MOJOK.CO – Fanshuri bilang ke Gus Mut, kalau memang dirinya punya takdir tak bakal kena wabah, ya mau jungkir kayak gimana dirinya nggak bakal tertular juga.
Pesan Whatsapp masuk ke hape Fanshuri.
“Ayo, jadi berangkat ke pengajian nggak ini? Keburu telat kita. Jauh lho, perjalanannya lama,” tanya Mas Is lewat Whatsapp.
Fanshuri berpikir agak lama. Bingung. Tak langsung menjawab.
Wabah penyakit yang sedang viral belakangan ini bikin Fanshuri waswas. Apalagi banyak imbauan agar menjauhi kerumunan agar risiko tertular wabah yang mengerikan ini semakin minim. Namun di sisi lain Fanshuri nggak enak, karena udah kadung merencanakan datang pengajian bareng Mas Is dari lama.
“Nggak dibatalin aja, Mas Is? Kayaknya nggak pas deh kalau situasi lagi begini kok malah ngotot datang ke pengajian yang ramai gitu,” balas Fanshuri ke nomor Mas Is.
Fanshuri lalu rebahan lagi di kasurnya. Menunggu balasan. Tak berapa lama Mas Is typing….
Muncul balasan dari Mas Is.
“Ealah, kamu takut amat ketularan. Aman, aman,” balas Mas Is.
“Yakin amat, Mas? Emang jaminannya apa?” kirim Fanshuri lagi.
Mas Is typing… lagi.
“Ya yakin aja sama Gusti Allah. Masak kamu sebagai orang beriman takut amat sama wabah begituan? Ingat, ini itu termasuk ibadah, bukan jalan-jalan atau hura-hura. Masak cuma karena gitu aja batal sih? Kita udah rencanain datang dari bulan lalu lho,” balas Mas Is.
Fanshuri makin bingung. Benar juga, batin Fanshuri. Keadaan makin bergejolak.
“Tapi kan ini bagian dari ikhtiar juga, Mas Is. Menghindari peluang kena musibah kan juga penting,” balas Fanshuri.
Mas Is typing….
“Alaaah, bilang aja kamu males, Fan. Pakai alasan takut ketularan wabah segala,” balas Mas Is.
Fanshuri sedikit tersentil emosinya dibales begitu sama Mas Is. Namun agar situasi tak semakin runyam, Fanshuri cuma mengirim emotikon ketawa ngguling 30 derajat.
Dalam situasi itu, Fanshuri lalu mencari nomor Whatsapp Gus Mut. Mencoba menanyakan hal ini.
“Gus?” tanya Fanshuri ke nomor Whatsapp Gus Mut.
Lama tidak dibalas.
Mas Is typing….
“Gimana? Jadi nggak? Udah, ayo,” Mas Is memberondong.
Fanshuri tidak membalas. Tiba-tiba terlihat nomor Gus Mut typing….
Pesan Gus Mut masuk.
“Kenapa, Fan?”
Alhamdulillah dibalas, batin Fanshuri.
“Gus, ini ada pengajian di luar kota yang udah saya rencanakan jauh-jauh. Baiknya saya datang nggak ya? Ini mau barengan sama Mas Is juga. Padahal kan ada wabah ini,” ketik Fanshuri ke nomor Gus Mut.
Gus Mut tak langsung membalas.
Di sela-sela itu, Fanshuri membalas Mas Is.
“Sebentar, Mas. Aku pikir-pikir dulu,” kata Fanshuri.
Mas Is typing….
“Jangan lama-lama. Aku dah siap ini,” balas Mas Is.
Muncul pesan dari Gus Mut.
“Baiknya sih jangan dulu, Fan. Di rumah aja dulu. Tunggu situasi aman dulu,” balas Whatsapp Gus Mut.
Fanshuri makin bingung. Ada perasaan dirinya ingin hadir, tapi di sela hatinya yang lain dirinya takut.
“Tapi saya nggak enak sama Mas Is, Gus. Udah janjian dari lama kita,” balas Fanshuri ke Gus Mut.
Gus Mut typing….
Pesan Gus Mut masuk.
“Kamu itu datang pengajian cuma karena mau ibadah atau cuma karena nggak enak sama Mas Is, Fan?” balas Gus Mut lagi.
Fanshuri mengetik, “Ya ada kepikiran pengin ibadahnya juga Gus. Nggak cuma alasan nggak enak sama Mas Is. Saya pikir kan harusnya kita nggak perlu takut sama wabah-wabah begini. Kan kita punya Allah, Gus.”
Kirim ke nomor Gus Mut.
Gus Mut typing….
“Kebalik, Fan,” balas Gus Mut.
Fanshuri mengetik, “Kebalik gimana, Gus?”
“Ya kebalik. Bukan kamu yang punya Allah, tapi Allah yang punya kamu,” balas Gus Mut.
Fanshuri membalas emotikon ketawa guling-guling.
Fanshuri mengetik lagi, “Tapi kan kalau memang takdir saya nggak bakal kena wabah, ya saya nggak bakal kena wabah kan Gus. Mau gimana-gimana juga. Sedangkan kalau takdir saya kena wabah, walaupun saya diam di rumah terus ya saya bakal kena wabah juga.”
Kirim ke nomor Gus Mut.
Gus Mut typing….
“Lah kok malah kamu yang ngatur takdir, Fan?”
“Bukannya gitu, Gus. Tapi kan kalau takdirnya Gusti Allah begitu mau gimana coba?” ketik Fanshuri.
Gus Mut typing….
Pesan Gus Mut masuk.
“Fan, bukan tugas manusia menguji takdirnya Allah. Memang kita ini siapa? Nggak diajak pertimbangan ngatur takdir manusia kok sok-sokan mau nguji takdirnya Allah.”
Fanshuri kali ini terkekeh membaca pesan Whatsapp Gus Mut.
“Masak kayak begini itungannya nguji takdirnya Gusti Allah, Gus?” ketik Fanshuri.
Gus Mut typing….
Lumayan lama. Fanshuri menunggu dengan gelisah. Kok nggak kelar-kelar ini Gus Mut ngebales Whatsappnya.
Setelah beberapa menit, pesan Gus Mut masuk.
“Ya kamu tahu, Fan, risikonya lebih besar kena wabah kalau ngumpul ramai-ramai ketimbang berdiam diri di rumah. Kamu tahu dan sadar betul itu. Itu kayak kamu mainan api, dan kamu sadar kamu berpotensi kebakar kalau mainan api.”
“Lalu kamu main-main, sambil yakin kalau Gusti Allah nggak takdirin kamu kebakar ya kamu nggak bakal terbakar. Ternyata di luar dugaan kamu terbakar. Masih mending kalau cuma kamu yang terbakar, lah kalau orang-orang di sekitarmu yang nggak tahu apa-apa ikut terbakar gimana? Itu namanya bukan cuma kamu menguji takdir dari Gusti Allah, Fan, tapi kamu nguji takdirnya orang-orang di sekitarmu juga.”
Fanshuri termenung sejenak membaca pesan Gus Mut.
“Tapi kan kita diharuskan tawakal juga, Gus? Lagian pengajian kan baik. Untuk selalu bisa ingat Allah,” ketik Fanshuri.
Gus Mut typing….
“Tawakal itu setelah ikhtiar. Ikhtiar dulu baru tawakal. Jangan dibalik. Lagian pengajian itu sarana mengingat Allah, bukan satu-satunya sarana untuk mengingat Allah. Memangnya selama ini kamu salat dan ngaji ingat siapa, Fan? Masak cuma di pengajian doang kamu bisa ingat Allah-nya?”
Fanshuri makin terkekeh membaca pesan Gus Mut. Lalu mengetik.
“Wah, oke, Gus. Makasih ya?”
Gus Mut cuma membalas tanda tanya. Fanshuri terlihat begitu ngotot, tapi kok tahu-tahu setuju begitu saja. Gus Mut heran dengan perubahan sikap Fanshuri yang secepat itu.
Fanshuri mengetik lagi, “Anu, Gus, pesan-pesan Gus Mut ini mau aku terusin ke Mas Is. Hehe.”
Gus Mut typing….
Cuma ada emotikon ketawa guling-guling 30 derajat banyak sekali.
BACA JUGA Sembrononya Muslim Indonesia Menghadapi Corona atau tulisan rubrik KHOTBAH lainnya.