Kalau ingin tahu apakah Marlboro menjual rokok ganja atau tidak, bacalah berita yang disebarkan oleh Tempo.co pada 29 Oktober 2015. Di bawah judul “Marlboro Jual Rokok Ganja”, wartawan Tempo menulis dengan yakin; Marlboro telah menjual rokok ganja. Rokok yang dipasarkan dengan merek “Marlboro M” itu, menurut Tempo, tersedia di gerai-gerai khusus berlisensi di Negara Bagian Colorado dan Washington D.C., Amerika Serikat, dan dijual dengan syarat yang ketat. Harga sebungkusnya saja dibanderol US$ 89 atau sekitar Rp 1,15 juta.
Untuk meyakinkan pembaca bahwa “Marlboro M”, rokok berganja itu benar telah dijual oleh Marlboro, Tempo menyertakan pernyataan dari petinggi Philip Morris yaitu Serafin Norcik dengan satu kutipan langsung, “Kami juga telah memantau kondisi pasar untuk beberapa waktu.” Di paragraf akhir, disertakan pula keterangan bahwa nilai penjualan “Marlboro M” telah mencapai US$ 1 juta atau sekitar Rp 13 miliar. Done.
“Berita” yang dikutip oleh wartawan Tempo dari Dailybuzzlive.com itu, akan tetapi bukan info baru—untuk tidak menyebutnya info basi. Info semacam itu (bila ditelusuri lewat Google) sudah ada setidaknya sejak setahun yang lalu, dan celakanya adalah hoax alias palsu. Tak ada media besar dan mapan yang menulisnya, karena memang tak masuk akal ada perusahaan besar yang diizinkan oleh Washington untuk mengedarkan produk ganja. Hanya media abal-abal yang menyebarluaskannya, dan media abal-abal itu mengutipnya dari Abriluno.com, situs yang kali pertama menyebarkan tentang “Marlboro M.”
Dua kali situs itu mengunggahnya, masing-masing pada 12 Januari 2014 dan pada 30 Maret 2015. Untuk publikasi pertama, Abril Uno, tampaknya hendak menyambut isu legalisasi penggunaan ganja di Colorado, dan karena itu mereka menyebut “Marlboro M” hanya dijual di negara bagian itu. Untuk publikasi kedua, Abril Uno jelas bermaksud menyambut April Mop, 1 April, yang di Barat sering dijadikan sebagai tanggal untuk membuat kejutan dan kebohongan.
Dan memang, Abril Uno adalah situs lelucon, mirip-mirip Charlie Hebdo tapi jauh lebih tidak kasar. Namanya saja diambil dari istilah April Mop, tapi dalam bahasa Spanyol, Abril, sehingga terkesan pelesetan. Tertulis dengan terang di disclaimer mereka: Abril Uno adalah situs satir, parodi, web yang spoof. Siapa pun tokoh atau perusahaan yang dianggap bisa dijadikan bahan lelucon akan dibuat lelucon oleh Abril Uno. “Setiap kemiripan dengan peristiwa yang sebenarnya, orang yang sebenarnya, hidup atau mati, adalah sepenuhnya kebetulan dan dimaksudkan murni hanya sebagai sindiran, parodi atau spoof. Semua artikel yang ditulis adalah fiksi (palsu), tidak benar, dan hanya untuk hiburan.”
Problemnya tak banyak yang membaca disclaimer dari Abril Uno, tidak juga Daily Buzz Live yang dikutip oleh Tempo. Di Amerika, Daily Buzz Live sendiri adalah bagian dari TV VH1, jaringan siaran televisi berbayar. Salah satu acara unggulannya adalah “Daily Buzz Live Morning” yang menyasar remaja untuk dijadikan sumber duit. Daily Buzz Live juga dikenal sebagai media bombastis. Artikel di bawah judul “Philip Morris Begins Selling Marlboro ‘M’ Brand Marijuana Cigarettes In Colorado”, yang dikutip Tempo, adalah salah satu contoh bombastisnya Daily Buzz Live.
Di artikel itu bahkan tidak dicatumkan nama penulis kecuali hanya disebut “admin.” Tidak pula disebutkan asal-usul sumbernya, seolah artikel “Marlboro M” adalah berita hasil liputan (wartawan) Daily Buzz Live.
Nah dari situs yang tidak jelas itulah, Tempo mengutip tentang “Marlboro M.” Dan celakanya, wartawan Tempo dengan yakin menulis bahwa artikel itu dipublikasikan oleh Daily Buzz Live pada Rabu, 28 Oktober 2015, meskipun artikel “Marlboro M” di Daily Buzz Live sama sekali tidak mencantumkan tanggal publikasi. Satu-satunya petunjuk pemuatannya, hanya direkam oleh Google dan tercatat pada 9 Maret 2015, atau berselisih sekitar tujuh bulan yang lalu dari tanggal yang disebutkan oleh Tempo.
Tentu, semua itu belum jelas benar. Misalnya, mungkin saja Daily Buzz Live yang dikutip oleh Tempo, bukan atau tidak sama dengan Daily Buzz Live yang satu grup dengan jaringan stasiuan televisi TV VH1, meskipun info tentang Marlboro ganja tetaplah hoax. Dan Tempo bukan kali pertama ini mengutip dan menyebarkan info hoax.
Sekitar empat tahun yang lewat, Tempo memuat artikel hoax tentang ulama yang melarang perempuan makan pisang, karena kata si ulama, dikuatirkan akan membuat mereka terangsang secara seksual. Berita yang kali pertama dimuat oleh Bikya Masr, media online dari Mesir, itu dilahap oleh Tempo karena dimuat oleh Daily Mirror, koran gosip dari London, Inggris. Lalu berdasarkan “berita” yang ditulis oleh Tempo, pengguna media sosial seperti di Facebook, lantas menjadikannya sebagai bahan olok-olok terhadap (ulama) Islam. Nama besar Tempo rupanya menjadi jaminan, semua infonya pastilah sahih dan bisa dipertanggungjawabkan, meskipun “berita” tentang larangan perempuan Muslim memakan pisang itu tidak ada faktanya alias dusta.
Semua berawal dari talkshow satu stasiun radio di Amerika yang mengundang Rush Limbaugh, konservatif republikan. Di acara itulah, Limbaugh mengoceh tentang seorang ulama yang melarang kaum perempuan Muslim menyentuh buah pisang, sembari dengan girang, Limbaugh membuat ejekan-ejekan. Berusaha mengesankan info yang dikutipnya benar, Limbaugh lalu menyebut sumber infonya berasal dari Bikya Masr.
Penjelasan Limbaugh itulah yang lantas disiarkan oleh FoxNews, jaringan TV berita terbesar di Amerika yang dimiliki konglomerat media Rupert Murdoch, yang dikenal konservatif dan sangat bias. Dan beberapa saat setelah disiarkan FoxNews, berita tentang fatwa pisang didaurulang oleh banyak media konservatif di Amerika yang anti-Islam untuk memajukan agenda anti-Islam mereka.
Untungnya, di tengah semua kesintingan dan sentimen semacam itu, ada media yang waras. Salah satunya adalah addictinginfo.org yang membantah kebenaran “berita” yang disiarkan oleh FoxNews, dengan menunjukkan kebohongan-kebohongannya. Masalahnya menjadi rumit karena tidak semua orang membaca ulasan addictinginfo.org, dan di Indonesia “berita” yang disebarkan oleh Tempo itu telanjur disebarluaskan di media sosial oleh mereka yang percaya, bahwa fatwa tentang larangan perempuan Muslim makan pisang benar ada sebab diberitakan oleh Tempo.
Kini kejadian yang kurang lebih sama berulang, dan Tempo pula yang mengulanginya. Sebagian pembaca mungkin akan menganggap, Tempo tidak keliru karena hanya mengutip dari media luar. Sebagian pembaca yang lain mungkin justru akan menyalahkan Tempo, karena sudah tergesa-gesa percaya pada info apa saja, lalu ikut-ikutan mengutip untuk diberitakan, atas nama rating dan demi pendapatan iklan.
Masalahnya: apa benar wartawan Tempo dilarang makan pisang, tapi boleh merokok ganja? Atau info itu cuma hoax?