MOJOK.CO – Menurut Kang Bakar, jangan sampai sunah Nabi kayak salat tarawih berjamaah ini dihilangkan cuma gara-gara pandemi.
Kang Bakar masih tidak terima jamaah tarawih di masjid kampung ditiadakan. Menurutnya ini sangat berbahaya bagi kelangsungan tradisi Ramadan di kampung. Makanya siang itu Kang Bakar mendatangi kediaman rumah Gus Mut.
“Nggak bisa gitu, Gus. Kan bisa aja salat tarawih dibikin physical distancing. Dikasih jarak di tiap saf salat gitu,” kata Kang Bakar.
“Itu tetep bahaya, Kang. Ini kan lagi rawan-rawannya. Kang Bakar nggak lihat berita di tipi apa? Tiap hari orang yang positif itu nambah sampai ratusan terus lho. Belum daerah kita yang zona merah dan masjid kita yang nggak jauh dari jalan besar,” kata Gus Mut.
“Tapi ini nggak jauh lebih bahaya, Gus. Coba bayangkan perasaan Gusti Allah gimana? Umat-Nya di kampung sini pada nggak melaksanakan tarawih gini?” kata Kang Bakar berapi-api.
“Lah, kok malah saya disuruh membayangkan perasaan Gusti Allah gimana, Kang? Kita salat nggak salat itu juga Gusti Allah nggak rugi kok. Lagian kan bukan berarti nggak salat tarawih to, cuma tarawih sendiri masing-masing di rumah,” kata Gus Mut.
“Ya tapi kan nggak ada jaminan kalau mereka akhirnya salat tarawih di rumah masing-masing? Lah kalau pada nonton tipi gimana?”
“Ya nggak apa-apa dong,” kata Gus Mut.
Kang Bakar merasa tidak puas dengan jawaban Gus Mut.
“Rata-rata warga sini itu agamanya nggak bagus-bagus banget lho, Gus. Mereka nggak ada jadwal jamaah tarawih begini pasti malah hura-hura di rumah. Nggak pada ibadah. Padahal bulan Ramadan gini. Apalagi Mas Is sama Fanshuri itu. Seneng banget mereka pasti nggak ada jamaah salat tarawih di masjid,” kata Kang Bakar.
“Ah, sampeyan aja yang meremehkan warga sendiri, Kang. Lagian bukannya ibadah, sampeyan malah datang ke sini sambil ghibahin orang lain. Bulan Ramadan gini padahal,” kata Gus Mut membalas.
“Oke deh, kita nggak tarawih di masjid, tapi apa jaminan Gus Mut agar semua warga tetap melaksanakan tarawih di rumahnya masing-masing?” tanya Kang Bakar.
Gus Mut bergeming sejenak, lalu menggeleng.
“Nggak ada, Kang,” kata Gus Mut.
“Maksudnya?” tanya Kang Bakar.
“Ya nggak ada jaminan. Saya nggak bisa jamin mereka pada tarawih atau nggak,” kata Gus Mut.
“Nah, makanya itu, Gus. Jamaah salat tarawih di masjid itu perlu. Biar jadi kontrol sosial. Jadi kebiasaan. Saya itu takutnya kalau kebiasaan bagus ini terputus pada satu tahun, nanti tahun depan nggak ada yang tarawih di masjid gimana? Padahal kita ini harus selalu Kembali ke Quran dan sunah Nabi. Lah ini sunah Nabinya udah ilang satu gara-gara pandemi,” kata Kang Bakar.
“Tunggu dulu, Kang. Sebelum sampai jaminan pada salat tarawih. Memang sampeyan juga bisa kasih jaminan ke saya kalau para warga melaksanakan ibadah puasa di rumahnya masing-masing?” tanya balik Gus Mut.
Kang Bakar terdiam.
“Kang, ibadah itu biar jadi kesunyian masing-masing aja. Nggak perlu digembar-gemborkan. Lagian, salat tarawih itu kan bukan barang wajib. Nggak dilaksanakan juga nggak apa-apa kok. Kalau sampeyan sebegitu pedulinya sama warga soal tarawih, sekarang kenapa sampeyan nggak peduli juga soal puasa? Gimana coba cara sampeyan ngecek satu demi satu warga pada puasa? Bisa nggak kira-kira? Puasa Ramadan itu wajib lho,” kata Gus Mut.
“Ya, ya… saya yakin mereka pasti melaksanakan, karena itu wajib, Gus. Bisa dosa kalau ditinggalkan. Nah kalau tarawih kan beda, Gus. Cuma sunah, makanya perlu ada kontrol dari kita. Apalagi ini adalah sunah Nabi. Harus selalu kembali ke sunah Nabi, Gus,” kata Kang Bakar.
“Nah, itu kan Kang tahu kalau salat tarawih cuma sunah. Lah kok malah dipaksain wajib? Kudu jamaah di masjid lagi, padahal kondisi lagi begini,” tanya Gus Mut.
“Ya takutnya jadi bid’ah, Gus,” kata Kang Bakar.
“Bid’ah apanya?” tanya Gus Mut.
“Ya bid’ah karena salat tarawihnya sendiri-sendiri,” kata Kang Bakar.
Gus Mut tersenyum.
“Kang, justru salat tarawih di masjid dengan berjamaah itu yang bid’ah,” kata Gus Mut.
Kang Bakar tampak terkejut luar biasa. “Ah, yang bener, Gus. Jangan bercanda dong. Ini perkara agama jangan buat main-main lho,” kata Kang Bakar mengingatkan.
“Yeee, dibilangin nggak percaya. Dulu itu zaman Nabi salat tarawih itu sendiri-sendiri. Dulu karena Kanjeng Nabi salat tarawih awal-awal di masjid, sahabat pada ngikutin. Sampai tahu-tahu Kanjeng Nabi nggak salat tarawih,” kata Gus Mut.
“Emang kenapa, Gus? Nabi lagi sakit?” tanya Kang Akbar.
“Bukan, Nabi takut akan muncul umat kayak sampeyan yang terkesan punya kepenginan mewajibkan tarawih,” kata Gus Mut.
Kang Akbar mbesengut, “Ya saya nggak mewajibkan, Gus, maksudnya tadi.”
“Lalu sampai Nabi wafat, salat tarawih itu tetap dilaksanakan tiap bulan Ramadan. Tapi sahabat melaksanakannya sendiri-sendiri. Kayak salat sunah rawatib sebelum atau sesudah salat wajib. Kan nggak ada yang salat rawatib jamaah?” kata Gus Mut.
“Lah terus salat tarawih berjamaah itu ajarannya siapa, Gus?” tanya Kang Akbar.
“Nah itu. Lalu, suatu ketika Umar bin Khattab, sahabat nabi yang paling punya sifat kreatif dalam ibadah, mendatangi masjid, Umar merasa heran melihat pemandangan sahabat-sahabat pada tarawih sendiri-sendiri. Akhirnya dengan bulat Umar bin Khattab menetapkan kalau salat tarawihnya mending dibikin jamaah sekalian. Begitu terus sampai zaman sekarang,” kata Gus Mut.
“Lah, ternyata gitu riwayatnya? Saya pikir itu dari Nabi langsung,” Kang Akbar begitu terkejut sampai hampir kehilangan kata-kata.
“Bahkan Umar bin Khattab pada waktu itu ya dibilangin tukang bid’ah sama beberapa orang. Jadi kalau aku dikatain ahli bid’ah ya harusnya nggak perlu marah. Lah, Umar bin Khattab yang jelas-jelas sahabat dan pembela Nabi aja dikatain bid’ah. Udah gitu, Umar bilang sesuatu yang monumental ketika dibilang bid’ah itu,” kata Gus Mut.
“Bilang apa, emang Gus?” tanya Kang Bakar.
“Sebaik-baiknya bid’ah adalah yang seperti ini,” kata Gus Mut menirukan kalimat Umar bin Khattab.
Kang Bakar terdiam. Lalu jadi cengengesan.
“Makanya itu, Kang, kalau dari tadi sampeyan bilang kalau apa-apa harus kembali ke sunah Nabi, nah ya paling bener itu justru salat tarawih nggak berjamaah kayak sekarang. Soalnya salat tarawih sendiri-sendiri itu justru sebenar-benarnya ‘kembali ke sunah nabi’,” kata Gus Mut cekikikan.
BACA JUGA Ngapain Salat Kalau Akhirnya Masuk Neraka? atau kisah Gus Mut lainnya.