Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Balbalan

Mengapa Perpisahan Arsene Wenger dan Arsenal Harus Dirayakan?

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
7 Mei 2018
A A
Arsene-Wenger-MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Perpisahan antara Arsene Wenger dan Arsenal justru perlu dirayakan, bukan hanya ditangisi. Mengapa?

Perpisahan memang identik dengan kesedihan, apalagi ketika dua entitas yang berpisah sudah terpaut sejak lama. Apalagi ketika kedua entitas sudah membentuk satu identitas yang begitu kuat. Namun, perpisahan Arsene Wenger dan Arsenal bukan jenis perpisahan yang layak terus diingat dengan narasi kesedihan. Ada sebuah perayaan yang harus kita siapkan setiap kali mengingat momen ini.

Pertanyaannya tentu saja adalah “mengapa”. Berikut beberapa alasan yang menyertai.

Soal kesetiaan Arsene Wenger

Masa pengabdian Arsene Wenger bersama Arsenal adalah 22 tahun. Waktu yang sangat panjang untuk sepak bola modern saat ini. Sebuah catatan rekor yang mungkin hampir mustahil untuk disamai, apalagi untuk dipecahkan. Mengapa manajer berusia 68 tahun itu bisa bertahan begitu lama dengan klub asal London Utara ini?

Wenger adalah generasi pelatih periode lama. Ia menjabat sebagai pelatih Arsenal jauh sebelum uang minyak menginvasi liga-liga di dunia. Di masa itu, alasan sebuah manajemen mempertahankan pelatih bukan hanya soal prestasi dan jumlah tropi yang dikumpulkan. Ketika ada sebuah komitmen yang mengikat klub dan pelatih, relasi keduanya bisa bertahan lama.

Sebagai pembanding yang paling ideal, tentu saja kita bisa melihat relasi antara Manchester United dan Sir Alex Ferguson. Manajer asal Skotlandia tersebut juga melewati periode-periode buruk bersama United. Namun, ada komitemen yang kuat di antara keduanya. Komitmen yang cukup kuat untuk membuat manajemen United bersabar tidak memecat Sir Alex.

Begitu juga dengan Wenger, di mana dirinya dua kali dibujuk oleh Real Madrid untuk angkat kaki dari Arsenal. Madrid butuh pelatih yang bisa berkomitmen membangun skuat. Sementara itu, Wenger sendiri enggan meninggalkan Arsenal karena proyek besar pembangunan stadion. Selain itu, mantan manajer AS Monaco itu pun berkomitmen baru akan “hengkang” apabila Arsenal sudah berada dalam kondisi ideal, baik dari skuat maupun di balik layar.

Kesetiaan itulah yang bakal sulit kita rayakan lagi. Pelatih sepak bola masa kini, terutama mereka yang mengabdi untuk tim papan atas, seperti tengah bekerja dengan pistol yang menempel di kening. Pistol itu bernama tuntutan untuk berhasil. Ya soal trofi, yang soal posisi di klasemen. Ketika tuntutan tidak tercapai, pelatuk pistol itu dengan mudah ditekan. Dor! Pecat!

Ketika sebuah klub berkompetisi dengan napas bisnis semata, kebahagiaan menjadi semakin terbatas, hanya soal juara atau tidak. Tidak ada yang salah, namun kesetiaan menjadi asek yang dikorbankan. Manchester City dan Paris Saint-Germain (PSG) boleh saja juara untuk satu atau dua tahun. Namun, ketika ada tanda-tanda kemunduran (buruk di mata modal), nasib pelatih langsung dipertaruhkan.

Tengok nasib Unai Emery bersama PSG. Ketika manajemen “membeli pemain” yang tidak dibutuhkan tim, lalu gagal total di Liga Champions, siapa yang disalahkan? Tentu saja manajer. Ketika si pemain yang aslinya tidak dibutuhkan gagal, siapa yang disalahkan? Sekali lagi, manajer. Emery, pelatih yang berhasil mengharumkan nama Sevilla, bukan klub teras La Liga, di ajang kompetisi Eropa itu, akan meninggalkan jabatannya di akhir musim.

Lain Emery, lain pula Mauricio Pochettino, pelatih Tottenham Hotspur, yang peluangnya lolos ke Liga Champions tengah terancam. Bukan tidak mungkin, ketika Spurs akhirnya gagal berkompetisi di Liga Champions, proyek yang tengah berjalan akan bubar jalan. Nama Pochettino sudah dikaitkan dengan klub-klub besar.

Tuntutan untuk sukses menjadi patokan utama, hingga proses tak lagi punya nilai. Di sinilah Arsene Wenger punya nilai istimewa untuk terus dirayakan. Sungguh sulit menemukan seseorang yang berkomitmen 100 persen untuk klubnya, terutama yang terpuruk untuk waktu yang lama.

Wenger mewakafkan waktu dan tenaganya secara total untuk Arsenal. Wenger bahkan mengorbankan rumah tangganya, untuk berkonsentrasi penuh dengan proyek jangka panjang The Gunners. Ia bercerai dengan isterinya. Apakah ada seseorang yang akan total mengabdi untuk komunitas yang turut ia bangun? Wenger menyimpan tangis hanya untuk Arsenal.

Penghargaan akan proses

Di tengah narasi kesetiaan Arsene Wenger, ada sebuah penghargaan yang tinggi akan sebuah proses.

Iklan

Perlu diakui, Arsenal masuk ke dunia sepak bola industri lewat asuhan tangan dingin Wenger. Ada proses panjang di sana. Mulai dari mengubah kebiasaan pemain, memperkuat jaringan pencarian bakat pesepak bola, hingga yang paling epik, soal membangun stadion kelas satu. Ada pengorbanan di pusat proses itu.

Wenger mengorbankan masa-masa emas dalam kariernya untuk berproses bersama pemain-pemain kelas dua. Ia “dipaksa” menjual aset terbaik Arsenal dalam wujud pemain kelas elite, demi kesehatan kas klub. Tanpa mental dan determinasi, Wenger dapat dengan mudah menerima ajakan Madrid membangun skuat dengan dana yang melimpah.

Namun ia bersetia dengan proses. Membangun stadion bukan hanya mendirikan bangunan fisik saja. Stadion menjadi pusat kehidupan Arsenal di masa depan. Jadi, proses yang dilakoni Wenger adalah proses membangun masa depan. Buah pengorbanannya (seharusnya) akan dirasakan oleh era baru nanti. Bukankah membangun dan menyiapkan masa depan itu lebih berarti ketimbang gelar juara untuk satu atau dua tahun saja lalu dipecat seperti anjing kudisan yang diusir?

Penghargaan akan proses yang membuat sepak bola kembali menjadi “manusia”, bukan mesin uang semata. Hanya persona dengan hati baja yang akan tahan melewati sebuah proses penderitaan untuk kemakmuran generasi selanjutnya.

Dua alasan di atas sudah cukup untuk menegaskan bahwa perpisahan Arsene Wenger dan Arsenal harus dirayakan. Dibungkus dengan hati yang penuh, dan dikenang dengan hati yang meluap. Untuk terakhir kalinya, terima kasih Arsene Wenger. Untuk segala yang baik, dan segala yang buruk. Anda menjaga sepak bola tetap manusiawi.

Terakhir diperbarui pada 7 Mei 2018 oleh

Tags: ArsenalarseneArsene WengerManchester UnitedSir Alex FergusonWenger
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Harry Maguire Bek Dungu Manchester United Anti Bullying MOJOK.CO
Esai

Harry Maguire, Bek Dungu Milik Manchester United yang Mengajari Kita Makna Ketahanan Mental dan Cara Melawan Bullying

20 Oktober 2025
andre onana mojok.co
Olah Raga

Kota Depok Jadi Bagian dari Perjalanan Karier Andre Onana, Calon Kiper Baru MU

12 Juli 2023
fans manchester united mojok.co
Uneg-uneg

Menjadi Orang Penyabar dalam Sudut Pandang Fans Manchester United

5 Februari 2023
ronaldo mojok.co
Kilas

Ronaldo dan Sederet Kontroversinya Musim Ini

14 November 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.