MOJOK.CO – Masing-masing dari Liverpool maupun Manchester City layak menjadi juara Liga Inggris musim 2018/2019. Berikut hasil rabaan Jimi, admin prasmanan dari Mojok Institute.
“Liverpool x Manchester City” adalah tulisan bersambung untuk mengiringi sembilan pertandingan terakhir di Liga Inggris musim 2018/2019. Siapa yang akan menjadi juara Liga Inggris? Mari kita diskusikan di kolom komentar.
Merseyside Derby seharusnya menjadi pijakan Liverpool untuk terus mengangkangi Manchester City di sisa musim ini. Derby yang terlalu bersahabat ini pula seharusnya menjadi penegasan bahwa skuat asuhan Jurgen Klopp sudah lebih matang ketika menghadapi tekanan. Namun, sayangnya, The Reds kehilangan sentuhan justru di saat-saat yang paling krusial.
Sementara itu, Manchester City menunjukkan kedewasaan. Mereka begitu matang di atas lapangan, baik dari sisi mental maupun ide bermain. Selain menang atas Bournemouth, skuat asuhan Pep Guardiola itu tidak mengizinkan lawan melepaskan tembakan tepat ke arah gawang satu kali saja! Kontrol penuh, untuk memastikan nasib hanya mereka sendiri yang menentukan.
Lantas, siapa yang lebih layak dan mampu untuk menjadi juara Liga Inggris? Liverpool yang menunjukkan gairah tinggi di setiap laga, atau City yang begitu dewasa ketika menyikapi tekanan?
Liverpool akan juara karena…
Karena memang sudah saatnya. Sudah 28 tahun mereka puasa gelar Liga Inggris. Itu ibarat anak, sudah menikah, punya anak satu, dan sedang memikirkan menabung untuk naik haji. Bisa jadi, si anak sudah jadi haji, sementara Liverpudlian masih sibuk menegaskan bahwa “Tahun depan adalah tahun kami!” Iya, iya, Ngadiman!
Musim ini, The Reds melakukan perbaikan tepat di ruang-ruang reyot mereka musim lalu. Bek tengah andal dan kiper yang bisa diandalkan. Hasilnya pun instan, skuat asuhan Klopp itu baru kebobolan 15 kali. Gol bakal beri kamu kemenangan di sebuah pertandingan, tapi pertahanan yang baik (seharusnya) beri kamu juara liga.
Setidaknya sampai sebelum tiga pertandingan terakhir mereka yang berakhir dengan skor imbang. Melawan Leicester City, West Ham United, lalu Manchester United. Semua berakhir imbang. Catatan pertandingan yang bikin City bisa memangkas jarak, dari ketinggalan tujuh poin, hingga akhirnya sudah bisa menyalip di pekan ke-29.
Pertahanan yang sudah semakin bagus bikin The Reds bisa nyaman begitu lama di puncak klasemen. Sayangnya, bagusnya lini pertahanan tidak diimbangi dengan konsistensi di lini depan. Fabinho, selepas Merseyside Derby mengungkapkan bahwa mereka memang bikin lebih banyak peluang, tapi kalau tidak klinis menyelesaikannya ya buat apa.
The Reds harus betul-betul memanfaatkan dua jadwal berat City, yaitu melawan Tottenham Hotspur dan Manchester United. Dua lawan City itu perlu tiga poin untuk terus lari mengejar zona Liga Champions. Selisih yang tipis antara penghuni peringkat tiga, empat, lima, dan enam bikin semua klub yang terlibat bakal “menghalalkan segala cara” untuk menang.
City mungkin bisa mengatasi keduanya. Namun tidak menutup kemungkinan laga akan berakhir imbang. Ketika hal itu terjadi, lini depan Liverpool yang bakal banyak berbicara. Mo Salah yang tidak sekonsisten musim lalu, perlu dicambuk. Mau juara apa tidak? Atau mau tenggelam dalam “tragedi angka satu”?
Musim ini, angka satu memang tidak bersahabat untuk Liverpool. Jarak satu sentimeter bikin mereka kalah dari City. Bola hasil sepakan Sadio Mane hanya butuh satu sentimeter untuk dianggap gol. Sayangnya, bola itu gagal sepenuhnya melewati garis gawang dan dianggap no goal oleh wasit.
Angka satu juga jadi angka sial Klopp karena tiga hasil imbang di enam laga terakhir bikin mereka gaga mempertahankan posisi puncak. Ketika hanya bermain imbang, hanya satu angka yang didapat.
Bakal pedih betul apabila nanti The Reds gagal juara karena kalah di satu sentimeter, terlalu banyak hanya dapat satu angka karena imbang, dan tak bisa mengejar selisih satu angka dengan City. Tragedi terpeleset bakal diganti tragedi jenis baru. Klub apa sinetron lawak?
Manchester City bakal juara karena…
Karena konsistensi dan kedewasaan mereka menghadapai tekanan. Ini musim kedua bagi Pep setelah cuci gudang skuat beberapa yang musim lalu. Hampir semua tulang punggung The Citizens sudah bermain bersama setidaknya empat tahun. Mulai dari Vincent Kompany, Fernandinho, David Silva, Kevin De Bruyne, dan Sergio Aguero.
Kesepahaman ide membuat skuat ini semakin solid. Apalagi di saat-saat krusial ketika rival tengah berada dalam periode kurang baik. Lantaran hanya kemenangan yang bisa bikin City mengejar Liverpool, maka kontrol total atas lawan yang menjadi narasi Pep Guardiola di beberapa pertandingan terakhir.
Melawan Bournemouth adalah contoh betapa City begitu dewasa. Mereka tak tergesa-gesa menyerang kotak penalti lawan. Seperti yang sudah-sudah, mereka menyiapkan sebuah momen paling bersih untuk bikin gol. Dan ketika sudah unggul, City tak masalah menanggalkan sepak bola atraktif untuk berganti kulit menjadi lebih pragmatis.
Sikap dewasa ini juga jadi cerminan mental juara masing-masing pemain. Mereka tahu kapan harus menghukum lawan, kapan harus menarik diri dan menghemat tenaga. Tim seperti ini bakal jadi lawan yang paling susah dikalahkan, atau diharapkan untuk gagal menang. Setelah unggul satu poin dari The Reds, sangat tidak mungkin Manchester City melepaskannya begitu saja.
Kedewasaan dan kesadaran untuk tidak bikin banyak kesalahan kecil bakal bikin Pep, lagi-lagi, juara Liga Inggris.
**
Narasi di atas disusun berdasarkan catatan pertandingan, performa pemain, dan calon lawan di sisa musim 2018/2019. Tentunya masih banyak sebab Liverpool atau Manchester City layak menjadi juara Liga Inggris.
Silakan bagikan pendapat kamu di kolom komentar, di bawah ini. Beberapa komentar paling menarik akan menjadi pemantik diskusi selanjutnya dari sub-rubrik Balbalan: “Liverpool x Manchester City” ini.
Gaaaass, my love.