Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Selain Terlalu Manis, Gudeg Jogja Dijauhi karena Mahal, Padahal (Seharusnya) Murah dan Masih Makanan Rakyat

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
10 Februari 2025
A A
Gudeg Jogja Makin Mahal dan Bukan Lagi Makanan Rakyat? MOJOK.CO

Ilustrasi Gudeg Jogja Makin Mahal dan Bukan Lagi Makanan Rakyat? (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Benarkah gudeg Jogja mulai tergusur oleh ayam geprek karena rasanya terlalu manis dan mahal? Tak lagi menjadi makanan murah dan merakyat? 

Membaca Terminal Mojok itu hampir selalu bisa memberi saya perspektif baru. Maklum, banyak hal yang juga baru yang tayang di sana. Misalnya, terakhir saya menemukan bahwa ayam geprek adalah kuliner yang layak disebut “asli Jogja”. Kini melebihi Olive Chicken dan tentu saja, gudeg Jogja itu sendiri.

Penulisnya bernama Iqbal Tafqy Aunika. Tulisannya berjudul “Saya Lebih Merekomendasikan Wisatawan untuk Mencoba Ayam Geprek ketimbang Gudeg Saat Berkunjung ke Jogja.” Judul yang sangat panjang dan rada membuat saya agak gatal untuk membuat judul yang sama panjangnya.

Nah, Iqbal lebih merekomendasikan ayam geprek ketimbang gudeg Jogja karena beberapa alasan. Salah satunya adalah kuliner Jogja itu, kebanyakan, cenderung manis-gurih, bukan pedas-asin. Ini sudah menjadi pengetahuan yang umum dan kita semua bisa bersepakat.

Iya, saya sepakat dengan pendapat Iqbal. Apalagi gudeg Jogja memang mayoritas manis, terutama jenis yang kering. Kalau belum terbiasa menikmati varian kering, kamu bisa mengira ini baceman, bukan gudeg. Manisnya itu memang cenderung legit dan agak mengganggu kalau belum terbiasa atau sangat tidak suka makanan manis.

Nah, selain rasanya yang kelewat manis, sebetulnya Iqbal melewatkan satu bahasan penting dari gudeg Jogja. Yang saya maksud adalah banyak orang, bahkan asli Jogja, memandang kuliner ini bukan lagi kuliner rakyat. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena harganya yang bisa kelewat mahal.

Gudeg Jogja itu (seharusnya) tidak mahal 

Banyak hal, kalau sudah tersentuh oleh “pesona wisata”, biasanya akan lebih mahal. Misalnya, parkir di Malioboro pasti lebih mahal ketimbang parkir di Mirota Kampus. Kalau kuliner, mendapat status sebagai “oleh-oleh” atau “kuliner khas”, harganya bisa melambung lebih tinggi.

Selain status, biasanya yang “sudah naik kelas” begini menggunakan bahan-bahan premium. Maklum, kuliner ini akan menjadi semacam wajah Jogja di mata dunia. Sungguh tak elok jika meninggalkan kesan dan rasa yang kurang oke.

Nah, untuk gudeg Jogja sendiri masuk ke dalam ranah itu. Merek-merek legendaris membuat gudeg ini menjadi kuliner wajib kalau kamu berkunjung ke Jogja dan sekitarnya. Mau gudeg legendaris yang berjejer di sebuah jalan bernama Wijilan, hingga yang buka selepas pukul 21:00 di trotoar jalan besar. Semuanya menggunakan bahan premium yang memang membuat rasa dan sensasi makan gudeg jadi berbeda.

Saya menggunakan kata “berbeda” di sana, bukan “mewah” atau “berkelas”. Ini karena kita bicara soal selera. Dan meski jadi mahal, bukan berarti semua orang lantas suka. 

Misalnya begini. Gudeg Jogja dengan merek legendaris, biasanya, menyajikan gudeg dengan tambahan ayam suwir. Bukan sembarang ayam, tapi ayam kampung. Harga ayam kampung utuh dan masih hidup itu Rp95 ribu per kilo. Bandingkan dengan ayam broiler yang rata-rata cuma Rp32 ribu.

Beberapa merek legendaris bahkan tidak lagi menyajikannya secara “suwir”, tapi per potong. Ini tentu membuat harga seporsi gudeg Jogja jadi mahal. Ini belum kalau nambah telur, jeroan, kikil, hingga kondimen lain seperti sate usus. Nah, bagi saya, yang seperti itu, tidak sepenuhnya mewakili yang namanya “gudeg sebagai makanan rakyat”.

Baca halaman selanjutnya: Gudeg tidak seharusnya mahal, kalau….

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 10 Februari 2025 oleh

Tags: gudegGudeg Jogjagudeg wijilanharga gudegjalan wijilanJogjasejarah gudeg
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Elang Jawa Terbang Bebas di Gunung Gede Pangrango, Tapi Masih Berada dalam Ancaman

13 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Raja Dirgantara “Mengudara”, Dilepasliarkan di Gunung Gede Pangrango dan Dipantau GPS

13 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.