Praktik IPA
Satu hari Ibu Guru kasih praktik pelajaran IPA di kelas Timo. Ibu guru yang manis itu bernama Enci’ Yulia. Timo dan teman-teman sekelas yang sedang mekar masa remajanya dikasih praktik dampak mengonsumsi alkohol.
“Anak-anak, kalian sudah kelas dua SMP, jadi praktik ini cukup jadi pelajaran buat kalian saja, jangan dicoba di rumah!” teriak Enci’ Yulia.
Anak-anak manggut-manggut saja mendengar penjelasan Enci’ yang saat itu sedang menyiapkan bahan-bahan praktik.
“Ini ada dua botol. Botol yang satu diisi air mineral, sementara yang satu diisi alkohol,” jelas Enci’.
Setelah itu Enci’ memperlihatkan dua ekor cacing tanah yang masih hidup dari dalam toples kecil transparan.
Timo dan teman-temannya kali ini lebih serius menatap Enci’. Kelas jadi sesunyi pemakaman.
“Sekarang Enci’ kasih masuk cacing yang satu ke botol air mineral. Yang satunya lagi ke botol bir,” kata Enci’ sambil mencemplungkan kedua ekor cacing itu ke masing-masing mulut botol.
Beberapa saat kemudian cacing yang berada di botol air mineral bergerak-gerak, sementara cacing di botol bir hanya sepersekian detik setelah masuk, mati.
“Nah, sudah lihat to? Coba anak-anak ambil kesimpulan dari percobaan ini.”
Semuanya diam mendengar pertanyaam Enci’.
“Ayo jawab. Jangan malu-malu, kalian,” kata Enci’ memberi semangat.
Timo akhirnya memberanikan diri maju ke depan kelas. Seisi kelas tetiba riuh dengan tepuk tangan.
“Apa kesimpulannya, Timo?” tanya Enci’.
Timo menjawab, “Bagini Enci’ … tadi kita lihat cacing di dalam botol air putih hidup to. Sedang di botol bir mati. Berarti kesimpulannya, kalau kitorang cacingan, musti minum bir banyak-banyak.”
Kompetisi Kangkung
Suatu hari, sepulang sekolah Timo dan dua orang temannya mampir di pinggir telaga lalu asyik bercerita.
Salah satu teman Timo bernama Hengky, setelah melihat tanaman kangkong (kangkung) di telaga, membuka pembicaraan dengan mengatakan kangkong di kampungnya tumbuh subur.
“Eee, kalau di kampung kami, makan batang kangkung dua buah sudah kenyang!” kata Hengky.
Teman yang satu lagi, Aguz, tak mau kalah lalu menimpali, “Ah, itu ndak ada apa-apanya, di kampung kami, dalamnya batang kangkung jadi jalan tikus!”
Timo yang sedari tadi belum menanggapi cerita soal kangkong akhirnya terpancing.
“Eee, kampung kalian semua masih biasa. Di kampung kami tikus ndak bisa lewat dalam batang kangkung.”
Mendengar itu, Aguz bertanya, “Ooo, berarti di kampung ngana kangkongnya kecil-kecil to?”
Sambil mencibir Timo menjawab, “Eh, itu tikus ndak bisa lewat karena ada kucing di dalam.”
Megawati & Jokowi
Timi, adik perempuan Timo yang baru kelas 3 SD suatu hari sepulang sekolah bertanya kepada kakaknya.
“Kakak, Ibu Megawati itu, Pak Jokowi punya mantankah?” tanya Timi polos.
“Eh, ngana masih kecil sudah cerita-cerita begitu. Ndak betul itu,” Timo menyanggah.
“Hiii, tadi Ibu Guru yang bilang begitu no,” Timi berusaha meyakinkan kakaknya.
“Presiden Jokowi punya istri itu Ibu Iriana. Bukang Ibu Megawati,” jelas Timo.
Timi yang masih kurang yakin dengan kakaknya kemudian berkata, “Berarti salah Ibu Guru yang bilang Ibu Megawati itu mantan presiden.”
Perampokan
Pukul 7 pagi Timo berangkat ke sekolah. Di depan gerbang sekolah Hengky dan Aguz menunggunya.
“Eh, Timo, ngana sudah bikin PR?” tanya Hengky.
“Adoh! Saya lupa, Teman!” kata Timo sambil menepuk jidatnya.
“Enci’ bakal cubit kita bertiga ini,” kata Aguz.
Timo memelintir ujung rambut keritingnya berkali-kali. Tak lama kemudian ia bersuara, “Tenang, kita ada alasan. Nanti kalian dua iya-iya saja di kelas.”
Sesampainya di kelas Enci’ Yulia menanyakan PR pelajaran IPA kepada para siswa.
“Anak-anak semua ada bikin PR to?”
Serentak kelas diriuhi suara: iya. Hanya Timo, Hengky, dan Aguz yang diam. Enci’ lantas bertanya kepada mereka bertiga, “Kalian bertiga ada bikin PR tidak?”
“Begini ceritanya, Enci’. Tadi pas mau kemari, kami bertiga kena rampok,” kata Timo.
Mendengar itu Enci’ balik khawatir, “Tapi kalian bertiga ndak apa-apa to?”
“Iya, Enci’, ndak apa-apa,” jawab mereka bertiga serentak.
“Terus PR kalian mana?” tanya Enci’.
“Itulah, Enci’ … perampok bawa kami punya isi tas sekalian dengan buku PR-nya,” jawab Timo.
Dari Sabang sampai Sorong
Setelah disuruh membeli beras di warung, Timo yang baru saja mau pulang ke rumah dikagetkan dua orang pria yang beradu mulut di depan gang.
Setelah mendengar adu mulut, Timo akhirnya tahu ternyata kedua pria itu, yang satunya berasal dari Sorong, satunya lagi dari Merauke.
“Eh, ko orang Merauke, awas kalau ko pergi ke Jakarta, ko jangan berani lewat Sorong eee!” ancam pria Sorong. Maksudnya ketika orang Merauke hendak ke Jakarta naik pesawat, tidak boleh lewat atau transit di Sorong.
Tak mau kalah, pria yang berasal dari Merauke berkata, “Eh, ko orang Sorong, awas ko kalau upacara, jangan ko berani menyanyi lagu ‘Dari Sabang sampai Merauke’, ko stop saja di Sorong eee.”