MOJOK.CO – Kalau Manchester United tetap stabil untuk jadi medioker, ah maksud saya bekerja keras, tentu bisa. Apalagi cuma lawan Chelsea yang nampaknya sangat kebingungan.
Beberapa hari yang lalu, saya dan Rizky Prasetya, ambassador Holy Land of Mie Ayam, Wonogakure, sempat berdiskusi soal keberuntungan di sepak bola. Terkadang, keberuntungan akan datang kepada mereka yang berusaha lebih keras ketimbang orang lain. Sebagai tim medioker, wajar apabila Manchester United bekerja lebih keras ketimbang Chelsea.
Bukan tanpa alasan saya menyebut Manchester United sebagai tim medioker. Bahkan, kamu, para fans United, harus senang karena saya sebetulnya sedang memuji. Jadi, tahukah kamu kalau Chelsea itu lebih sulit melawan tim-tim medioker ketimbang tim besar? Oleh sebab itu, kerja keras Manchester United memang betul-betul perlu dihargai. Mereka sewajarnya bisa menang.
Sebagai medioker yang kaffah, Manchester United tahu betul kalau mereka perlu bekerja lebih baik ketimbang Chelsea. Dengan begitu, belas kasihan dari wasit akan tercurah. Seperti biasanya. Lantaran kasihan kepada United, hampir semua wasit di Inggris sepakat untuk: membantu kaum papa dan anak terlantar. Wasit Inggris saja mengamalkan UUD 1945 milik Indonesia. Saya bahagia.
Sebagai sebuah klub yang nggak ikut patungan membayar lapangan di Liga Inggris, sudah sewajarnya kita memaklumi berbagai “kewajaran” ketika melawan Manchester United. Misalnya, tiba-tiba wasit memberi mereka penalti. Tiba-tiba, mata wasit kelilipan sepatu bola ketika lawan membobol gawang United dan menganggapnya sebagai pelanggaran.
Fan United sering meledek Liverpool sebagai sebuah tim yang paling diuntungkan oleh VAR. Sebuah kebiasaan yang luhur dan patut dipuji. Ingat, hanya medioker, maaf maksud saya yang bekerja keras, yang sering dibantu wasit, baik yang di lapangan maupun di dalam toilet berharga mahal bernama ruangan VAR.
Maka, bagi kalian fans Chelsea, kekalahan ini anggap saja sebagai sedekah. Apalagi bulan Ramadan sudah hampir tiba. Ada baiknya kita menumpuk kebaikan, ketimbang melakukan kejahatan, bukan. Jadi, iklaskan saja gol Kurt Zouma yang seharusnya bersih menjadi sebuah pelanggaran untuk Manchester United.
Kalau wasit di dalam toilet bernama ruangan VAR memang waras, mereka bisa melihat kalau Cesar Azpilicueta didorong oleh Fred. Karena dorongan itu, Azpi menabrak pemain Manchester United yang nggak terkenal dan dianggap sebagai pelanggaran.
Saya paham kalau wasit khawatir. Mereka gelisah jika United akan segera degradasi kalau Chelsea bisa membuat gol dan membalikkan keadaan. Sungguh perbuatan yang bijaksana dan wujud kelembutan hati.
Sebentar, pembuka tulisan ini perlu saya tegaskan lagi. Memang, wasit sudah bekerja dengan sewajarnya ketika memimpin laga tim asuhan Ole Gunnar itu. Selain itu, Manchester United memang sewajarnya menang. Satu kata yang bisa menggambarkan performa Setan Merah adalah “stabil”.
Mungkin cuma 15 menit di awal pertandingan ketika Chelsea tampak dominan. Kelihatannya mereka bisa membuat gol cepat. Namun, Frank Lampard nampaknya bingung. Ketika Tammy Abraham absen, Lampard masih enggak memberi Olivier Giroud kesempatan. Adalah Michy Batshuayi yang mendapatkan jahat bermain.
Ada alasan Giroud menjadi striker utama timnas Prancis ketika menjadi juara dunia. Dia memang nggak bikin gol di Piala Dunia. Namun, kontribusinya sangat dibutuhkan lini depan timnas Prancis. Ketika Manchester United bertahan dengan lima pemain, kelebihan Giroud sebagai pemantul bola sangat terasa.
Sebagai perbandingan, Michy bermain selama 68 menit dan Giroud 22 menit. Selama 68 menit, Michy membuang satu peluang emas dan gagal menembak akurat sebanyak dua kali. Nah, selama 22 menit bermain, Giroud membuat satu peluang emas, satu eksekusi peluang yang sempurna untuk dianulir VAR, membuat 100 persen umpan sukses, dan dua kali clearance.
Melihat catatan itu saja kita tahu kalau 22 menit Giroud lebih berfaedah ketimbang 68 menit Michy. Kebingungan Lampard sejak awal pertandingan dengan mencadangkan Giroud kudu dibayar mahal. Selain Giroud, Lampard sendiri memang dibuat bingung karena meski melakukan dua pergantian pemain yang tidak direncanakan.
Lampard menggunakan dua pergantian karena N’Golo Kante dan Andreas Christensen cedera. Memang, kalau lawan Manchester United, ada aja yang terjadi. Dua pergantian tak terencana itu membuat Lampard sulit bermanuver di paruh babak kedua. Misalnya, Chelsea tidak bisa mengganti Mateo Kovacic yang performanya menurun di ujung babak kedua.
Kekalahan sebuah tim dipicu banyak hal. Kombinasi antara kesalahan membuat susunan pemain, lebih dari satu pemain inti cedera di satu pertandingan, dan pemain yang ada membuang terlalu banyak peluang bakal sukses membuat sebuah tim kalah. Oleh sebab itu, Chelsea yang memang bingung layak kalah dan Manchester United wajar kalau menang.
Kestabilan Manchester United memang perlu mendapatkan apresiasi. Sudah empat pertandingan mereka tidak kebobolan. Dari pertahanan yang sedikit membaik, Manchester United bisa berkonsentrasi membenahi lini lainnya. Yang tersisa adalah sebuah pertanyaan: apakah mereka bisa konsisten?
Kalau konsisten “beruntung” sih jelas bisa. Para wasit Inggris kan berhati mulia. Konsisten medioker, ahh maaf maksud saya bekerja keras, itu baru sulit. Kunci sukses itu nggak banyak kok. Untuk sebuah tim, bisa konsisten saja sudah sangat membantu.
BACA JUGA Memuji Sikap Manajemen MU yang Terus Percaya Ole Gunnar Solskjaer atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.