Beberapa sumber uang yang biasa ada di cerita kolosal
Di cerita silat Indonesia, pendekar biasanya mendapatkan uang dari beberapa sumber. Misalnya dari upah untuk menjalankan misi. Pendekar sering disewa oleh individu atau kelompok untuk menjalankan misi tertentu. Misi ini bisa berupa melindungi seseorang, mengambil kembali harta yang dirampas, atau menghadapi musuh-musuh yang jahat. Sebagai imbalan, mereka menerima honor atau upah sesuai dengan tingkat kesulitan dan risiko misi tersebut.
Pendekar butuh makan itu pasti, butuh duit? Belum tentu. Dalam cerita silat, pendekar dan penjahat kerap lebih pusing memperebutkan pusaka daripada harta. Mulai dari Pedang Naga Puspa hingga Keris Pusaka Nagasasra dan Sabuk Inten. Mahesa Jenar, tokoh utama dalam cerita itu bekerja sebagai prajurit pengawal raja. Jelas duit bukan masalah.
Selain itu, di beberapa kisah saat pendekar silat membantu orang-orang yang lemah atau teraniaya, mereka kadang-kadang diberikan hadiah atau imbalan sebagai ungkapan terima kasih. Orang-orang yang mereka tolong bisa memberikan uang, perhiasan, atau barang berharga lainnya sebagai tanda penghargaan atas jasa baik pendekar.
Nah, cara yang paling sering dan paling banyak itu berasal dari harta rampasan musuh. Saat pendekar menghadapi musuh-musuh yang jahat atau penjahat, mereka dapat mengambil harta rampasan setelah mengalahkan mereka. Harta rampasan ini bisa berupa uang, perhiasan, senjata keramat, kitab silat, atau barang berharga lainnya yang dimiliki oleh musuh mereka. Pendekar menggunakan harta rampasan ini sebagai sumber penghasilan tambahan.
Sisi lain yang tak kalah menarik
Para bandit dan bromocorah dalam cerita-cerita silat juga kerap digambarkan sebagai orang urakan yang kejam. Kecuali dalam kisah Api di Bukit Menoreh, di mana karakter para pelarian Pajang yang dipimpin Tohpati, sebenarnya merupakan pejabat yang kemudian dianggap pemberontak. Mereka ini bisanya merebut harta rakyat, atau kalau tidak, ya merampok dari orang lain.
Saya sih berharap jika ada cerita silat Indonesia, akan ada usaha untuk melihat kehidupan orang-orang di luar tokoh pendekar. Bagaimana kehidupan para petani? Pengrajin tembikar? Tukang kayu, atau bahkan para empu pembuat senjata. Kebanyakan para empu hanya jadi tokoh sempalan, yang dihadirkan hanya untuk membuat senjata tapi tidak dijelaskan bagaimana mereka hidup, bergaul, dan berinteraksi. Atau mungkin bagi pembaca, cerita silat tanpa silat, tidak ada gunanya?
Penulis: Arman Dhani
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Jago Silat Kagak, Jago Cari Musuh Iya. Kayak Gitu Pendekar? dan kisah menarik lainnya di rubrik ESAI.