Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Catatan Politik 2018: Tahun Politik dan Posisi Gerakan Rakyat

Puthut EA oleh Puthut EA
1 Januari 2018
A A
Catatan-Politik-2018-Puthut-EA-MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Ada empat hal yang menyebabkan pemilihan umum memberi hasil yang itu lagi, itu lagi.”

Setiap kali hajatan politik hendak dimulai, antusiasme akan perubahan selalu mengemuka. Tapi, belajar pada empat kali pileg dan pilpres (tiga di antaranya dipilih secara langsung), maka ritual demokrasi langsung itu tak lebih dari ilusi jika kita tak tepat dalam menetapkan petanya.

Apa yang terjadi di tahun 2018 adalah pengantar untuk memasuki tahun politik 2019. Dengan 171 pilkada, disusul dengan perekrutan politik partai-partai untuk pendaftaran caleg, lalu pasti ada kerumunan timses pilpres, dan ya hasilnya bakal begitu-begitu saja….

Apa yang dimaksud dengan hasil begitu-begitu saja? Beberapa perwakilan kaum pergerakan atau masyarakat sipil akan ada yang menjadi wakil rakyat, akan ada yang menjadi menteri, akan ada yang menjadi komisaris BUMN, akan ada yang menjadi birokrat, tapi itu semua tidak memberikan akselerasi terhadap substansi agenda masyarakat sipil. Paling-paling hanya polesan sedikit saja, supaya wajah rezim, siapa pun rezim itu, terlihat lebih humanis.

Kenapa bisa begitu? Karena sesungguhnya yang sedang terjadi bukan prinsip perubahan sosial dalam konteks masyarakat sipil. Yang terjadi sesungguhnya hanyalah barter, atau hadiah, atau kalau lebih pas lagi, “permen untuk membungkam representasi dari masyarakat sipil” sebagai hadiah atas energi dan upayanya dalam membantu memenangkan kandidat. Itu berlaku untuk siapa pun yang kelak memenangi kekuasaan.

Karena pada dasarnya, yang diberi hadiah oleh rezim adalah orang, bukan lembaga, bukan pula warga negara. Diberi hadiah karena kehadiran mereka sebagai anggota tim sukses.

Karena hadiah itu untuk orang, maka berupa jabatan. Bukan agenda sosial. Bukan kebijakan dan program rezim.

Persoalannya, kenapa hal itu selalu terulang berkali-kali?

Pertama, karena pada dasarnya secara umum, gerakan masyarakat sipil di Indonesia nisbi lemah. Tidak punya nilai tawar untuk kegiatan politik elektoral. Komunitas politik masyarakat sipil tidak dianggap eksis dan berdaya oleh para elite.

Kedua, dalam gerakan masyarakat sipil tetap ada patronase dan figur politik. Ini pula yang kerap mencederai agenda gerakan masyarakat sipil. Ada deretan tokoh untuk isu-isu tertentu sehingga mudah “dibeli” oleh elite politik. Dengan mengambil satu atau dua orang tokoh, sebuah partai politik atau bahkan rezim politik bisa mendaku sudah melakukan bagian dari perubahan sosial.

Ketiga, gerakan masyarakat sipil gagal memaksimalkan ruang-ruang yang disediakan oleh rezim. Ruang-ruang kosong itu ada bukan karena kebaikan hati rezim, tapi memang didesakkan terus-menerus, dan kadang kala memang diciptakan oleh elite politik sebagai bagian dari ruang tawar antarmereka.

Misalnya soal BUMD dan dana desa. Sekalipun kebijakan ini tidak sempurna, tapi memenuhi hampir semua unsur gerakan masyarakat sipil. Tapi, siapakah yang memanfaatkan ruang ini? Siapakah yang menempatkan kader-kader terbaik gerakan rakyat di desa untuk memaksimalkan perubahan di tingkat akar masyarakat. Kalaupun ada, kecil sekali.

Keempat, masih berhubungan dengan poin ketiga, hal itu menunjukkan bahwa sejatinya, imajinasi gerakan masyarakat sipil sama dengan elite politik. Pergeseran kuasa hanya dianggap ada kalau yang berubah adalah siapa yang menjadipPresiden, menteri, anggota dewan, dll. Itu sih perubahan nasib orang per orang….

Keempat poin itu sepertinya akan terus terjadi pada tahun 2018. Kemudian terjadi lagi pada tahun 2019, dan seterusnya.

Maka, yang pasti kemudian terjadi lagi dan lagi adalah perebutan dan pencaplokan sumber daya alam di mana saja, kebijakan pro-petani dan buruh nihil, cara pandang pemerintah terhadap BPJS tetap sama. Begitu terus. Terus begitu.

Iklan

Maka, tahun 2018 akan menjadi tahun politik yang begitu-begitu saja. Paling ada yang jadi timses pilkada lagi, lalu nyaleg lagi, lalu tahun berikutnya akan ada yang jadi timses pilpres lagi, rebutan jabatan jadi komisaris lagi, jadi birokrat lagi.

Dan awal tahun 2019 nanti, saya juga akan membuat catatan politik yang mirip lagi….

Terakhir diperbarui pada 1 Januari 2018 oleh

Tags: 20182019Anies Baswedancaleggerakanmasyarakat sipilpilkadapilprestahun politik
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Solo Fighter PDIP vs Keroyokan di Kandang Banteng, Pilkada 2024.MOJOK.CO
Aktual

Solo Fighter vs Keroyokan di Kandang Banteng, Benarkah Jateng Tak “Merah” Lagi? 

29 November 2024
Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Jokowi Menyemai Dinasti Politik di Tingkat Daerah. MOJOK.CO
Ragam

Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Warisan Dinasti Politik Jokowi di Tingkat Daerah

26 November 2024
Kiat Harda Kiswaya Atasi Masalah Sampah di Sleman
Video

Kiat Harda Kiswaya Atasi Masalah Sampah di Sleman

13 September 2024
putusan MK Pilkada.MOJOK.CO
Aktual

Kawal Putusan MK, Satu-satunya Cara Hindari Mulusnya Jalan Calon-calon Boneka di Pilkada 2024

22 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Eksan dan Perjuangan Menghidupkan Kembali Rojolele, Beras Legendaris dari Delanggu

Eksan dan Perjuangan Menghidupkan Kembali Rojolele, Beras Legendaris dari Delanggu

5 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.