Bandara YIA Kulon Progo Ternyata Bukan Solusi Bijak karena Banyak Orang Jogja Tidak Bahagia. Apakah Kini Saatnya Membangun Bandara Baru?

Bandara YIA Gagal, Bikin Jogja Butuh Bandara Baru Lagi? MOJOK.CO

Ilustrasi Bandara YIA Gagal, Bikin Jogja Butuh Bandara Baru Lagi? (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSeiring waktu, lahirnya Bandara YIA ternyata bukan solusi bijak. Tidak semua warga Jogja bahagia. Saatnya membangun bandara baru? 

Sebulan terakhir ini saya mencatat muncul wacana bandara internasional baru di Jogja. Beberapa nama lokasi muncul jadi kandidat walau mungkin hanya angan-angan belaka. 

Beberapa tempat tadi akhirnya menjadi perbincangan ringan di burjo atau angkringan. Khususnya kami para ojol yang sedang menunggu orderan, berbarengan dengan warga sekitar yang kebetulan saya temui. 

Dari obrolan soal bandara baru di Jogja, saya sepakat ada 3 lokasi yang mungkin bisa jadi lokasi alternatif. Bahkan lebih dekat dengan Kota Jogja kalau kita membandingkannya dengan Bandara YIA di Kulon Progo

Sebelum membahas lokasi-lokasi yang cukup strategis tersebut, saya ingatkan satu hal. Jadi, ada alasan pemerintah meninggalkan Bandara Adisutjipto lalu membangun Bandara YIA di Kulon Progo.

Traffic pesawat di Jogja yang kelewat padat 

Alasan utama pembangunan Bandara YIA adalah traffic pesawat dan penumpang yang sudah overload. Bandara Adisutjipto tak lagi mampu menampungnya. 

Ibarat kata seperti lalu lintas di Jalan Malioboro. Sudah pasti padat di akhir pekan. Sudah begitu masih terdapat juga terminal bus yang aktif dengan luas parkiran terbatas. 

Jadi, semisal terminal di tengah Malioboro itu sedang penuh, bus yang akan masuk harus menunggu. Bisa juga berputar-putar di sekitar Jalan Mangkubumi atau Stadion Kridosono. Begitu yang terjadi kepada Adisutjipto.

Selain untuk “angkutan sipil”, Bandara Adisutjipto juga digunakan secara aktif oleh TNI AU. Bahkan ada sebuah sekolah penerbang militer di sini. Lengkap mulai dari penerbang dasar sampai calon penerbang tempur. 

Jadi, kalau Bandara Adisutjipto semisal bus di dekat Malioboro, akan ada kendaraan perang khusus juga yang berhak melintas dan parkir di lokasi yang sama. Mereka bukan sekadar pajangan, kendaraan militer ini juga aktif melakukan latihan berkala. Maka, dari sana, lahir Bandara YIA. 

Langganan “kemacetan” di udara sebelum Bandara YIA berdiri

Jadi, kalian bisa membayangkan betapa sumpeknya traffic pesawat reguler. Makin sial ketika calon penerbang TNI sedang jadwalnya latihan atau menambah jam terbang. Mau landing saja bisa antre lama. Lalu, yg di darat mau terbang juga antre dulu. 

Saya pernah mengalami sendiri di tahun 2018. Pesawat yang saya tumpangi harus mengantri 30 menit lebih untuk masuk runway. Semua karena menunggu giliran pesawat komersil yang mau mendarat dan pesawat militer yang kebetulan sedang latihan rutin. Maskapai yang terkenal tepat waktu pun tidak bisa apa-apa ketika sedang berada di Bandara Adisutjipto. 

Alasan kedua yang sering menjadi bahasan airplane enthusiast, pengamat transportasi, sampai pilot adalah panjang landasan. Adalah tidak mungkin menambah panjang landasan di Adisutjipto. Bagaimana mau ditambah, lha wong sudah mentok sana dan sini. 

Kalau menambah landasan ke timur, terlalu mepet perbukitan yang di salah satu area ujung landasannya berdekatan dengan Candi Ijo. Yang pernah naik pesawat dari Adisutjipto dan melintas ke arah timur pasti pernah merasakannya. Begitu pesawat take off nggak lama langsung belok. Ya karena pesawat menghindari area pegunungan itu.

Kalau mau memperpanjang landasan ke barat, terlalu dekat dengan perkotaan. Mirip seperti kasus Bandara Husein Sastranegara di Bandung. 

Pernah suatu ketika seorang teman yang kebetulan pertama kali datang ke Jogja sempat kaget bukan main ketika lewat Jalan Layang Janti. Pesawat berasa mepet banget sama kepala orang yang melintasi jembatan layang itu. 

Belum lagi perumahan yang terkenal dengan sebutan “Blok O”. Entah berapa puluh kali setiap harinya mereka mendengarkan pesawat yang melintas. Mungkin sebagian dari mereka sudah hafal jenis pesawat yang melintas. Entah itu Boeing 737, Airbus A20, atau pesawat pribadi yang ditumpangi Kaesang. Hehehe.

Baca halaman selanjutnya: Saatnya bandara baru lahir di Jogja?

Bandara YIA lahir

Mempertimbangkan alasan di atas, pemerintah lantas membangun Bandara YIA. Bandara ini mempunyai landasan yang lebih panjang dan area taxiway yang lebih lebar. Sudah begitu, area terminal bandara ini lebih luas. Jadi penumpang bisa lebih nyaman dan nggak perlu antre pas mau landing atau take off.

Bandara YIA juga “sedikit” menyelesaikan masalah kemacetan, khususnya roda 4, di depan Bandara Adisutjipto. Kemacetan kendaraan roda 4 ini bahkan membuat petugas perlintasan kereta api di dekat stasiun bandara pusing setiap kereta api akan melintas. 

Tidak jarang kendaraan berhenti tepat di perlintasan kereta api. Mungkin kalau Pemprov Jogja tetap memaksa Adisutjipto beroperasi, sepertinya kereta api melintas yang harus mengalah. Entah Jogja membuatkan underpass khusus kereta atau keretanya yang kudu berhenti menunggu kemacetan terurai. 

Ternyata bukan solusi bijak

Seiring waktu, lahirnya Bandara YIA ternyata bukan solusi bijak. Tidak semua warga Jogja bahagia dengan bandara ini. Apalagi di momen-momen awal bandara ini akan dibangun. Berbagai protes terasa sangat kuat.

Selain itu, ada beberapa alasan teknis yang membuat Bandara YIA ini “ terasa merepotkan”. Masalah pertama adalah soal jarak antara Kota Jogja dengan bandara di Kulon Progo. Jauh banget.

Kedua, lalu lintas yang luar biasa menantang dan berbahaya ketika berkendara menuju Bandara YIA. Memang sepertinya Pemprov Jogja nggak bakat merancang dan membuat fasilitas publik yang bisa “membahagiakan” banyak orang. 

Nah, seandainya ada wacana pembangunan bandara baru dan saya mendapatkan kesempatan untuk memberi saran, ada 3 tempat yang saya rasa cocok. Sekali lagi, ini menurut bayangan saya sendiri. Mungkin Jogja punya pilihan lain.

Kalurahan Gading di Gunungkidul

Mungkin kalian pernah dengar, bahwa ada yang namanya Lanud Gading. Orang Gunungkidul mengenal lapangan udara ini sebagai salah satu tujuan bagi siswa penerbangan. Khususnya yang sedang menempuh ujian atau sekadar latihan terbang. Lanud ini sendiri masih aktif digunakan bersama-sama dengan lanud yang berada di Parangtritis, Bantul. 

Lokasi Lanud Gading ini cocok dan paling strategis. Khususnya bagi wisatawan yang ketika tiba di Jogja, ingin langsung “nyemplung” ke Goa Pindul atau main air di Pantai Sundak dan sekitarnya. Atau yang hobi makan ikan bakar, mereka hanya butuh waktu 1 jam untuk langsung berwisata pantai, gua, dan bahkan candi di sekitar Prambanan. 

Warga Pacitan juga akan sangat bahagia melihat ini. Mungkin mereka bukan penumpang potensial, tapi paling tidak bisa menggaet wisatawan yang datang dengan menyediakan transportasi murah buat yang ingin berselancar di pantai-pantai Pacitan. 

Mereka bahkan mau merogoh kocek untuk sekadar memasang baliho di bandara yang isinya mempromosikan Pacitan. Hitung-hitung ini menambah pemasukan untuk Pemkab Gunungkidul, mengangkat pamor pariwisata Jogja sekaligus Pacitan. Gunungkidul siap kedatangan “Bandara YIA” baru?

Turi di Sleman

Turi menjadi bisa menjadi salah satu lokasi bandara eksotis seperti Bandara YIA. Bandara di sana akan dikelilingi oleh perkebunan hijau dan komoditas andalan: salak.

Kalau perlu Bandara YIA yang baru nanti menyediakan akses untuk petani salak. Khususnya untuk berjualan di dalam dan pintu keluar kendaraan.

Selain warga Turi, masyarakat Magelang dan Muntilan akan sangat bahagia mendengar ini. Lagi-lagi, mereka bisa mempromosikan dengan membuat paket-paket perjalanan wisata terjangkau bagi penumpang yang tiba di Bandara YIA Turi. 

Borobudur tentu semringah. Banyak wisatawan yang tiba di Bandara Kulon Progo malas mengunjungi Borobudur karena jauh. Nah, sekarang mereka bisa mengubah tujuan secara seketika dengan Borobudur sebagai tujuan pertama setibanya di Jogja. 

Jeep wisata Kaliurang bahkan bisa membuat paket seru. Misalnya dengan tagline “Naik Jeep: Turun dari Pesawat Langsung ke Gunung Merapi”. Bisa juga mereka membangun jalur baru dari Kaliurang ke Turi untuk mengejar pesawat. Sama-sama menguntungkan. 

Raminten, Kopi Klotok, dan tempat-tempat makan hype di utara Jogja akan pusing sekaligus bahagia melihat omzet yang meledak. Mahasiswa UII yang suka naik pesawat tidak perlu lagi menempuh jarak yang jauh ke Bandara YIA Kulon Progo. Tahukah kamu, jarak antara UII ke Bandara YIA Kulon Progo nyaris setara menuju Bandara Ahmad Yani di Semarang.

Nah, para pemilik guest house di daerah Jogja utara bisa membuat perserikatan. Poin utamanya adalah melarang bangunan seperti hotel dibuat di sekitar Tempel, Turi, Kaliurang, dan Cangkringan. Tujuannya agar lahan-lahan hijau dan bangunan-bangunan rendah tetap enak dilihat dari pesawat ketika melintasi daerah-daerah tadi. 

Bandara Adisutjipto jilid 2

Mengaktifkan lagi Adisutjipto mungkin bisa menjadi win-win solution. Khususnya untuk Babarsari, Seturan, dan Nologaten sebagai area “Jakselnya” Jogja. 

Memang, saat ini, Adisutjipto masih aktif, tapi dengan tujuan terbatas. Jika Adisutjipto menyandang status sebagai Bandara YIA, penerbangan dari dan menuju Jatim, Jabar, DKI, Sumatera, dan Lombok bisa mendarat di sini. Sementara itu, daerah dalam negeri lain dan destinasi luar negeri tetap ada Kulon Progo agar kedua bandara tetap memiliki pendapatan.

Jelas, ini kabar gembira untuk toko oleh-oleh yang sudah terlanjur berdiri di dekat Adisutjipto dan mungkin nyaris gulung tikar. Daerah Jakselnya Jogja tadi akan kecipratan juga.

Bisa saja, salah satu spa atau karaoke di Jogja membuat paket khusus. Misal, diskon 20% bagi yang baru tiba di Jogja dengan menunjukkan tiket pesawat. Atau diskon 30% bagi mereka yang datang rombongan dengan menunjukkan tiket pesawat masing-masing. 

Tagline promosinya mungkin bisa begini: “Burn out di Jakarta, mind and muscle relaxation di Seturan.” 

Belum lagi kerja sama hotel berbintang dengan maskapai yang mendarat di Adisucipto. Hotel-hotel bagus di sekitar Babarsari, Seturan, hingga Jalan Solo akan kembali penuh oleh penumpang “korban delay” atau penumpang yang punya urusan bisnis di sekitar Jogja. 

Jadi, hotel dan penginapan tadi tidak hanya berharap okupansi terisi oleh para keluarga yang menghadiri wisuda, orang kehabisan hotel di tengah kota, para pasangan cinta satu malam, atau Mbak dan Mas yang kebetulan sedang “expo” di Jogja. Berkat Bandara YIA yang baru, semua mendapat untung. Semoga memang begitu.

Penulis: Priyandyka Triputra Mahendra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bandara YIA Nggak Bikin Wisata Kulon Progo Melesat, Daerah Ini Masih Gitu-gitu Aja Kalah sama Kabupaten Lainnya dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version