tinggal di mana saja?”

“Beberapa negara. Sumber dayanya tidak sebanyak ini tapi mereka bisa mengelola,” Liana menjawab sambil beberapi kali mengucapkan: saya cinta Indonesia.

Liana menambahkan, orang pribumi banyak yang kurang kreatif. Sebenarnya cerdas tapi banyak yang kurang jujur. Sumber daya banyak yang malah sampai dijual ke negerinya.

“Liana pernah tinggal di mana saja?” saya bertanya sebelum mengucapkan terima kasih.

“Inggris, Belanda, dan Perancis.” Liana pamit bersamaan dengan badan saya yang mulai merinding. Termasuk ketika saya menulis ini.

Kamu sendiri gimana? Yakin nggak mau nengok belakang?

Terakhir diperbarui pada 28 Januari 2019 oleh

Tags: hantuindigomakhluk haluspilprespresidenSoekarno
Titis Anggalih

Titis Anggalih

Artikel Terkait

Doktor termuda di UGM, Jogja ingin jadi presiden. MOJOK.CO
Sosok

Doktor Termuda UGM Usia 25 Tahun Ingin Jadi Presiden RI, Meneruskan Sepak Terjang BJ Habibie di Bidang Eksakta

6 November 2025
Kisah Pak Jagus, Ilmuwan Tani Asal Klaten yang Sukses Mengembangkan Varietas Padi dan Tembakau
Video

Kisah Pak Jagus, Ilmuwan Tani Asal Klaten yang Sukses Mengembangkan Varietas Padi dan Tembakau

19 Januari 2025
Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Jokowi Menyemai Dinasti Politik di Tingkat Daerah. MOJOK.CO
Ragam

Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Warisan Dinasti Politik Jokowi di Tingkat Daerah

26 November 2024
warung soto sawah bu hadi jogja pernah dikunjungi presiden soekarno.MOJOK.CO
Catatan

Warung Soto Sawah Khas Jogja Sejak 1950, Dapat Pesan Khusus Saat Dikunjungi Presiden Soekarno

23 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.