MOJOK.CO – Uruguay bermain pragmatis, mengandalkan duet penyerang Edinson Cavani dan Luis Suarez di depan. Namun pada akhirnya, laga Mesir vs Uruguay ditentukan oleh satu bola mati.
Sepeti yang sudah diperkirakan sejak jauh hari, Mohamed Salah tidak menjadi pilihan pertama untuk pertandingan Grup B Mesir vs Uruguay. Cedera bahu yang diderita Salah di final Liga Champions memang diusahakan sembuh secepat mungkin. Sayang, meski memang dibawa ke Rusia 2018, Salah belum bisa bermain penuh.
Sebetulnya, mencadangkan Salah adalah keputusan yang bijak dari Hector Cuper, pelatih Mesir. Pertandingan Mesir vs Uruguay terlalu berat untuk penyerang sayap milik Liverpool tersebut. Dan memang itulah yang terjadi. Laga Mesir vs Uruguay diwarnai banyak kontak fisik. Cukup sering, baik di babak pertama maupun kedua, pemain Mesir tergeletak kesakitan setelah beradu fisik dengan pemain Uruguay.
Jika diturunkan ke dalam pertadingan seperti ini, cedera Salah bisa semakin parah. Posturnya yang lebih pendek dibandingkan kebanyakan pemain belakang Uruguay membuat bahu Salah akan lebih mudah diincar. Di sepak bola dengan intensitas tinggi, menyerang kelemahan lawan adalah sebuah keharusan. Terdengar kejam, namun itulah kompetisi.
Oleh sebab itu, memberi waktu sembuh lebih lama kepada Salah adalah keputusan yang tepat. Meskipun taruhannya kalah melawan Uruguay, Mesir tetap masih punya potensi lolos dari babak penyisihan grup jika memenangi sisa dua pertandingan. Melihat lawan-lawan mereka (Rusia dan Arab Saudi), peluang lolos masih terbuka.
Di bawah asuhan Hector Cuper, Mesir menunjukkan inisiatif untuk lebih banyak menguasai bola. Meski sirkulasi bola terlihat diusahakan sebaik mungkin, alur bola tidak terlalu lancar. Mulai dari akhir babak pertama dan separuh awal babak kedua, Mesir mencoba menurunkan tempo untuk menemukan ruang yang lebih nyaman, untuk masuk ke wilayah pertahanan Uruguay.
Sebagai gambaran sulitnya menembus pertahana Uruguay, lewat menit 70, Mesir baru bisa melepas tembakan akurat ke arah gawang. Diego Godin, pilar Uruguay di lini pertahanan mampu membaca hampir semua cara Mesir untuk masuk ke kotak penalti. Bek senior milik Atletico Madrid tersebut masih sangat tangguh.
Uruguay sendiri tidak bisa dibilang bermain baik. Cara bermain mereka terbilang “gamblang”. Tanpa gelandang serang yang bermain berdekatan dengan duet Edinson Cavani – Luis Suarez, Uruguay banyak memanfaatkan sisi lapangan untuk berprogres masuk ke kotak penalti Mesir. Intensi mereka sangat jelas, secepat mungkin memberikan bola kepada dua penyerang di depan.
Duet Cavani dan Suarez unggul secara teknis individu ketika duel satu lawan satu dengan pemain Mesir. Kombinasi keduanya begitu matang, sampai-sampai Uruguay hanya butuh dua pemain tersebut untuk melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti.
Di satu waktu, hanya dengan dua pemain, umpan cungkil Cavani masuk ke kotak penalti. Suarez memahami intensi umpan itu dan berlari mengejarnya. Sayang, sepakan voli Suarez membentur lutut kiper Mesir. Kesederhanaan cara bermain Uruguay, kuat bertahan tajam di depan, itulah yang membuat mereka sulit dikalahkan.
Namun, kelebihan itu juga menjadi kelemahan Uruguay. Kekurangan orang di lini depan membuat Mesir lebih mudah memotong serangan Uruguay sehingga bola tidak sampai ke kaki Cavani dan Suarez.
Intensitas pertandingan meningkat drastis di 10 menit terakhir. Memburu gol, Uruguay menambah jumlah pemain di lini depan. Christian Rodriguez menambah kanal serangan lewat sisi lapangan. Memberi Uruguay cara baru untuk menyerang.
Kebuntuan akhirnya jebol setelah umpan silang dari sepakan bola mati, Jose Gimenez menanduk bola masuk ke gawang Mesir. Situasi bola mati memang menjadi salah satu cara Uruguay untuk memburu gol. Uruguay yang pragmatis, terbukti manis. Sebuah kemenangan penting untuk terus menempel Rusia di puncak klasemen sememtara Grup A.