MOJOK.CO – Saya akhirnya terpancing untuk menulis setelah muncul pernyataan Jerinx SID bahwa krisis iklim adalah sebuah hoaks.
Sejak awal Jerinx mengeluarkan teori konspirasi terkait COVID-19, saya tidak tertarik untuk meresponnya.
Pertama, karena “konspirasi” memang bukan bidang saya. Kedua, mengutip Tom Nichols, penulis the Death of Expertise, teori konspirasi sangat atraktif bagi mereka yang kesulitan untuk memahami kompleksitas dunia dan tidak memiliki kesabaran untuk menerima penjelasan yang kurang dramatis.
Selain itu, secara psikologis, ada kaitan antara orang yang percaya dengan teori konspirasi dengan perilaku narsistik. Untuk itu, saya anggap itu sebagai hiburan untuk meningkatkan imunitas tubuh di tengah pandemik.
Namun, saya akhirnya terpancing untuk menulis setelah muncul pernyataan JRX bahwa krisis iklim adalah sebuah hoaks. Ungkapan ini disebarluaskan melalui screenshot di Twitter yang secara lengkap menyebutkan:
Setelah saya baca buku Rosi Koira “Behind Green Mask: UN Agenda 21 saya PERCAYA climate change is a HOAX”.
Sebagai orang yang suka ngebacot tentang lingkungan, salah satunya adalah tentang krisis iklim, mungkin saatnya saya menanggapi sebelum kesesatan ini beranak-pinak.
Nama penulis yang dirujuk oleh JRX adalah Rosi Koira. Mungkin maksudnya adalah Rosi Koire, seorang penilai forensik real estate komersial di AS yang kemudian mendirikan sebuah lembaga bernama Post Sustainability Institute dan menjadi direkturnya.
Saya berusaha mencari dan membaca bukunya guna menguji dalil bahwa krisis iklim itu adalah hoaks.
Dengan penuh penyesalan, waktu 3 (tiga) jam untuk membaca buku tersebut menjadi pengalaman yang sia-sia karena tidak ada dalil apa-apa tentang isu perubahan iklim, selain asumsi-asumsi yang tidak masuk akal, tipikal penganut teori konspirasi.
Sebenarnya, konteks buku Rosi Koire adalah tentang konspirasi Agenda 21 yang merupakan luaran dari Konferensi Rio 1992 di mana PBB menjadi fasilitatornya. Baginya, Agenda 21 dengan mantra Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) adalah sebuah desain “elite global” untuk merusak Amerika Serikat.
Semua hal tersebut akan dijalankan melalui “New World Globalist Order” dengan ideologi ‘communitarianism’—sebuah pandangan politik yang menyeimbangkan antara kebebasan dan hak individual dengan “hak komunitas” untuk mewujudkan common good.
Menurutnya, Agenda 21/Sustainable Development yang bertujuan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, akan merusak hak individual, utamanya kepemilikan pribadi (property rights).
Ia dengan gigih menentang Agenda 21 karena di dalamnya terdapat arahan penataan ruang dengan mengalokasikan kawasan konservasi serta arahan untuk membangun kota yang ramah lingkungan, melalui pengembangan transportasi publik dan jalur sepeda.
“You see,” ungkap Korie, “the UN Agenda 21 local groups don’t want more parking garages because they want you to ride your bike and live in Smart Growth.”
Iris Borowy dalam bukunya Defining Sustainable Development for Our Common Future, menyejajarkan Rosi Koire dengan tokoh sayap kanan seperti Fred Singer, George Will, dan Tom DeWees.
Mereka sama-sama merupakan climate change denier (orang-orang yang menyangkal bahwa krisis iklim itu nyata) dan berasosiasi dengan Tea Party Movement, sebuah gerakan populis dalam partai konservatif Republican yang mengusung agenda korporasi.
Selain itu, mereka juga percaya pada teori konspirasi bahwa terdapat kekuatan global yang bekerja untuk merusak tatanan kapitalisme di Amerika Serikat dalam mewujudkan “socialism” (menurut George Will) atau dalam bahasa Koire disebut “communitarianism”.
Fox News tentu saja memainkan peran penting untuk menumbuh-suburkan pandangan konspiratif ini.
Kembali ke urusan Jerinx.
Sejauh ini terdapat beberapa kontradiksi atas posisi Jerinx terhadap krisis iklim. Pertama, JRX dikenal sebagai selebtivis (selebriti-aktivis) yang mengampanyekan penggunaan sepeda untuk melawan pemanasan global.
Adalah hal aneh bin ajaib apabila sekarang Jerinx melandaskan argumentasi tentang krisis iklim pada karya seorang Rosi Koire yang merupakan figur anti-pembuatan jalur sepeda dan bahkan menuduh kelompok cyclist sebagai aktor lokal yang juga bagian dari konspirasi global Agenda 21.
Kedua, Koire juga anti-penataan ruang dan pengembangan kawasan konservasi karena dianggap bisa menurunkan nilai properti seseorang. Namun, Jerinx dalam kampanye Tolak Reklamasi justru mendorong kawasan Teluk Benoa ditetapkan menjadi kawasan konservasi.
Ketiga, figur semacam Koire dibuat popular melalui Fox News. Adalah hal yang kontradiktif bagi Jerinx yang konon telah membaca buku-buku Noam Chomsky, khusunya Manufacturing Consent, namun percaya pada pandangan-pandangan yang ditumbuh-suburkan oleh Fox News.
Jika Jerinx menggunakan Koire sebagai rujukan, maka ini mirip Margareth Tatcher menjadikan Karl Marx sebagai penguat argumentasinya.
Akhirnya, saya sampai pada kesimpulan di mana ada dua kemungkinan.
Pertama, kesalahan referensi ini mungkin karena Jerinx tidak benar-benar membaca buku Koire tersebut; atau kemungkinan kedua, jangan-jangan pada masa pandemi JRX adalah figur yang berbeda dengan JRX sebelum pandemi.
Kemungkinan kedua ini juga memiliki beberapa kemungkinan lagi.
Pertama, mungkin JRX mengalami kebosanan hebat sebagai imbas dari social-distancing di mana dia menjadi kehilangan perhatian sosial sebagai seorang idola pilih tanding.
Kedua, bisa saja JRX di masa pendemi adalah individu yang telah mengalami brainwash melalui kanal-kanal penganut teori konspirasi di Internet karena ia sudah kehabisan buku untuk dibaca.
Kemungkinan ketiga, JRX saat ini merupakan agen rahasia dari Koch Brothers, tycoon di balik Tea Party Movement, yang bertujuan untuk memperluas gerakan Tea Party di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, di mana JRX didapuk sebagai A1.
Kalau kamu tanya, “Kok bisa?”
Ya bisa. Teori konspirasi kok.
BACA JUGA Tolong Beri Jerinx SID Gelar Doctor Honoris Causa Bidang Ilmu Konspirasi atau tulisan soal JRX lainnya.