Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Haruskah Mojok Juga Bersikap Adil terhadap Gafatar?

David Setiawan oleh David Setiawan
21 Januari 2016
A A
Haruskah Mojok Juga Bersikap Adil terhadap Gafatar?

Haruskah Mojok Juga Bersikap Adil terhadap Gafatar?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Aneh juga, awak Mojok, yang biasanya cekatan mengolah isu kekinian dalam tulisan sok sarkastik, dalam pekan-pekan di awal tahun melewatkan isu sefenominil Gafatar: Gerakan Fajar Nusantara. Mojok malah lebih suka membahas efek ledakan Thamrin yang dirasa lebih seksyeh, seperti soal tagar pray-pray-an, polisi ganteng, dan tulisan soal ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang dengan serampangan tidak memilah beda antara terorisme, perang, revolusi, pemberontakan, serta anarkisme. Begitu soal bom mulai tampak hambar, mulai lagi, deh, Mojok menggoreng ideologi asli mereka yang sebenarnya sudah jadi seperti debat telur-atau-ayam: rokok.

Padahal ribut-ribut Gafatar ini mulai mencuat kembali setelah seorang pria di Jogja melaporkan istri dan anaknya “hilang” sejak Desember 2015. Lalu disusul oleh laporan seorang ibu ke Polda DIY perihal suami dan putranya yang juga “hilang”, bahkan, sejak November 2015. Ssssttt! Menariknya, kalian tahu, markas Gafatar di Jogja itu jaraknya dengan markas Mojok itu kurang dari 10 KM. Dengan Polda apalagi: cuma 2 KM!

Kenapa kata hilang harus dikasih tanda kutip? Karena ternyata (bisa jadi) bukan hilang beneran, bisa diculik penjahat yang minta tebusan, dilarikan selingkuhan yang lebih mengerti atau memuaskan, atau diculik alien, atau mungkin saja moksa. Mereka sendiri menyatakan sukarela ikut eksodus ke Gafatar. Tapi para anggota yang tak rela ditinggal, ditambah aparat dan masyarakat, plus media yang ikut-ikutan heboh, menganggap mereka sudah dicuci otaknya. Seperti halnya sarkasme yang katanya tak perlu digamblangkan, begitu pula cara kerja teori konspirasi, ‘kan? Fakta tak perlu dipaparkan secara utuh, cukup sepotong-sepotong saja. Kalian rangkaikan sendirilah. Bisa mulai dari Agus Mulyadi yang… ya begitu ‘deh.

Gafatar, organisasi kemasyarakatan yang sekilas berbunyi kearab-araban dan gahar-cetar itu, dengan luar biasa berhasil membuat aparat negara, intelijen, sekaligus para orang kudus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih gundah untuk memutuskan apakah mereka layak dianggap sebagai organisasi terlarang cum sesat. Soal bagaimana prosesnya, apa sebenarnya yang terjadi dalam organisasi itu, termasuk apa motif mereka sehingga organisasi yang dideklarasikan pada 2012 tersebut bisa jadi lumayan besar pengikutnya, tak ada media yang secara gamblang dan jernih menyediakan informasi yang investigatif.

Adanya cuma: katanya, katanya, katanya. Jatuh ke dalam desas-desus konspirasi. Ditambah penyakit akut media yang pilih-pilih angle dan bergenit-genit ria, barulah publik heboh ketika ada berita: Dokter Cantik Hilang! Naluri seksis “para Hanuman-media” pun serentak bangkit untuk segera menyelamatkan Sinta dari sekapan Rahwana. Tapi bagaimana kalau sebenarnya Sinta lebih “terbebaskan” bersama Rahwana?

Kalian tahu, ‘kan, dalam kisah Ramayana, Rahwana yang meskipun amat-sangat menghasrati Sinta (hingga melarikan istri orang seperti Paris membawa kabur Helen dalam legenda Yunani, yang sama-sama melahirkan tragedi kehancuran satu bangsa) tapi tak pernah sekalipun menyentuhnya? Karena itu, konon, Sinta juga respek sama Rahwana, sehingga cerita Ramayana belum berakhir happy ending manakala Sinta sudah balikan dengan Rama. Meskipun Sinta sudah lolos ujian kesucian cinta–dan raga tentunya, kalau nggak gitu dalihnya nanti bisa: “Itu kan cuma seks, Mas Rama!”–tapi Rama masih tak percaya hingga membuangnya ke hutan. Soal apakah kemudian di sana dia teriak “Ku lari ke pantai dan mecahin gelas sampai gaduh”, entahlah saya tak tahu.

Dengan tamsil di atas, apa yang ingin saya katakan adalah, seandainya benar bahwa Gafatar adalah Rahwana/antagonis yang harus diperangi, tapi fakta bahwa mereka berhasil punya pengikut militan yang bersedia terlibat kaffah jiwa-raga-harta-spiritual segala, tentu tak bisa dianggap remeh. Pasti ada hal dari sana yang berhasil menyentuh dasar jiwa para pengikutnya, yang katanya justru dari kalangan terpelajar dan profesional. Persis orang-orang yang ikut ISIS atau organisasi teroris atau Syiah atau yang lainnya itulah. Seolah di organisasi-organisasi tersebut, mereka menemukan jawaban dan harapan atas kekecewaan, kegalauan, dan kehampaan yang dialami selama ini. Satu hal, yang pasti butuh usaha ekstra keras dan cerdas dari pihak-pihak yang ingin mengembalikan mereka ke “jalan yang benar”.

Pertanyaannya: menurut ngana, apakah para penyulih kebenaran itu benar-benar cerdas? Apakah mereka sudah berusaha ekstra keras selama ini?

Keras banget! Terlebih jika melihat bagaimana jalan brutal dan nir-otak yang ditempuh gerakan yang mengaku anti Gafatar dan menyebut mereka sebagai aliran sesat. Itulah yang terjadi pada Selasa (19/01/2016): pembakaran pemukiman–disebut kamp oleh media–yang didiami pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat. Sore itu, ribuan massa, tentu saja dengan “pengawalan” khusus dari aparat keamanan, mengusir paksa seluruh warga yang mayoritas merupakan eks anggota Gafatar dari kawasan tersebut.

Ya, lagi-lagi monster bernama “massa” itu menunjukkan kuasanya. Tak tersentuh hukum. Dalam peristiwa bom Thamrin pun mereka menunjukkan kesaktiannya: berkerumun tanpa pelindung selagi para polisi sendiri bersembunyi di balik mobil. Padahal, ‘sih, kalau polisi betul berniat membuat mampus para teroris, saat itu mereka cuma tinggal meneriakkan kata-kata sakti untuk menggerakkan massa: Maling! Copet! Efek dimassa mungkin akan setara dengan kena ledakan bom low-explosive: tubuh, terutama muka, jadi FUBAR (Fucked Up Beyond Recognition). Atau dalam Bahasa Jawa: dedel duwel.

Setelah insiden pembakaran itu, saya sebetulnya sempat mengira Mojok akan mulai menampilkan kembali tulisan dari pembela Syiah, PKI (atau yang dianggap kuminis), penyembah pohon, dan sejenisnya. Tapi ternyata tidak. Nah, sekarang minoritas yang harus dibela tambah lagi, ‘nih: Gafatar!

Sebab, seperti kata Chairil Anwar: “Semua harus dicatat, semua dapat tempat.”

 

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: GafatarisisMUISyiahTeror JakartaTeror Sarinahterorisme
David Setiawan

David Setiawan

Artikel Terkait

Sound horeg di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. MOJOK.CO
Ragam

Sound Horeg bikin Kaca Jendela Rumah Pecah, Langsung Labrak Tetangga dengan Cara Elegan

23 Juli 2025
Bashar Al Assad Minggat, Suriah Dikuasai Alumni Al Qaeda MOJOK.CO
Esai

Ketika Alumni Al Qaeda Memimpin Pemberontakan terhadap Bashar Al Assad di Suriah dan Mereka Menang

10 Desember 2024
parpol terafiliasi jaringan terorisme
Kotak Suara

BNPT Endus Parpol Terafiliasi Terorisme Jelang Pemilu 2024, Partai yang Mana?

14 Maret 2023
khitan perempuan
Podium

Ketika Menolak Bayi Perempuanku Dikhitan: Mereka Bilang Aku Ibu Egois

3 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.