Sukarno Tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Seorang Imperialis

Sukarno Tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Imperialis

Sukarno tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Imperialis

Sukarno tidak sepakat dengan pandangan Mohammad Hatta yang menilai Papua dan Malaya tidak perlu masuk wilayah Indonesia karena akan dicap imperialis. Tanggapan Sukarno dibacakan di hari yang sama saat Hatta membacakan pandangannya di Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Kedua, 11 Juli 1945. 

 

Saya Bukan Seorang Imperialis 

Oleh Sukarno

 

Paduka Tuan Yang termulia, anggota-anggota yang terhormat!

Saya bukan seorang imperialis, bukan. Hidup saya sejak dari umur 18 tahun sampai umur 43 tahun sekarang ini, 25 tahun lamanya saya abdikan kepada perjuangan melawan imperialisme itu.

Jikalau saya di sini mengemukakan pikiran saya itu tentang luasnya daerah Indonesia, maka bersihlah pendirian saya itu daripada suatu nafsu hendak menjalankan imperialis di atas suatu bagian tanah air kita. Lebih dahulu juga, berhubung dengan perjuangan kita yang 25 tahun lamanya itu, saya bisa menyatakan bahwa perjuangan saya tidak pernah menuntut bahwa Indonesia itu hanyalah Hindia Belanda saja. 

Belum pernah saya menyatakan bahwa Indonesia itu adalah gebied, daerah, yang diperintah oleh Belanda.

Bahkan pernah ada suatu Pan Indonesia, satu Pan Indonesia yang meliputi pula kepulauan Filipina. Pernah pada suatu tingkatan di dalam jiwa saya yang mengenang-ngenangkan Pan Indonesia itu. Tetapi Filipina telah merdeka. Kedaulatan bangsa Filipina harus kita hormati, sehingga sekarang pembicaraan tentang Pan Indonesia sudah tidak akan dijalankan lagi. Sekarang tinggal kita menentukan: Indonesia yang akan datang itu, bagaimanakah daerahnya?

Tuan-tuan yang terhormat

Dai Nippon Teikoku pada tanggal 7 bulan 9 tahun yang lalu menjanjikan kemerdekaan To Indo. To Indo no djorai dokuritu! Tetapi tidak pernah Dai Nippon Teikoku menyatakan bahwa To Indo ialah Hindia Belanda, belum pernah dikatakan yang demikian oleh Dai Nippon Teikoku. 

Baca Juga: Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka

Bahkan sekarang Dai Nippon Teikoku dengan mulutnya Gunseikanbu, dengan mulutnya Paduka Tuan Kaityoo menanyakan kepada kita, apakah daerah To Indo itu? Maka oleh karena itu saya setuju sekali dengan pendirian anggota yang terhormat Mr. Yamin kemarin, bahwa tidak ada hukum moral sedikit pun, tidak ada hukum internasional sedikit pun, yang mewajibkan kita menjadi ahli waris daripada Belanda. 

Kita di sini membicarakan daerah Indonesia itu dengan sasar, mengingat kepentingan tanah air kita Indonesia sendiri, tidak sebagai ahli waris Belanda, dan tidak diikat oleh suatu moral yang diadakan oleh Belanda itu. 

Saya mufakat sekali dengan pendirian anggota yang terhormat Muh. Yamin. Sudah amat banyak sekali alasan-alasan yang beliau kemukakan, sehingga jikalau alasan-alasan itu juga saya katakan di sini, hanya berarti mengulangi apa yang telah dikatakan saja.

Saudara-saudara anggota yang terhormat! 

Karena belum sampai ke Volksvotum, kita belum mengadakan pemungutan suara yang jelas, tetapi saya bisa memberitahukan pada Tuan-tuan yang terhormat, bahwa di rumah saya ada terletak berpuluhan surat dan telegram yang asalnya dari Malaya, yang maksudnya minta dipersatukan dengan Indonesia.

(M. Yamin tiba-tiba memotong pembicaraan, “Di luar menanti pemuda-pemuda Malaya Tuan Ketua!” Dan, Radjiman Wrdjodiningrat berkata cepat, “Tuan Yamin, saya minta supaya jangan memutuskan pembicaraan.”) 

Kemarin dulu pun datang menghadap kepada saya 3 orang pemuda dari Syonanta dan mereka pun menyampaikan pesan daripada pemuda-pemuda di Malaya kepada saya, supaya Malaya dimasukkan ke dalam Indonesia. 

Baca Juga: Dongkolnya Soedirman ke Sukarno yang Tak Pernah Mau Ikut Gerilya

Salah seorang Pemimpin Malaya, yang terkenal yaitu Letnan Kolonel Abdullah Ibrahim menyampaikan pesan yang meminta supaya Malaya dimasukkan ke dalam daerah Indonesia. 

Kecuali daripada itu Tuan-tuan yang terhormat, kecuali keyakinan saya, bahwa rakyat Malaya sendiri merasa dirinya bangsa Indonesia, merasa dirinya bertanah air Indonesia, merasa dirinya bersatu dengan kita, kecuali daripada itu saya berkata, bahwa walaupun ada bahaya akan dikatakan, bahwa saya seorang imperialis. 

Indonesia tidak akan bisa kuat dan selamat, jikalau tidak seluruh Selat Malaka ada di dalam tangan kita. Jikalau hanya pantai barat saja daripada Selat Malaka di tangan kita dan musuh misalnya menguasai pantai timur daripada Selat Malaka itu, maka itu berarti bahwa keselamatan Indonesia terancam.

Tentang hal Papua. Tuan-tuan yang terhormat sekalian, rakyat di Papua saya tidak mengenal kehendaknya. Malahan saya mau menerima, bahwa rakyat di Papua belum bisa mengerti politik, tetapi di sini saya sekadar bersandar kepada kekuatan sejarah kita yang dulu, bersandar kepada batas sejarah kita yang dulu. 

Bukalah, Tuan-tuan, Negarakertagama yang ditulis Prapanca. Maka Tuan akan akan membaca di dalamnya beberapa sama tempat dan daerah yang menunjukkan, bahwa Kerajaan Majapahit pun daerahnya melebar sampai kepada Papua.

Kecuali daripada itu, Tuan-tuan yang terhormat, di dalam pidato saya yang pertama, di dalam sidang yang pertama, saya telah mengatakan tentang geopolitik. Tuhan membuat peta dunia ini dengan penuh kebijaksanaan. 

Baca Juga: Mau Keren Seperti Sukarno? Ikuti Lima Cara Ini

Jikalau orang melihat peta dunia, dan dia mengerti apa kehendak Tuhan yang terlukis di peta dunia itu, maka dia akan mengerti, bahwa Allah SWT telah menentukan beberapa daerah sebagai satu kesatuan. Allah SWT menentukan kepulauan Inggris sebagai satu kesatuan. Allah SWT menentukan kepulauan Hellenia merupakan satu kesatuan. Allah SWT menentukan India bersifat satu kesatuan, yang diliputi oleh satu samudera dengan di atasnya Pegunungan Himalaya.

Allah SWT menentukan dengan peta yang Ia bikin, bahwa Dai Nippon, pulau-pulau Dai Nippon Teikoku, adalah satu kesatuan.

Maka demikian pula, jikalau saya melihat letaknya pulau-pulau yang tersebar di antara Asia dan Australia, di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, saya mengerti bahwa itulah ada satu kesatuan yang telah dikehendaki oleh Allah SWT.

Lihatlah Tuan-tuan di peta dunia gambar kepulauan Indonesia. Nyatalah sekali bahwa itu satu kesatuan. Maka oleh karena itu di dalam sidang ini saya akan memberikan suara saya kepada faham, bahwa negara Indonesia Merdeka harus meliputi pula Malaya dan Papua itu saja. 

Kita bukan waris orang Belanda. 

Malaya telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku, Papua telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku, Borneo Utara telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku. Timor bagian Timur, telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku.

Kita sekarang tidak akan berbicara dengan Belanda atau dengan Inggris, tetapi kita bicara dengan Dai Nippon Teikoku. Tangan Dai Nippon Teikoku itulah menentukan pula apa yang akan menjadi daerah Negara Indonesia itu nanti. 

Tuan-tuan yang terhormat, demikianlah pendirian saya. Saya ulangi lagi, saya 100% mufakat dengan pendirian anggota yang terhormat Muh. Yamin.

Terima kasih.

***

Disarikan dari pandangan Sukarno dalam rapat BPUPKI pada 11 Juli 1945 di Gedung Tyuuoo Sangi-In, Pejambon, Gambir, Jakarta. Paparan Sukarno yang merupakan tanggapan atas uraian Mohammad Hatta ini dinukil dari Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) (Jakarta: Sekertariat Negara RI, 1995, hlm. 150—152)

 

Penulis: Sukarno
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Esai Mohammad Hatta tentang Papua Berhak Menjadi Bangsa Merdeka di rubrik ESAI.

 

Exit mobile version