Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Hanya Manusia Saja yang Berbicara

Ulil Abshar Abdalla oleh Ulil Abshar Abdalla
4 Mei 2020
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Seekor beo yang mengicaukan sejumlah kalimat, jelas tak bisa disebut “berbicara”, yatakallam.

Ini adalah mukaddimah untuk ulasan saya berikutnya tentang sifat Tuhan yang amat penting, yaitu kalam—bicara, pembicaraan, ujaran. Pengantar ini saya kemukakan agar kita mengapresiasi betapa mulianya tindakan berbicara. Dan betapa lebih mulia lagi jika tindakan itu berasal dari wujud yang paling tinggi—Tuhan.

Kemampuan berbicara menandakan derajat wujud yang tinggi. Kemampaun ini terkait dengan sifat lain yang sudah saya bicarakan dalam tulisan seri sebelumnya, yaitu kemampuan untuk mengetahui dan menerima pengetahuan.

Seekor beo yang mengicaukan sejumlah kalimat, jelas tak bisa disebut “berbicara”, yatakallam. Dia tetap kita sebut: berkicau. Parrot chirps, not speaks!

Para ahli tata bahasa Arab, al-nuhah, mendefinisikan “kalam” sebagai ujaran bermakna yang diutarakan dengan disertai niat, kesengajaan (bi-l-wadl‘i). Dengan kata lain, seseorang tak bisa disebut “berbicara” jika ia tak sedang sadar dan memiliki kehendak, niat, untuk berbicara. Ujaran pada akhirnya harus bersifat “intentional,” diniatkan sebagai pesan untuk pihak lain. Niat adalah aspek pembentuk ujaran yang amat penting.

Niat hanya dimiliki oleh makhluk berkesadaran (sentient being; hayawanun nathiqun), makhluk yang berkehendak (muridun). Kehendak inilah yang mendasari tindakan bicara.

Tindakan berbicara, karena itu, hanya muncul dari makhluk yang memiliki martabat wujud yang tinggi. Makhluk-makhluk yang berada di tangga rendah dalam “maratib al-wujud” tentu tak bisa memproduksi pembicaraan. Binatang, tumbuhan, mineral, mereka tidak berbicara. Mereka mungkin hanya mengeluarkan suara (dalam pengertian “sound,” bukan “voice”).

Ini menandakan: kegiatan bicara yang di permukaan tampak sederhana, hanya berupa sederetan sistem bunyi (fonetik) dan urut-urutan kata (sintaks) yang mengikuti aturan tertentu (grammar), bukanlah kegiatan yang sederhana. Dia merupakan hasil dari proses mental yang amat canggih, dan merupakan manifestasi dari martabat wujud yang tinggi.

Seekor kucing bisa memproduksi bunyi yang mirip dengan ujaran yang diucapkan manusia. Tetapi sungguh amat jauh perbedaan antara bunyi yang dikeluarkan oleh kucing dan manusia. Ujaran pendek “aku” yang diucapkan manusia, secara kualitatif berbeda dari bunyi “meow” yang dikeluarkan (di sini kita tak bisa mengatakan: diucapkan) oleh kucing.

Secara lahiriah, keduanya tampak sama: hanya satu kata. Tapi penampakan lahiriah bisa amat mengecoh. Kedua kata itu memiliki status wujudiah atau ontologis yang amat berbeda secara radikal. “Aku”-nya manusia keluar dari “kesadaran,” dari kemampuan yang disebut oleh para manathiqah, ulama ahli logika, sebagai “al-nuthqu,” kemampun menalar, mengetahui, yang kemudian bermuara pada kemampuan berbicara.

Hulu dari kegiatan berbicara pada manusia adalah iradah dan ‘ilm, sementara dalam “meow”-nya kucing, hulunya bukanlah kesadaran melainkan dorongan primitif untuk survival, bertahan agar tidak punah.

Kemampuan berbicara pun tidak tunggal. Derajat kemampuan ini, pada masing-masing orang, berbeda-beda. Merujuk kembali kepada gagasan muta’allihun (para ulama ahli ‘irfan, hikmah), tentang “al-wujud al-musyakkak” (wujud yang beragam dan bertingkat-tingkat), derajat kemampuan berbicara ini juga berhubungan dengan derajat wujud seseorang.

Semakin tinggi kualitas wujud seseorang, semakin terlihat padanya beberapa “khassiyyah” atau keistimewaan. Keistimewaan ini bisa berbagai-bagai bentuknya, salah satunya adalah kemampuan berbicara. Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara yang baik, menandakan bahwa derajat wujudnya juga lebih tinggi.

Derajat wujud yang tinggi biasanya akan langsung menimbulkan rasa kagum pada orang lain, serta menggerakkannya untuk “tunduk”. Orang yang memiliki derajat wujud yang tinggi biasanya akan memiliki “commanding authority”, otoritas dan kewibawaan yang menggerakkan orang lain untuk secara sukarela “sendika,” menundukan kepala.

Iklan

Itulah yang disebut kharisma. Ini menjelaskan kenapa orang-orang dengan kemampuan berbicara yang sangat tampak seperti “magnet” yang menyedot perhatian.

Jika ini ditarik terus ke ujung yang terjauh, kita akan sampai kepada muara yang teramat penting: Jika kalam atau ujaran manusia bisa berujung pada hal-hal seperti ini, bagaimana dengan ujaran Tuhan?

Kualitas kalam dan ujaran Tuhan tentu jauh di atas ujaran manusia, sebab ujaran Tuhan berasal dari iradah dan ‘ilmu yang bersifat mutlak. Tuhan adalah dzat atau subtansi yang dari segi martabat wujud menempati tingkatan yang paling puncak (the summit of all beings). Karena itu ujaran yang keluar dari Tuhan juga merupakan Kalam (dengan K besar) yang paling tinggi derajatnya.

Walhasil, derajat wujud yang tinggi juga ditandai oleh kegiatan yang amat tinggi kualitasnya: pengetahuan yang menghasilkan tindakan berbicara. Kalam adalah produk dari makhluk dengan kualitas wujud yang tinggi, dan berkesadaran. Amat menakjubkan bahwa semua literatur klasik tentang nahwu atau Arabic grammar selalu dimulai dengan pembahasan tentang “kalam.”

Karena Tuhan Maha Berbicara, maka manusia yang memiliki “unsur ilahiah” di dalam dirinya itu juga berbicara. Dan hanya manusia saja yang berbicara!


Sepanjang Ramadan, MOJOK.CO akan menampilkan kolom khusus “Wisata Akidah Bersama al-Ghazali” yang diampu oleh Ulil Abshar Abdalla. Tayang setiap pukul 16.00 WIB.

Terakhir diperbarui pada 4 Mei 2020 oleh

Tags: al-ghazaliWisata Akidah
Ulil Abshar Abdalla

Ulil Abshar Abdalla

Cendikiawan muslim.

Artikel Terkait

Kolom

Masa Depan Agama-agama Dunia

23 Mei 2020
Kolom

Argumen Keberadaan Tuhan untuk ‘New Atheists’

22 Mei 2020
Kolom

Kita Tak Bisa Lagi Beragama secara Solipsistik

21 Mei 2020
Kolom

Masih Relevankah Doktrin Politik Sunni pada Masa Ini?

20 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.