MOJOK.CO – Dulu, Liverpool sulit dikalahkan. Kini, mereka tidak lagi cantik setelah bulu-bulunya dibabat habis oleh cara bermain Chelsea.
Menit 74 babak kedua, skor masih 0-1 untuk Chelsea. Di sisi kanan lapangan, Roberto Firmino berusaha melewati dua pemain Chelsea. Striker Liverpool itu berusaha sangat keras. Namun sayang, bola di kakinya berhasil dicuri. Sadar akan hal ini, Firmino bergegas ingin mengambil bolanya kembali.
Apa lacur? Kaki yang dia julurkan tidak mengenai bola, tetapi malah mengait kaki Jorginho. Wasit meniup peluit. Pelanggaran untuk Chelsea. Firmino langsung menuju wasit dan menunjukkan emosinya. Dia merasa aksinya bukan pelanggaran.
Sementara itu, Jurgen Klopp, yang berdiri tidak jauh dari kejadian itu tertangkap kamera tengah mengamuk. Tidak jelas makian yang tersembur dari bibir Klopp. Mungkin dia sedang memaki dengan bahasa ibunya. Maklum, memaki dengan bahasa ibu lebih enak dilakukan. Terdengar lebih greget.
Mundur beberapa menit sebelumnya, sekitar menit 60, Mohamed Salah terlihat hanya jogging saja ketika Chelsea menyerang balik. Klopp terlihat sangat kesal karena Salah abai dengan tugas membantu pertahanan. Dia berteriak ke arah Salah, untuk kemudian menuju bangku cadangan untuk berkonsultasi dengan Pepijn Lijnders, asistennya.
Menit 69, Mo Salah ditarik, digantikan Diogo Jota. Praktis, setelah Salah tidak ada lagi di lapangan, Liverpool terlihat sangat kesulitan memproduksi peluang dari sisi kanan. Saya curiga, Klopp malah kecewa dengan keputusan mengganti Salah. Mungkin dia merindukan Zeljko Buvac, mantan asistennya. Sosok dengan ide-ide menarik yang seperti melengkapi rock and roll Klopp di setiap laga.
Masuk menit 80, Sadio Mane tengah berakselerasi di lapangan tengah. Antonio Rudiger yang menempel dengan ketat menjulurkan tangan dan mendorong Mane hingga terjatuh. Mateo Kovacic, gelandang Chelsea, tidak bisa menghentikan ayunan kakinya. Dia menendang bola tepat ke kepala Mane.
Mane langsung bangkit dan mengejar Kovacic. Dia mencekik Kovacic. Mane hendak mengamuk. Namun, tampaknya dia sadar amukan hanya membuang waktu dan Liverpool sangat membutuhkan waktu yang berharga itu untuk menyamakan kedudukan. Rasa frustasi sangat terasa di lapangan Anfield.
Tiga kejadian di atas menggambarkan rasa frustrasi trio penyerang Liverpool. Trio yang biasanya membuat siapa saja merinding dan berkeringat dingin. Namun, di tangan Chelsea, dan empat lawan lainnya, trio tersebut mati gaya. Seakan-akan bulu-bulu cantik di burung Liverpool sudah dicabuti satu per satu.
Empat lawan lainnya? Betul, berkat Chelsea, kini Liverpool sudah mengantongi lima kekalahan beruntun ketika berlaga di Anfield. Ini catatan kekalahan terburuk sepanjang 129 tahun sejarah Liverpool. Mereka kalah dari Burnley, Brighton, Manchester City, Everton, kemudian Chelsea.
Liverpool memang payah. Namun, pujian perlu dialamatkan untuk Thomas Tuchel atas idenya dan para pemain Chelsea yang bisa mengeksekusi ide tersebut. Seakan-akan, para singa Chelsea bisa mencabuti bulu burung Liverpool dengan mudah.
Chelsea seperti mempraktikkan cara mencabuti bulu ayam ala Chef Arnold, juri MasterChef Indonesia itu. Chef Arnold pernah menjelaskan tips sederhana mencabuti bulu ayam. Berikut tipsnya:
Pertama, siapkan air yang hampir mendidih. Kedua, rendam ayam, atau dalam konteks ini, burungnya Liverpool, ke dalam air yang hampir mendidih itu. Ketiga, cabuti bulu-bulu sialan itu dengan cepat.
“Ketika mencabut bulu ayam, ayamnya direndam dulu ke air panas yang suhunya jangan sampai mendidih. Kalau airnya terlalu panas nanti saat dimasak akan overcook, tidak juicy dan teksturnya jadi keras,” jelas Chef Arnold.
Tuchel meminta anak asuhnya untuk berani menekan Liverpool. Namun, bukan jenis tekanan yang intens, tetapi sedang dan terukur. Menekan Liverpool secara frontal hingga “mendidih” justru akan menghadirkan masalah bagi Chelsea. Serangan balik Liverpool tetap harus diwaspadai.
Jenis tekanan yang “tidak sampai bikin mendidih” itu saja sudah cukup untuk membuat Liverpool kehilangan ide. Seperti penjelasan @ruangtaktik, masalah Liverpool bukan lagi soal finishing, tetapi penciptaan peluang. Chelsea berhasil menihilkan ruang-ruang penting sebagai akses penciptaan peluang itu.
Chelsea seperti membiarkan Liverpool membuat kesalahan sendiri di sepertiga akhir lapangan. Mulai dari umpan yang tidak akurat, drible yang kacau, dan umpan silang asal-asalan yang tidak menyasar pemain tertentu tetapi asal kirim saja.
Ketika mendapat momentum, Chelsea menyerang dengan cepat. Serangan balik mereka terukur dan tidak dilakukan dengan tergesa-gesa. Hasilnya adalah satu “momen ajaib” ketika Mason Mount mendapatkan bola di sisi kiri, menekuk bola ke dalam, lalu menembak ke tiang jauh. Gol yang cantik.
Setelah gol tercipta, Liverpool sudah kehilangan bulu-bulu cantiknya. Tidak ada lagi pameran keajaiban yang dulu membuat The Reds sulit dikalahkan. Mereka tidak lagi cantik setelah bulu-bulunya dibabat habis oleh cara bermain Chelsea.
Performa Liverpool yang payah disimpulkan dengan baik oleh Klopp selepas laga. Katanya, “Ini sudah bukan lagi soal taktik atau cara bermain, ini soal ketabahan, tentang jiwa (untuk bertarung).”
Firmino, Mane, dan Salah yang terlihat “murung” disimpulkan Klopp dengan pas. Kalimat Klopp di atas memang tidak salah. Namun, di sisi lain, di atas lapangan, Liverpool outplayed secara tuntas oleh Chelsea.
Pergantian pemain yang salah dan koordinasi antar-lini ketika menekan lawan terlihat sangat payah. Jelas, masalah tersebut berakar dari cara bermain.
Sampai titik ini, terbaca sebuah potensi masalah yang lebih besar. Kombinasi antara pemain yang kehilangan gairah dan pelatih yang tidak menyadari bahwa idenya sudah usang. Memang, bulu-bulu burung Liverpool itu sudah hilang. Gundul. Buruk rupa. Payah.
BACA JUGA Dari Rachel Vennya Kita Belajar Bahwa Liverpool Sudah Salah Beli Thiago, Seharusnya Beli Lord Jesse Lingard dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.