MOJOK.CO – Liverpool diprediksi dan diharapkan bisa berbuat banyak di rumah Barcelona. Namun mereka kalah, dengan skor besar, dan bikin netizen terlelatuk.
Sekitar lima prediksi yang sempat saya baca menyebutkan kalau Liverpool memang akan kalah dari Barcelona di leg 1 semifinal Liga Champions. Namun, dari lima prediksi tersebut tidak ada yang menyebutkan kalau The Reds akan kalah dengan skor banyak, sekaligus sampai tidak bisa bikin gol. Skor 2-1, 3-2, dan imbang 1-1 mewarnai prediksi di lini masa.
Musim ini memang spesial untuk Liverpool. Boleh dikata, musim 2018/2019 adalah musim terbaik untuk Jurgen Klopp bersama anak asuhnya. Itu jika kita tidak memasukkan unsur piala ke dalam penilaian performa. Ketika Liga Inggris belum usia, ketika masih duduk di peringkat kedua, mereka sudah mencapai 91 poin. Jumlah poin yang bisa bikin klub jadi juara jika melihat lima tahun ke belakang. Jumlah poin ini membantah argumen kalau Liverpool jelek, tapi Manchester City-nya yang terlalu bagus.
Oleh sebab itu, menggunakan dasar performa di atas, mereka dianggap punya segalanya untuk merepotkan Barcelona di Nou Camp. Sayangnya, yang justru terjadi adalah sebaliknya. Jika melihat dari skor saja, The Reds seperti “terbantai dengan sempurna”. Padahal, jika menonton pertandingan dengan benar, kita seharusnya tahu kalau mereka “tidak seburuk itu”.
Namun, yang namanya netizen tentu sangat luwes untuk menggerakkan jempol-jempol mereka di atas layar telepon pintar. Bertebaran komentar-komentar konyol di lini masa, bukan hanya untuk tim tamu, tapi juga tim kandang. Kami mengumpulkan lima komentar konyol yang paling banyak berseliweran.
1. Barcelona menang hanya karena punya Lionel Messi.
Lionel Messi memang ada di sana, di puncak level terbaik di dunia. Mau diperbandingkan dengan siapa saja, Messi ada di dalam perbincangan “yang terbaik”. Pun, dua gol Barca memang dipicu oleh lesatan gerak Messi di depan kotak penalti. Salah satunya, gol tendangan bebas itu, adalah sebuah karya seni yang layak dipajang di Museum Louvre.
Namun, kamu perlu melihat sebuah pertandingan dari konteks yang lebih luas. Aksi individu memang paling enak untuk dicatat menggunakan kolase foto atau narasi indah. Namun, sepak bola akan selalu menjadi olahraga tim. Messi “bangkit” di babak kedua ketika Ernesto Valverde, dengan berani mengganti Philippe Coutinho dengan Nelson Semedo.
Ketika Barcelona tertekan, pola dasar yang digunakan adalah 4-3-3. Setelah mengganti Coutinho dan skema menjadi 4-4-2 diamond, Barca bisa lebih nyaman bertarung di lini tengah. Sergio Busquets, Arturo Vidal, dan Ivan Rakitic, didampingi Sergi Roberto, ideal untuk meladeni Fabinho, James Milner, dan Jordan Henderson.
Ideal di tengah, Messi dan Luis Suarez mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Suplai bola dan ruang yang lega untuk berakselerasi. Sebuah keputusan pelatih, sukses mengubah jalannya pertandingan. Itu tidak akan terjadi kalau hanya “ada Messi” di Barcelona.
2. Luis Suarez cuma seorang provokator taik kucing.
Ada berapa juta fans Liverpool yang muntab ketika Luis Suarez selebrasi dengan begitu gempita setelah mencetak gol? Setelah itu, Suarez “bermain drama” ketika meminta pelanggaran ke wasit. Sungguh sempurna, pemain asal Uruguay itu menjadi pesakitan, menjadi orang paling dibenci oleh fans The Reds sedunia.
Namun, tahukah kamu kalau di sepak bola ada yang namanya “pertarungan psikologis”? Kepada Sid Lowe, mantan pemain Ajax Amsterdam itu mengaku memang ia harus melakukan yang namanya “the dirty works”. Ungkapan itu terlontar ketika ia dimintai pendapat rasanya bermain di Barcelona bersama Messi dan Neymar.
Permainan kotor yang Suarez maksud pada awalnya memang bukan melakukan kecurangan atau provokasi. Ia harus menjadi striker yang paling rajin bertahan, berlari paling rajin, untuk menekan pemain lawan yang membawa bola. Namun, seperti istilah malice di sepak bola Amerika Latin, provokasi dan drama adalah anak kandung sepak bola.
Orang netral macam saya memang lebih mudah untuk memahami pekerjaan Suarez. Tentu sulit dilakukan oleh fans Liverpool. Namun, meskipun membecinya, kamu tidak bisa membantah kalau tekniknya mencari ruang di antara Joel Matip dan Virgil van Dijk–bek yang ditahbiskan sebagai terbaik oleh Liverpudlian–adalah kelas dunia. Dan gol sontekan itu sangat cantik.
3. Sergio Busquets mainnya paling “minus”.
Saya sih maklum, kalau nonton bola itu yang dicari adalah gol atau aksi-aksi memukai. Makanya, banyak orang yang enggan melihat sepak bola secara lebih luas. Misalnya, melihat Messi melewati lima orang atau gelandang yang melakukan sleding tekel sampai guling-guling. Oleh sebab itu, menonton Sergio Busquets bisa jadi pekerjaan yang bikin ngantuk.
Vicente del Bosque pernah berkata bahwa, “You watch the game, you don’t see Busquets, you watch Busquets, you see the whole game.” Ini pendapat pelatih yang membawa Spanyol juara dunia. Kalau kamu masih berpendapat ngawur karena termakan branding seorang “Koch”, ya selamat, kamu ketinggalan hal paling menarik di sepak bola: menonton kecerdasan seorang pemain.
Tonton saja video di bawah ini:
Sergio Busquets performance vs Liverpool today defines why the best players on the planet are the most intelligent ones. “You watch the game, you don’t see Busquets, you watch Busquets, you see the whole game”. Effective, intelligent & disciplined in his decision making.#BARLIV pic.twitter.com/CUVo9DBfRO
— Football Analysis (@obsessfooty) May 2, 2019
4. Liverpool ternyata jelek betul.
Sepak bola memang bisa begitu kejam, bahkan tidak adil. Skor 3-0 langsung bikin banyak orang memandang kalau Liverpool tidak “sebagus itu”. Untuk komentar konyol ini, kamu perlu melihat sejatar sedikit ke belakang, ketika klub dari Inggris juga, kalau nggak salah namanya Manchester United, para pemuja setan itu, diajari bermain sepak bola oleh orang dewasa dari Catalan.
Para pemuja setan itu menunjukkan cara terbaik untuk menjadi pecundang, seperti biasanya mereka. Sebuah bukti betapa sulitnya bermain bagus di kandang Barcelona selama 90 menit penuh. Liverpool, berhasil melakukannya. Mereka mendominasi, gagal bikin gol karena detail kecil yang kita sebuah sebagai “kesialan”.
Jumlah umpan mereka mencapai 452 dengan jumlah peluang mencapai 15, sementara Barca bikin 427 dan 12. Bagaimana cara membaca angka mati ini? Tonton ulang pertandingan dan lihat detail-detail yang terjadi. Lihat bagaimana empat bek Th Reds bermain sangat baik sebelum Suarez menemukan ruang. Lihat bagaimana Arthur dan Vidal sangat sulit membuat umpan vertikal (umpan ke depan). Lihat bagaimana Messi macet sebelum Coutinho diganti.
5. Mengandalkan kok Liverpool.
Salah seorang fans AC Milan di kantor Mojok tampak begitu kecewa ketika The Reds kalah dari Barca. Ia seperti mengharapkan mereka bisa berbuat lebih di Nou Camp. Ia lantas nyeletuk: “Mengharapkan kok Liverpool.”
Sebuah ungkapan yang ngawur, tapi kok benar. Gerrard terpeleset, gagal gol ketika melawan City karena selisih satu sentimeter dengan garis gawang, sampai kalimat sakti berbunyi, “Next year is our year,” yang kembali bergaung dengan keras ketika Messi gol bikin tendangan bebas cantik itu.
Memang, jangan menggantungkan harapan kepada kaum mortal. Gantungkan harapan kepada Gusti Allah. Imanmu, lho!