MOJOK.CO – Setelah 15 tahun berseteru, Bonek dan LA Mania rujuk. Laga Persebaya vs Persela akan diwarnai aura sejuk perdamaian suporter. Mari damai suporter Indonesia!
Kembalinya Persebaya Surabaya jelas menambah semaraknya klasemen Liga 1 tahun ini. Sebagai salah satu klub klasik di Indonesia, Persebaya juga memiliki suporter yang terkenal akan loyalitasnya, yaitu Bonek.
Hubungan Bonek dengan suporter-suporter klub liga 1 memiliki banyak cerita. Mesra dengan Viking/Bobotoh hingga tak akur dengan Aremania selalu menjadi ladang cerita. Tapi, ada cerita yang sering luput dari perhatian kita, yaitu hubungan Bonek dengan LA Mania, kelompok suporter Persela Lamongan.
Persebaya dan Persela yang bertetangga ini sudah sering bertemu. Baik di Divisi Satu (kasta kedua era Divisi Utama), Divisi Utama, ISL, dan kini Liga 1. Cerita perseteruan kedua suporter yang kelam selalu nyaring mengiringi ketika kedua klub ini bertemu.
Permusuhan Bonek dan LA Mania bermula pada tahun 2003 di Divisi Satu Liga Indonesia. Kala itu, Persebaya tandang ke Stadion Surajaya Lamongan. Banyaknya jumlah bonek yang datang membuat kapasitas stadion melebihi daya tampung. Apalagi, stadion tentu saja dijejali oleh pendukung tuan rumah, LA mania.
Suporter yang berada di luar stadion berusaha merangsek masuk stadion. Akibatnya, suasana di dalam stadion menjadi tidak nyaman. Sedihnya, kerusuhan tidak dapat dihindari. Saling lempar dan saling kejar. Saya masih ingat, banyak suporter berlarian ke komplek perumahan tempat saya tinggal yang hanya berjarak 200 meter dari stadion. Mencekam. Begitu keadaan yang saya rasakan di dalam rumah. Saat itu, saya masih kelas 3 SD. Nahas, ada seorang Bonek yang meninggal karena kecelakaan hari itu.
Berawal dari kejadian tersebut, kedua suporter menjadi tidak akur. Padahal, sebelumnya, hubungan Bonek dan LA Mania cukup hangat. Banyak anggota LA Mania dulunya adalah fans Persebaya ketika Persela masih belum “banyak berbicara” di sepak bola nasional.
Banyaknya warga Lamongan yang sekolah dan bekerja di Surabaya membuat ikatan Lamongan – Surabaya menjadi erat, tidak terkecuali dengan Persebaya. Ayah saya yang asli Lamongan pun penggemar Persebaya. Bahkan, jersey sepak bola pertama yang beliau belikan untuk saya adalah jersey Persebaya dengan nomor punggung 5 milik salah satu legenda Persebaya, Bejo Sugiantoro.
Bara permusuhan selepas 2003 tak kunjung padam. Hampir tiap tahun terjadi bentrok. Permusuhan sudah begitu mendalam. Salah satunya ketika La Mania menyanyikan lagu berisi umpatan kepada Bonek bahkan ketika tidak sedang mengawal pertandingan Persebaya vs Persela. Demikian juga sebaliknya.
Saya sempat merasakannya langsung di stadion. Ketika itu, saya menonton pertandingan kandang Persela melawan entah siapa saya lupa pada kisaran tahun 2013. Tidak afdal kalau menonton sepak bola tanpa memakai jersey bola. Tololnya, saya memakai jersey Glasgow Celtic, klub dari Skotlandia.
Baru beberapa langkah masuk stadion, saya dipisuhi satu sektor tribun karena memakai jersey warna hijau. Umpatan “Bonek j****k!” menggema sambil menunjuk-nunjuk saya. Teman saya, yang ikut masuk stadion, seketika pura-pura tidak mengenal saya. Memang, baik betul dia.
Takut setengah mati, saya membalas dengan memelas, “Aku Sleman, mas!” Entah mengapa, mereka berhenti misuhi saya begitu saja. Beruntung bagi saya, biasanya mereka meminta untuk melepas pakaian yang berwarna hijau. Bahkan pernah terjadi kaos raglan yang hanya lengannya saja yang berwarna hijau diminta untuk diwingkis (digulung sampai tidak kelihatan warnanya). Sampai sebegitu parahnya kebencian di antara Bonek dan LA Mania.
Permusuhan itu tidak hanya terjadi di dalam stadion. Ketika tandang ke kota lain, ketika salah satu kubu suporter melewati kota lawannya, sering dijumpai aksi sweeping hingga pelemparan batu. Kini, giliran ayah saya yang mengalaminya sendiri. Kaca depan mobil yang dikendarai ayah saya disambit batu oleh rombongan Bonek yang sedang dalam perjalanan tandang. Untungnya, mobil tersebut punya kantor bukan mobil keluarga. Syukurnya lagi, ayah saya tidak terluka sama sekali. Parahnya, pada beberapa aksi sweeping kedua kubu, ada suporter yang sampai kehilangan nyawa.
Kebencian antara Bonek dan LA Mania tersebut mulai mereda beberapa tahun terakhir. Kondisi Persebaya yang coba dimatikan oleh “tangan tak terlihat”, tidak membuat loyalitas Bonek terbeli. Perjuangan tak mengenal menyerah Bonek menghidupkan kembali klub yang sangat dicintainya mendapatkan simpati dan dukungan dari suporter klub lainnya, tak terkecuali LA Mania. LA Mania memberikan dukungan moril kepada Bonek dan Persebaya supaya dapat kembali diakui keberadaanya oleh PSSI.
Beberapa rombongan Bonek yang berangkat menuju KLB PSSI 2016 untuk menyampaikan aspirasinya di Jakarta dan melewati Lamongan dijamu dengan suka rela oleh LA Mania. Hal ini juga dibalas Bonek dengan mengawal rombongan LA Mania ketika on tour menuju Madura melawan Madura United.
Jumat 30 Maret 2018, menjadi momen yang bersejarah bagi kedua kubu, juga bagi dunia sepak bola nasional tentunya. Bonek yang ingin mendampingi klub tercinta melawan Persela di Stadion Surajaya pada lanjutan Liga 1 awalnya mendapat halangan dari pihak kepolisian karena dikhawatirkan akan timbul gesekan kembali.
Namun, dengan keyakinan bahwa sudah tidak ada bara kebencian di antara LA Mania dan Bonek, membuat Bonek tetap berangkat melepas rindu dan mengenang masa-masa indah bersama saudara lamanya. Sekitar seribu Bonek berhasil masuk dan mendapat tempat duduk yang dengan kelapangan hati disedakan oleh LA Mania maupun Curva Boys (kelompok Ultras Persela).
Lima belas tahun lamanya tidak saling berbagi tribun, berakhir indah di tempat yang sama. Nyanyian dari hati “Di sini Bonek, di sana LA, di mana-mana kita saudara!” membuat hati dan mata saya berkaca-kaca mendengar dan menyaksikannya. Pisuhan jancok antar-kedua kubu yang dulu bernada kemarahan kini berganti menjadi nada keakraban.
Minggu sore ini, mereka akan kembali dipertemukan di rumah baru Bonek, Gelora Bung Tomo. Momen ini akan menjadi pertemuan sambang omah anyar oleh LA Mania yang berencana berangkat.
Senang sekali melihat dua saudara lama ini kembali rujuk. Yang lebih menyenangkan lagi adalah saya kembali bisa memakai jersey Celtic 25 ribu yang dibelikan bapak tanpa harus ditinggalkan teman-teman saya.