[MOJOK.CO] “Panduan biar elu-elu nggak gegar budaya kalau ketemu cowok Arab.”
Semalam saya di-WA sama Lady Prima Sulistya of Mojok, saya pikir tadinya doi mau ngucapin selamat Natal makanya saya refleks siap-siap buat kasih balesan dalil-dalil pengharaman Natal—mengingat Mojok sudah demikian aktif dalam kegiatan pendangkalan akidah umat. Baru kemudian saya baca, ternyata beliau meminta saya untuk menulis tentang kultur interaksi kaum laki-laki di Timur Tengah.
Kayaknya permintaan ini terkait peristiwa beberapa hari lalu. Netizen ramai gegara video viral tentang dua orang yang “dicurigai” bagian dari kaum gay yang diambil di sebuah kawasan di Jakarta. Video udah kadung banyak yang nge-share, teman-teman di timeline saya juga lumayan banyak yang memviralkan video tadi, lengkap dengan kepsyen-kepsyen yang menggugah sanubari dan mengenyakkan batin.
Akhir kisah video viral itu, ternyata tuduhan si pemosting salah. Keduanya kakak adik dan bukan orang Indonesia, tapi dari Timur Tengah. Perwakilan yang diposting dan yang memosting kemudian mediasi. Video pun dihapus dan bu ibu yang memviralkan pertama kali sudah nulis press release yang intinya, kepada seluruh pihak yang turut membagikan video itu tolong deh hapus video yang pernah di-share itu.
Saya pribadi alhamdulillah selamat dari kegiatan dosa jariyah itu. Karena apa? Karena di negeri tempat saya tinggal, Kerajaan Saudi Arabia, jamak dijumpai cowok gandeng tangan cowok atau cipika cipiki. Pelukan di antara mereka juga hal yang wajar.
Tapi, apa mereka gay? Nggak juga.
Saya sendiri pernah suatu kali mengalami peristiwa yang nggak bisa dilupain soal kebiasaan cowok Arab.
Pas pulang dari Nabawi, saya bareng teman mahasiswa asli Yaman. Waktu itu pas turun dari angkot, tanpa dinyana, diduga, dan tanpa komando yang jelas, si Yaman ini megang tangan saya. Dan dengan baik hatinya doi gandeng tangan saya sambil nyeberang jalan ke arah kampus tercinta.
Ekspresi saya waktu itu mungkin kayak Cinta pas dipegang tangannya sama Rangga ketika lagi nyeberang di Senen pas mau ke toko buku Kwitang, agak dagdigdug gimana gitu, sambil merhatiin sekitar apa ada yang ngerekam atau ngeabadiin momen itu.
Saya juga ada temen asal Irak walaupun doi dari bangsa Kurdi. Kebiasaan kami ini yang sering dilakuin kalau udah ketemu pasti pegangan tangan. Baik di kuliah, pulang dari masjid, bahkan ketika menuju ke asrama dan ke kamar masing-masing. Tolong dicatat, ke kamar masing-masing ya, jangan sampai kalimatnya putus sampai ke kamar aja.
Bahkan kalau genggaman tangan sama dosen atau seorang tokoh yang alim, derajat sosial kita di mata mahasiswa lain bisa langsung naik drastis. Dan itu merupakan momen yang berharga dan dicari-cari oleh kami mahasiswa dan bisa jadi kenangan tersendiri.
Di Nabawi yang merupakan tanah suci kedua bagi umat Islam, nggak jarang ada fenomena yang bikin kita orang Indonesia terkaget-kaget. Normalnya, orang Arab itu cipika cipikinya adalah pipi kanan dulu, kemudian kiri, lalu terakhir balik lagi ke kanan sambil agak ditekan dan diulang dua kali. Ini normalnya.
Etapi, beberapa kali saya lihat di Masjid Nabawi, mereka ini cipika cipikinya sambil ngadu hidung, Sodara. Bahkan maaf, kadang-kadang hampir itu bibir ketemu bibir. Tapi, mereka ketawa-ketawa aja. Apa iya ini orang-orang gay? Rasanya nggak mungkin mereka berani terang-terangan kurang ajar di tempat di mana Nabi dimakamkan.
Untuk menghormati dosen atau orang yang dituakan di sini, kami mengecup dahi-dahi mereka atau kadang ubun-ubun juga. Co cwit bingit nga c? Karena di negeri kita sendiri jamak menghormati orang tua dengan cium tangan bolak-balik.
Bicara soal dosen, pernah juga saya bareng sama dosen yang orang Arab ketika dia ketemu sama kenalannya. Dosen yang Arab ini memperkanalkan saya dengan bilang ke temennya itu, “hadza huwa habibi,” yang kalau diterjemahin artinya, please introduce my lover. Soalnya di sini manggil habibi alias my love adalah perkara yang biasa ae, sayangqu.
Kebayang nggak di Indonesia, kalau ada dosen kenalin mahasiswanya ke koleganya dengan bilang, “Kenalin nih kekasih saya,” bisa dipastikan bikin geger dunia persilatan.
Jadi, emang penghakiman seseorang gay atau nggak dari ucapan dan tingkah laku itu perkara yang samar-samar buat saya pribadi, kecuali terang-terangan semisal udah cipokan ala French baru dah hilang syubhatnya.
Jadi, moral story-nya adalah buat yang kuliah di sini, harap nikah dan bawa istrinya, jangan sampai LDR-an terus baru dua bulan udah ditalak. #eh