Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Ketika Sedih Saja Tidak Cukup

Puthut EA oleh Puthut EA
18 April 2020
A A
es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ini adalah hari-hari yang menyedihkan dalam sesi pandemi corona. Selain korban masih terus berjatuhan, corona mengoyak hampir semua sektor bisnis.

“Tapi sedih saja tak cukup, Mas…,” ujar teman saya lewat percakapan jarak jauh, “bisnis memburuk, nasib karyawan belum jelas….”

Sudah dua minggu ini, saya intensif berkomunikasi dengan banyak rekan yang punya bisnis. Dari mereka yang punya karyawan hanya tiga, sampai yang punya karyawan lebih dari 200 orang. Saya juga berkomunikasi dengan beberapa pimpinan, dari mulai lembaga nirlaba sampai level direktur yang membawahkan anak buah ribuan orang. Semua dalam situasi yang membingungkan. “Seandainya sedih saja cukup untuk membayar apa yang terjadi, tentu saya memilih bersedih. Tapi itu tidak cukup. Perusahaan saya hanya bisa membayar karyawan sampai bulan Mei,” kata salah satu kawan saya, pemilik sebuah rumah penerbitan. Ketika saya tanya lebih lanjut bagaimana skenario selanjutnya, dia menjawab singkat, “Nggak ngerti….”

Nyaris tidak ada kawan saya yang bisnis mereka tak kena imbas dari pandemi corona. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, ini baru mula dari sebuah krisis ekonomi. Belum sampai masuk ke palung terdalamnya. Susah bagi saya membayangkan bagaimana jika menginjak di bulan Juni nanti, yang konon bagi para ekonom, masa masuk ke palung terdalam dari pandemi ini secara ekonomi.

Bagi perusahaan besar, opsinya sebagaimana yang kita baca di berbagai media adalah merumahkan karyawan atau memotong gaji. Potongannya variatif, dari mulai 10% sampai 50%, tergantung level kepangkatannya. Makin tinggi, potongannya makin besar. Tapi yang sulit adalah usaha kecil dan menengah. Rata-rata hanya punya cadangan gaji sampai bulan Mei, itu pun bagi yang masih berjalan. Banyak juga yang sudah gulung tikar. Tutup. Sudah. Selesai begitu saja. Karena tidak ada jalan keluar. Dan sialnya, yang mengalami itu banyak sekali.

Beberapa rumah penerbitan buku yang agak besar, masih mencoba bertahan dengan cara mengobral buku sebanyak mungkin. Mereka sudah tidak lagi memikirkan laba. “Yang penting punya uang untuk membayar pekerja,” kata salah satu saya yang punya 17 karyawan. Waktu saya tanya sampai kapan bisa bertahan dengan model seperti itu, dia tidak bisa menjawab dengan pasti. “Diusahakan tidak ada PHK. Tapi kalau daya beli buku menurun terus seperti ini, ya mau gimana lagi…,” katanya, tak bisa meneruskan keterangannya.

Ini adalah masa-masa paling sulit bagi para pemilik bisnis dan pimpinan. Semua pasti ingin agar bisnis mereka bisa selamat. Tidak untung tak mengapa. Bahkan rugi pun tak mengapa, asal kerugiannya masih bisa ditanggung dan masuk akal. “Siapa sih yang ingin memecat karyawan? Hanya pengusaha bodoh yang menginginkan hal itu terjadi.” Demikian kata salah seorang kawan saya yang menjabat sebagai direktur dengan ribuan karyawan. Kalau sampai memecat karyawan, pasti karena bisnisnya buruk, kalau tidak ya ngapain mecat karyawan. Begitu tambahnya. Dia sedang mendesain bagaimana perusahaannya tetap bisa bertahan. “Tapi semua pemimpin tahu, ini semua bakal mengarah ke mana. Jadi kalau bikin skenario sudah tidak bisa lagi ‘yang terbaik’ dan ‘yang terburuk’, tapi skenario ‘yang terbaik dari yang terburuk’, dan ‘yang terburuk’. Semua harus dipersiapkan. Bagi orang seperti saya, sedih itu kemewahan. Sekalipun pimpinan, saya kan tetap karyawan. Tidak ada waktu untuk bersedih. Semua menunggu keputusan saya dan para pimpinan.”

Lembaga LSM dan nirlaba juga tidak bisa menghindar dari malapetaka ini. Menurut teman-teman saya yang bekerja di bidang tersebut, nasib mereka tidak jelas. Kontrak dengan lembaga donor juga tidak jelas, karena pandemi ini memang masuk dalam kategori force majeure. Terlebih, semua negara terpukul dengan pandemi ini sehingga masing-masing lembaga donor konsentrasi di negara mereka sendiri.

Saya lalu membayangkan bagaimana dengan para pedagang kaki lima yang banyak tutup di sepanjang Jalan Kaliurang, Yogya. Walaupun saya tahu persis ini tidak hanya terjadi di Yogya. Kata teman saya yang berasal dari Lamongan, sudah ada ribuan para pebisnis kuliner pinggir jalan yang pulang kampung ke Lamongan. Demikian juga dengan warteg. Mereka juga punya karyawan, tiba-tiba bisnis mandek. Jlek. Tidak pakai permisi. Banyak orang tiba-tiba tidak berbelanja. Omzet turun drastis. Tidak mungkin melanjutkan usaha. Mereka pasti menghadapi situasi yang tidak kalah peliknya. Benar, kata teman saya, sedih saja sudah tidak cukup. Sedih bahkan bisa jadi sebuah kemewahan. Berlarut dalam sedih, tidak juga menemukan jalan keluar. Sedih membuang waktu mereka. Karena urusan perut tampak nyata di depan mereka. Dan itu harus diselesaikan. Tak bisa ditunda.

Ini semua seperti lampu yang mendadak dipadamkan. Jangankan menyalakan lilin seperti ajakan para staf khusus milenial itu, untuk bisa berdiri dan berjalan saja sudah bagus. Itu pun dengan risiko menabrak barang-barang, hingga pecah berantakan.

BACA JUGA Risiko Sikap Terburu-buru dan esai Puthut EA lainnya di KEPALA SUKU.

Terakhir diperbarui pada 18 April 2020 oleh

Tags: bisnisEkonomiwabah corona
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Z sarjana ekonomi di Undip. MOJOK.CO
Kampus

Apesnya Punya Nama Aneh “Z”: Takut Ditodong Tiba-tiba Saat Kuliah, Kini Malah Jadi Anak Emas Dosen di Undip

27 November 2025
Pelaku Budidaya Belut Membeberkan 3 Hal yang Perlu Diperhatikan Pemula Mojok.co
Pojokan

Pelaku Budidaya Belut Membeberkan 3 Hal yang Perlu Diperhatikan Pemula

15 Oktober 2025
Ekonom UGM Bicara Soal Alasan Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI Hingga Naiknya Nilai Tukar Dolar
Video

Ekonom UGM Bicara Soal Alasan Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI Hingga Naiknya Nilai Tukar Dolar

9 Juli 2024
Ninja Xpress Bantu UKM Tumbuh dengan Affiliate Marketing MOJOK.CO
Ragam

UKM Daerah Makin Profit karena Pakai Affiliate Marketing Bareng Ninja Xpress, Awalnya Bisnis Kecil-kecilan Kini Makin Banyak Cuan

27 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan Mojok.co

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
Lulusan IPB kerja sepabrik dengan teman-teman lulusan SMA, saat mahasiswa sombong kinin merasa terhina MOJOK.CO

Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah

17 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.