MOJOK.CO – Saya adalah anggota KPPS untuk Pemilu 2024 dan kini saya tahu kenyataan di balik banyak anggota KPPS meninggal pada 2019 dan 2024.
Sebelumnya saya mau mengucapkan puji syukur terlebih dulu. Setidaknya sampai hari ini, saya dan anggota KPPS di kampung saya masih dalam keadaan sehat.
Sebab, saya terkejut ketika melihat di berita bahwa banyak anggota KPPS meninggal. Data terakhir yang saya baca menyebutkan 27 kematian anggota KPPS pada Pemilu 2024. Catatan kelam itu tidak hanya terjadi di tahun ini saja. Pada Pemilu 2019, kejadiannya malah lebih parah di mana ada 894 petugas KPPS meninggal dan 5.175 luka-luka.
Dari berita duka dalam 2 agenda yang terjadi 5 tahunan itu tentu tidak terjadi secara kebetulan. Saya tidak akan suudzon untuk memberikan klaim bahwa ada yang meracuni atau apa segala macam. Saya tetap akan berdasar pada fakta di lapangan serta melalui pengalaman saya pribadi sebagai anggota KPPS Pemilu 2024.
Saya membaca cukup banyak sumber sebelum menulis. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak anggota KPPS meninggal di Pemilu 2019 adalah kelelahan. Faktor yang sama masih saya temukan di pemilu tahun ini.
Jujur, pada 2019, ketika mendengar banyak anggota KPPS meninggal, saya malah sinis. “Masak, sih, karena kelelahan bisa sampai meninggal?” Memang, saat itu saya masih polos dan kadang pikiran saya ngawur.
Nah, setelah merasakannya secara langsung tahun ini, ternyata kelelahan itu benar-benar menyiksa. Saya pernah bekerja di jalanan, menjadi pekerja bangunan, hingga pekerjaan di depan laptop. Semua kelelahan yang saya rasakan masih belum ada apa-apanya dibandingkan lelah anggota KPPS.
Anggota KPPS meninggal karena memikul beban yang berat dan nyata
Kenapa lelah yang kami rasakan bisa begitu berat? Setelah mengalaminya secara langsung, salah satu sebabnya adalah menjadi anggota KPPS adalah pekerjaan sambilan. Artinya, ada pekerjaan utama yang menjadi tanggung jawab. Namun celakanya, sebagai side job, bebannya malah lebih berat.
Selain itu, artinya, setiap anggota harus bisa membagi waktu dengan baik. Belum lagi harus menyediakan waktu bersama keluarga atau acara dadakan lainnya. Memang tugas utamanya adalah sewaktu hari H pemilu, tapi sebelum itu ada berbagai pertemuan-pertemuan, dari mulai pelantikan, Bimbingan Teknis yang dilakukan berulang kali, dan lain sebagainya.
Sepengalaman saya, agenda itu dilakukan saat akhir pekan. Oleh sebab itu, begitu selesai dengan pekerjaan utama, para anggota lanjut bekerja sebagai anggota KPPS. Selama menjadi anggota, saya merasakan segala pertemuan itu cukup menguras waktu dan tenaga.
Mendekati hari H, persiapan bertambah banyak. Misalnya, kami harus membuat Tempat Pemilihan Umum. Di TPS saya sendiri, kami menyiapkan TPS H-2 sebelum pelaksanaan Pemilu 2024. Yang menyiapkan tidak lebih dari 10 orang.
Hari H, puncak dari lelahnya anggota KPPS
Kemudian saat hari H tiba, lelah ini mencapai puncaknya. Saya bersyukur lagi lantaran mendapat tugas di TPS dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) “hanya” sekitar 190-an orang. Jadi, 14 Februari 2024 kemarin, kami mulai pukul 07:00 WIB dan selesai perhitungan suara sekitar pukul 22:00 WIB.
Jangan kira tugas kami selesai. Setelah coblosan, anggota KPPS dan para saksi harus menandatangani puluhan kertas sebagai kelengkapan data Pemilu 2024. Ini yang membuat kami merasa kelelahan. Bayangkan, ratusan kertas itu kami tandatangani sampai pukul 03:00 WIB dan itu baru selesai.
Dari pukul 07:00 WIB pagi hingga 03:00 WIB dini hari, terkurung dalam satu ruangan yang bernama TPS dan berhadapan dengan ratusan kertas. Belum lagi melatih mental bagaimana menghadapi para warga yang bermuka sinis karena ada konflik beda pilihan, komplain, terburu-buru untuk didahulukan, dan lain sebangsanya. Tekanan seperti itu menjadi salah satu sebab banyak anggota KPPS meninggal.
Itu baru di TPS saya. Sebab saya mendapat kabar dan menjumpai sendiri bagaimana para anggota KPPS bersama SATLINMAS, dan saksi baru, bisa selesai keesokan harinya. Ada yang pukul 05:00 WIB, 07:00 WIB, 09:00 WIB, dan lain sebagainya. Sekali lagi, pekerjaan mana yang kerja melebihi 24 jam?
“Ah itu mah karena santai-santai.” Jangankan santai, untuk waktu salat dan makan saja kami dibagi. Dan itu waktunya tidak lebih dari 1 jam. Saya sendiri untuk menghilangkan sedikit stres kudu mencuri-curi waktu untuk merokok saat perjalanan ke toilet. Sebab di TPS tidak boleh merokok. Jadi sampai di sini, paham kan bagaimana lelahnya menjadi anggota KPPS?
Itu baru lelahnya anggota. Lelah lebih hebat dirasakan oleh ketua dan petugas Sirekap. Khusus petugas Sirekap, mereka kudu menghadapi aplikasi yang gampang trouble. Saya yakin mereka semua lebih lelah dan stres daripada anggota biasa. Hormat-sehormatnya untuk kalian.
Meremehkan kesehatan
Mungkin ini terdengar klise tapi memang beginilah hasil pengamatan dan pengalaman saya sebagai anggota KPPS Pemilu 2024. Jadi, di tengah proses kerja yang melelahkan, banyak dari kami masih mengesampingkan kesehatan. Sudah begitu, ada yang memaksakan diri untuk menjadi anggota padahal secara fisik tidak lagi kuat. Bagi saya, itu keputusan yang sangat konyol.
Sebelum menjadi anggota, seharusnya setiap orang sudah paham akan bekerja lebih dari 24 jam. Tidak masuk akal apabila punya riwayat sakit berat seperti sakit jantung, tetapi masih memaksa.
Saya membaca beberapa sumber untuk menemukan bahwa beberapa anggota KPPS meninggal lantaran sebelumnya mereka punya rekam jejak penyakit tertentu. Bayangkan, kerja berat tanpa dibarengi dengan daya tahan tubuh yang mumpuni apa jadinya!?
Sayangnya, faktor kesehatan ini luput untuk diperhitungkan. Salah satu langkah konkret, misalnya, menyediakan suplemen atau vitamin bagi anggota. Bisa juga menambah dengan penyuluhan tentang kesehatan. Tapi sayang, selama pertemuan-pertemuan menjadi anggota KPPS, nyaris hanya membahas hal-hal teknis saja.
Bahkan, beberapa penyuluhan seolah menutup-nutupi lelahnya menjadi anggota KPPS ketika berkaca pada Pemilu 2019. Alasannya supaya anggota bisa semangat dan tidak takut. Tapi menurut saya, sikap tersebut justru sikap beracun. Seharusnya semua diutarakan secara jelas dan terang. Ya supaya semua anggota bisa mawas dan antisipasi. Itu yang saya temukan di lapangan.
Wajib memperbaiki sistem dan mindset
Saya pernah begini ketika Bimbingan Teknis (Bimtek): “Apakah dari KPU Kabupaten menyediakan fasilitas vitamin, suplemen, atau lain sebagainya?” Kamu tahu apa jawaban mereka?
Panitia dan peserta malah menertawakan saya. Seolah-olah kesehatan itu tidak penting. Saat itu, saya membuat kesimpulan sendiri bahwa masalah kesehatan ditanggung masing-masing personal atau kelompok KPPS. KPU hanya menyediakan uang operasional dan makan kurang-lebih 4,5 juta rupiah waktu itu.
Awalnya kelompok kami sepakat bahwa uang itu mau dialokasikan untuk vitamin dan suplemen. Tapi, sampai hari H pelaksanaan, hal itu cuma menjadi wacana. Yah, setidaknya, tersedia makan dan setiap anggota bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab secara optimal.
Saya menemukan beberapa kasus di mana ada petugas KPPS yang tidak bisa bekerja sama. Ada juga yang malam hari sebelum hari H malah mengundurkan diri. Sudah begitu, ada saja yang mengeluhkan masalah komunikasi. Bikin pusing saja.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman sendiri sebagai anggota KPPS Pemilu 2024, saya punya beberapa pikiran. Pertama, pusat wajib memperbaiki semua sistem. Kedua, wajib mengubah mindset soal kesehatan, baik lahir dan batin.
Dari 2 pemikiran itu, saya jadi paham kenapa banyak anggota KPPS yang meninggal pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2014. Terakhir, bagi anggota yang meninggal ketika mengemban tugas, saya kirimkan doa. Semoga segala dosa diampuni dan amal ibadahnya diterima.
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Derita Petugas KPPS: Boro-boro Mikir Pajero, Bisa Sehat Saja Sudah Mukjizat dan cerita menarik lainnya di rubrik ESAI.