MOJOK.CO – Perkembangan kasus grup WA anak STM bikin saya pengin marah-marah. Mana habis nonton Joker pula. Hiiih.
Tindakan polisi menjadi sangat aneh dan susah dimengerti nalar ketika kemarin mereka mengumumkan daftar pelaku pembuat grup WA anak STM yang oleh netizen dicurigai dibikin-bikin doang sama polisi.
Kasusnya bermula skrinsut grup WA anak STM yang disebar akun Twitter @OneMurtadha menjadi viral. Skrinsut grup WA itu sudah divonis netizen sebagai hoaks karena berbagai temuan. Namanya grup STM, kok pas dicek, nomor-nomor hapenya punya polisi? Namanya grup STM, kok ada nomor Amerika Serikat, mohon maaf ini anak STM Philadephia atau Texas kalau boleh tahu? Terus, anak STM kok pakai nomor Telkomsel?
Dan bukan netizen saja yang jadi detektif dadakan, wartawan pun turun tangan (jangan tanya saya Kominfo lagi ngapain sekarang). Misalnya Merdeka yang Selasa kemarin mengontak salah satu nomor terduga polisi tersebut. Kemudian Tirto yang menayangkan penelusurannya atas nomor-nomor yang tampak di skrinsut. Hasilnya makin meneguhkan keyakinan bahwa pemiliknya adalah polisi. Anda bisa membaca laporan tersebut di tautan ini dan ini karena saya nggak mau kasih spoiler saking seru ceritanya.
Beberapa grup WA anak STM jadi-jadian yang tampak di skrinsut dan di dalamnya ada nomor polisi adalah grup WA “*G30S STM ALLBASE”, “ANAK STM K**** BACOT”, “STM SEJABODETABEK”, “STM/K BERSATU”, “STM Sejabodetabek”, dan ORIGINAL Bxxxx COLLECTION”.
Original Bokep Collection by @wearepersibfans pic.twitter.com/0hdvrkbzCK
— Hoofy (@HoofdbureauID) September 30, 2019
Begitu viral, Mabes Polri langsung merepons dengan cara yang standar dan sangat SOP, yakni membantah. Selain itu, Mabes Polri juga mengejar pelaku pembuat grup WA-nya. Para pelaku yang berjumlah tujuh orang itu kemudian tertangkap dan diumumkan inisialnya oleh Mabes Polri dalam konferensi pers yang digelar kemarin. Saya kutipkan dari CNN Indonesia daftar pelaku serta kesalahannya.
RO, 17 tahun, pembuat grup WA “STM/K Bersatu”, sudah tersangka
MP, 18 tahun, admin grup WA “STM-SMK se-Nusantara”
WR, 17 tahun, admin grup WA “SMK-STM se-Jabodetabek”
DH, 17 tahun, admin grup WA “Jabodetabek Demokrasi”
MAM, 29 tahun, admin grup WA “STM se-Jabodetabek”
KS, 16 tahun, admin grup WA “SMK-STM se-Jabodetabek”
DA, 32 tahun, admin grup WA “SMK-STM”
Habis baca daftar inisial dan nama grup WA-nya, saya merasakan keinginan kuat untuk memasukkan meme Jackie Chan pegang kepala di tulisan ini.
Asli, akutu pusing. Mestinya kan penangkapan ini dilakukan untuk memperkuat dalih bahwa polisi tidak terlibat dalam grup WA anak STM sebagaimana tuduhan netizen. Apalagi Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul sendiri bilang, “Kami ingin tegaskan bahwa isu yang beredar di media sosial maupun di kalangan netizen bahwa polisi selaku kreator WA grup tersebut adalah tidak benar.”
Tapi, tak satu dari 7 orang yang ditangkap polisi terlibat grup WA “*G30S STM ALLBASE”, dan “ANAK STM K**** BACOT”. Padahal kan kontak-kontak di grup itu yang jadi masalah awalnya.
Jiwa emak-emak saya yang gampang terbakar ketika nyuruh adik ke warung beli gula tapi pulangnya malah bawa ciki jadi bangun kembali. Ini polisi apa-apaan sih?
Makin kesal ketika membaca keterangan polisi mengenai alasan penangkapan ketujuh orang di atas tadi. “(Karena) Mengirimkan Link WAG STM/K BERSATU agar buat ramai-ramai siswa STM/K mengikuti ajakan berdemo Di Gedung MPR/DPR Jakarta,” ujar Kombes Rickynaldo.
Laaah, polisi ini gimana sih. Latar belakang investigasinya apa, hasilnya apa. Apa polisi nggak baca seruan badan PBB yang mengurusi anak-anak, UNICEF, yang Selasa kemarin bahwa anak-anak punya hak untuk mengeskpresikan pendapat, termasuk lewat demonstrasi?
Perlakuan polisi ini adalah ketidakadilan kesekian yang terjadi minggu-minggu belakangan. Bukti sudah terang di depan mata, bahkan netizen dan wartawan sudah bantu investigasi, tapi polisi tak kunjung menangkap influencer dan buzzer yang jelas-jelas sudah menyebarkan hoaks.
Sudahlah tidak tegas sama buzzer (tapi sangat keras kepada Ananda Badudu, Dandhy Laksono, dan Veronica Koman), polisi juga tidak bisa membuktikan mereka bersih dari praktik kotor kayak di kasus grup WA anak STM ini. Belum lagi tindakan kekerasan di lapangan terhadap warga sipil, wartawan, hingga awak medis (termasuk aksi polisi menembaki ambulans).
Waktu Ananda Badudu bilang ke media bahwa polisi memeriksa demonstran yang ditangkap dengan cara-cara tidak etis, polisi menyanggah dan beri bukti bahwa ucapan itu tidak benar. Terus polisi mau somasi Ananda karena merusak nama baik polisi. Halo, kalau kejadiannya kayak sekarang ini, apa polisi nggak kepikiran menyomasi diri sendiri?
Jika terus melanjutkan cara-cara yang sarat ketidakadilan begini, polisi sama saja sedang menutup mata dan telinga pada pengalaman DPR RI 2014-2019. Semua demonstrasi yang terjadi minggu-minggu belakangan ini akarnya satu, karena DPR menutup telinga mereka dari suara tuhan, vox dei, yakni warga negara Indonesia.
Langkah-langkah seperti itu, Pak Pol, bukan langkah cerdik. Apalagi di momen pemutaran film Joker seperti sekarang ini.
BACA JUGA Isu Pemakzulan Jokowi dari Surya Paloh Malah Memperpanjang Urusan Perppu KPK atau artikel Prima Sulistya lainnya.