MOJOK.CO – Sabar dan ikhlas itu kekuatan. Kekuatan menahan gejolak hawa nafsu. Masalahnya kita sering luput kalau kekuatan ini sering diartikan juga sebagai kelemahan.
“Bu Lia memang luar biasa sabar dan ikhlas jadi PNS. Kemarin di hadapan Pak Bupati dimarahin habis-habisan bisa diem aja. Nggak bantah apa-apa. Padahal lumayan parah juga itu Bu Lia dimarahin,” kata Fanshuri mengawali cerita sembari main catur bersama Gus Mut.
Gus Mut masih berpikir menjalankan kuda karena diancam oleh beteng, jadi tidak begitu memperhatikan cerita Fanshuri.
“Gus?”
“Hah?” tanya Gus Mut bingung.
“Denger nggak tadi saya ngomong apa?” kata Fanshuri.
“Denger kok, denger aku,” kata Gus Mut.
“Lha kok nggak komentar?” tanya Fanshuri lagi.
“Ya apa yang harus dikomentari?” tanya Gus Mut balik.
“Nggak, itu lho Bu Lia kemarin dimarahin Pak Bupati sampai tetap sabar kayak gitu kan keren,” kata Fanshuri.
“Ah, itu mah wajar aja,” kata Gus Mut masih berpikir kudanya mau ditaruh ke mana.
Fanshuri agak terkejut dengan jawaban Gus Mut.
“Ma, maksudnya ‘wajar aja’ itu gimana, Gus?” tanya Fanshuri.
“Yang dilakukan Bu Lia itu sebenarnya bukan pada kategori sabar,” kata Gus Mut.
“Lalu apa? Ya sabar dong, Gus, itu namanya. Kalau nggak sabar dan ikhlas begitu Bu Lia bisa aja balik ngamuk,” kata Fanshuri.
“Lalu kira-kira, selain perkiraanmu Bu Lia memang sabar dan ikhlas, apa yang bikin Bu Lia nggak balik marah-marah?” tanya Gus Mut.
Fanshuri berpikir sejenak.
“Hm, takut karena dia PNS sedang orang di hadapannya adalah Bupati atau atasannya paling ya?” tanya Fanshuri.
“Ya itu, bisa jadi juga bisa begitu. Soalnya sabar itu kekuatan, bukan kelemahan bukan ketakutan,” kata Gus Mut.
Fanshuri agak bingung. “Ma, maksudnya sabar dan ikhlas itu bukan kelemahan bukan ketakutan, Gus?”
“Kalau kamu lagi di angkot misalnya, terus tempat dudukmu direbut sama seorang yang badannya kekar. Orang yang kalau dalam perhitunganmu, jika berduel atau berdebat kamu memastikan dirimu bakal kalah. Akhirnya kamu menahan keinginan untuk melawan. Itu sabar atau bukan?” tanya Gus Mut.
“Ya itu sabar. Sabar dan ikhlas kursinya direbut,” jawab Fanshuri.
Gus Mut terkekeh.
“Bukan, Fan. Itu bukan sabar. Itu takut,” kata Gus Mut.
Fanshuri terheran-heran sampai melongo.
“Jadi yang dimaksud sabar itu apa?” tanya Fanshuri lagi.
“Sabar itu dari kata shabara yang punya beragam makna maupun tafsir. Bisa dimaknai sebagai orang yang melindungi orang lain, atau bisa juga dimaknai sebagai gunung. Sesuatu yang kokoh, tegar, tak tergoyahkan. Atau bisa juga dimaknai sebagai awan yang melindungi,” kata Gus Mut.
“Jadi maksudnya?” tanya Fanshuri.
“Maksudnya, sabar itu adalah kekuatan, bukan kelemahan. Orang yang kuat bagaikan gunung, tegar bagaikan karang, dan melindungi bagaikan awan dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit. Sabar itu adalah upaya menahan gejolak nafsu, bukan memberi makan gejolak ketakutan,” kata Gus Mut.
Fanshuri masih menyimak.
“Gini, Fan. Sabar itu ketika seseorang punya kekuatan lebih tapi memilih menahan diri. Sabar adalah ketika seorang pemimpin, yang sebenarnya bisa menghukum orang lain, tapi memilih menggunakan cara selain menghukum. Jadi posisi sabar terhadap sesama makhluk itu posisi selalu lebih atas, bukan dari bawah,” kata Gus Mut.
“Jadi dalam posisi Bupati sama Bu Lia tadi, posisi Bupati itu yang tidak sabar ya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Tepat. Bupati itu punya kekuatan dan wewenang untuk memarahi Bu Lia. Kalau dia bisa menahan diri untuk tidak marah-marah, tetap berkata santun dan sopan, nah itulah arti sabar yang sebenarnya. Karena sabar itu menandakan orang yang kuat dan tegar karena menahan gejolak nafsu sendiri. Sedangkan posisi Bu Lia itu bukan sabar, tapi takut karena posisinya memang lebih lemah,” kata Gus Mut.
Fanshuri manggut-manggut mendengarnya.
“Kalau begini, saya terhitung sabar juga nggak, Gus?” tanya Fanshuri menunjuk papan catur.
“Sabar? Sabar yang mana?” tanya Gus Mut balik.
“Ya ini, nungguin jalannya Gus Mut. Dari tadi saya udah jalan, Gus Mut malah cerita aja sampai lupa mau jalan,” kata Fanshuri.
“Oh, maaf, maaf, Fan,” kata Gus Mut sambil tertawa.
*) Diolah dari penjelasan Prof. Quraish Shihab
BACA JUGA Sabar itu Nggak Ada Batasnya, Kalau Ada Batasnya Itu Kebelet Namanya atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.