Pramoedya Ananta Toer pernah bilang kurang lebih seperti ini: kalau kamu muda tapi tak punya keberanian, maka sama saja dengan hewan ternak.
Sungguh, Bro dan Sis, kamu akan menyesal kalau tak melakukan apa-apa semasa mudamu. Seperti saya. Saya menghabiskan masa muda hanya dengan mabuk-mabukan dan patah hati. Menyedihkan sekali.
Nah, kalau kamu muda, berani mencoba hal-hal baru, suka tantangan, pekerja keras, ulet, dan disiplin, segera kirimkan lamaran dan CV kamu. Eh, maksud saya, coba saran-saran saya di tulisan ini. Apalagi kalau kamu bercita-cita menjadi pahlawan sekaligus legenda. Segerakanlah, Bro dan Sis, keburu tua!
Mencegat Rombongan Kendaraan
Agustus lalu, kita disuguhi aksi heroik Elanto Wijoyono mencegat rombongan moge yang menerobos lampu merah. Aksi itu kemudian disusul Arif Nurhuda, Oktober kemarin di Salatiga. Arif mencegat bus yang berjalan melawan arus di jalan penghubung Solo-Semarang.
Tapi karena moge sudah menjadi jatah Elanto dan bus jatah Arif, sebagai orang muda kamu mestinya berani beda.
Kebetulan, saat ini adalah musim kampanye Pilkada. Seperti yang sudah-sudah, musim kampanye selalu diikuti oleh rapat akbar, yang sesungguhnya bukan rapat-rapat amat dan tidak akbar-akbar sangat. Sebab umumnya hanya mendengar pidato retorik dan nonton dangdut.
Rapat akbar tentu saja diikuti massa. Baik pulang maupun berangkat bisa dipastikan mereka berombongan. Tak mungkin mereka datang dan pergi satu demi satu. Kalau satu per satu itu namanya uji nyali. Namun, entah saking cintanya dengan si calon pemimpin atau saking banyaknya isi amplop yang didapat dari rapat itu, tiap pulang itu mereka nyaris selalu menyumbangkan setrum aki dan literan bensinnya ke pemakai jalan lain dengan cara membunyikan klakson sambil mbleyer-mbleyer.Â
Nah, tugasmu adalah menghentikan mereka. Cegat, hadang, dan nasehati bahwa mereka mengganggu orang lain dan ketertiban umum.
Ingin mencoba mencegat rombongan yang lain? Oh, tentu bisa, coba suporter sepakbola. Apalagi yang klubnya baru saja dicurangi wasit. Wah, menurut saya, ini jauh lebih menantang. Sebab kamu akan menghadang puluhan truk yang melaju begitu-deras-begitu-beringas hingga mendekati kecepatan suara kentut. Untuk soal ini, saya pernah melakukannya.
Ketika itu, seusai kalahnya PSIS Semarang oleh Persik Kediri di final Liga Indonesia tahun 2006, puluhan truk suporter PSIS pun lewat di jalan raya. Dengan sigap, saya langsung menepikan motor, duduk di trotoar, tak lama kemudian, saya berdoa sebisanya. Ndredek, Bung! (Ketakutan, Bung!)
Saran saya, aksimu jangan hanya memakai sepeda angin dan kamu berkostum-lari-pagi, kurang heroik itu. Lebih gagah rasanya andai kamu memalangkan dua buah selender dan sebuah buldozer jumbo yang malam sebelumnya kamu curi dari kantor DPU, dengan memakai kostum astronot yang setahun sebelumnya kamu colong dari markas NASA. Baru jos!
Merekam Pungli
Lagi-lagi Elanto Wijoyono. Oktober kemarin, ia melakukan aksi berani dengan merekam polisi lalu lintas yang diduga meminta pungli kepada sopir truk.
Nah, kalau kamu pingin, kamu bisa merekam pungli lain. Korbannya sama-sama sopir. Bedanya di video Elanto adalah sopir truk, sedangkan di sini sopir angkot. Pelakunya pun berbeda, yang ini preman. Kalau di kotamu stok preman menipis karena sudah tumpas oleh ‘Operasi Petrus’, atau semua sudah tobat setelah membaca buku Saya Tobat mahakarya Kak Jonru, kamu bisa datang ke kota saya di Salatiga.
Lalu bagaimana teknis pencegatan preman tadi? Mulanya, kamu sembunyi di balik pohon besar sambil menunggu aksi si preman. Ketika ada angkot menepi, segera aktifkan perekam video di gawai kamu. Dekati secepatnya. Lari. Dan begitu si preman menerima sesuatu dari si sopir, bertanyalah, “Ngasih apa tadi itu, Pak? Ngasih apa?”. Ulangi begitu terus. Kalau dia tak kunjung menjawab, pertegas intonasi kamu. Kalau perlu gertak, “Saya juga bisa tegas lho, Pak!”
Kemungkinan besar dia tak menjawab pertanyaanmu. Malah bisa jadi dia meminta gawaimu. Tentu mulia sekali kalau kamu menyerahkannya, itu tandanya kamu orang yang senang berbagi. Tapi kalau itu satu-satunya gawaimu, apalagi kamu belinya menggunakan duit utangan, saran saya jangan berikan. Suruh dia mengecek inbox. Harganya berapa, net atau nego, terserah kamu, Gan. Ini juga aksi berani, lho.
Kemungkinan lain, ia tak sekadar hendak merebut gawaimu, tapi bisa juga hendak memukulmu. Tenang, sebut saja kalau kamu bocahku. “Aku bocahe Pak Wid!”, begitu. Niscaya dia akan tertawa. Ketika dia tertawa itulah kesempatanmu untuk lari.
Sedekah
Apapun agamamu, pasti ada perintah untuk sedekah. Dan sedekah, sebagaimana berbagi seperti sudah dijelaskan tadi, tentu saja aksi berani, Bro dan Sis. Banyak orang kaya takut miskin hanya karena berbagi. Tunjukkan kamu bukan bagian dari mereka.
Baru-baru ini kita membaca berita tentang kongres HMI di Pekanbaru. Kongres tersebut konon sebagian sumber dananya dari APBD Pemprov Riau, yang rakyatnya baru saja mentas dari kabut asap. Tak tanggung-tanggung: 3 miliar, Bung! Yang tidak mengenakkannya lagi, sebagian peserta kongres bikin rusuh karena tak mendapat sambutan dan hingga ngembat dagangan bakul-bakul makanan karena kelaparan. Kasihan sekali. Tapi begitulah, kenyang memang membuatmu gampang ketiduran, laparlah yang membuatmu sanggup melakukan apa saja.
Nah, tugasmu membereskan itu. Kamu bisa membentuk event organizer yang khusus menggarap kongres-kongres organisasi mahasiswa. Organisasi mahasiswa yang mana saja. HMI, GMNI, KAMMI, semua kamu layani tanpa pungutan biaya sepeserpun, alias gratis. Pro bono.
Tapi yang paling menantang tentu saja merancang kongres CGMI. Pertama, kamu akan repot mencari dukun yang sanggup membantumu menyelenggarakan kongres di alam kubur. Lha gimana, pesertanya sudah mati semua. Kedua, dipastikan kamu akan mendapat cap baru yang embel-embelnya nama toko pakaian: KGB (Kuminis Gaya Baru). Kuminis yang trendy.Â
Soal dana bisa kamu peroleh dari urunan. Kalau mau bahasa yang keren ya crowdfunding. Membuka rekening khusus lalu mengampanyekannya di medsos dengan tagar #KoinUntukHMI, misalnya. Tentu kamu yang harus memulainya. Dengan menjual gawaimu atau menggadaikan motor pacarmu. Astaga, itu pasti heroik sekali!
Begitulah, di tanganmu kelak tak ada lagi organisasi mahasiswa yang memakai dana APBD. Tak ada lagi mahasiswa yang kelaparan dan bobok sembarangan. Dan, jangan lupa, pastikan kamu merekam semua jerih payahmu itu. Jangan sampai ada yang kelewatan.
Menjadi pahlawan tentu saja syarat utamanya adalah diakui khalayak. Dan untuk diakui, pertama-tama tindakanmu harus mereka ketahui. Tapi itu perkara enteng di zaman ini. Kamu tinggal mencantolkan videomu di internet, bagikan di seluruh medsos yang ada, sapu habis. Kamu pun tinggal menunggu waktu untuk dinobatkan sebagai legenda.
Selain mendapat pengakuan, kamu juga akan mendapat keuntungan lain, yaitu uang. Yup, sambil menyelam ngompol sekalian. Sekali nongkrong, dua-tiga korek api terkantongi. Dengan moncernya namamu, tentu perkara gampang mengundang pengiklan. Kamu juga bisa menulis buku dengan judul mirip salah satu lagu Efek Rumah Kaca, Panduan Menjadi Legenda di Era Informatika. Bisa pula kamu nyambi jadi motivator. Kini bukan zamannya lagi menyekolahkan sertifikat tanah atau BPKB kendaraan ke renternir berkedok koperasi demi mendapatkan uang. Cukup click, like, and share.
Nah, kurang menarik bagaimana lagi coba? Muda, berani, kaya, dan menjadi legenda, wuih, itu surga dunia. Uang bisa mengalir, dan soal pacar, pasti banyak yang ngantri. Pokoknya tidak seperti hidupmu sekarang yang semrawut tanpa masa depan yang jelas itulah.
Jadi, tunggu apalagi? Kalau bukan kamu, siapa lagi?Â