MOJOK.CO – Laga Brasil vs Kosta Rika menjadi bukti bahwa VAR ada tidak untuk meniadakan drama di sepak bola. Menang 2-0, Brasil menghadirkan drama klasik sepak bola.
Laga Brasil vs Kosta Rika berjalan seperti ramalan Philippe Coutinho. Laga penting di Grup E ini berjalan ketat, dengan Brasil mutlak menguasai pertandingan. Hingga akhir babak pertama, skuat asuhan Tite ini dibuat kesulitan menyelesaikan peluang di depan gawang Keylor Navas, kiper Kosta Rika. Skor sementara di akhir babak pertama adalah sama kuat 0-0.
Brasil sendiri mengubah pendekatan mereka jika dibandingkan ketika menghadapi Swiss di laga perdana Piala Dunia 2018. Di pertandingan melawan Kosta Rika, Selecao bermain lebih tenang, dengan tempo sedang. Ide dasar Brasil adalah menguasai bola dengan aman, memanfaatkan lebar lapangan untuk merenggangkan blok pertahanan Kosta Rika, dan melakukan penetrasi hanya di waktu yang dirasa tepat.
Sekitar 20 menit berjalan, Kosta Rika bisa menunjukkan respons yang baik. Dua bek sayap Brasil, Marcelo di kiri dan Fagner di kanan banyak naik menyerang berdekatan dengan penyerang sayap. Oleh sebab itu, ketika Kosta Rika bisa melewati blok pertahanan pertama Brasil (penyerang dan gelandang) mereka “hanya” akan berhadapan dengan dua bek tengah, Thiago Silva dan Miranda.
Rentang waktu berhadapan dengan dua bek tengah ini memang sempit. Casemiro (dan beberapa kali Paulinho), bisa mencegah Kosta Rika memanfaatkan interval sempit tersebut. Misalnya dengan segera mendekati Thiago Silva dan Miranda sehingga serangan balik Kosta Rika akan mengarah ke sisi lapangan. Serangan balik yang tertunda memberi waktu bagi dua bek sayap untuk turun ke pertahanan.
Selain itu, baik Thiago Silva maupun Miranda cukup cerdas untuk memotong penetrasi penyerang Kosta Rika. Terutama Thiago Silva yang malam ini mengenakan ban kapten. Bek milik Paris Saint-Germain tersebut punya atribut bek tengah yang komplet. Mulai dari sprint jarak pendek, akurasi tekel, dan kemampuan umpan. Kombinasinya dengan Miranda menghindarkan Brasil dari kecolongan gol di paruh awal babak pertama.
Di paruh kedua babak pertama, Brasil menjadi lebih dominan. Lebih sabar menguasai bola, pemain-pemain Kosta Rika terdorong lebih dalam ke kotak penalti. Brasil sendiri banyak menyerang dari sisi kiri lapangan. Sebuah kebiasaan yang membuat banyak orang bertanya-tanya.
Sebenarnya, cara menyerang Brasil ini sudah cukup baik. Di sisi kiri, berkumpul hampir semua pemain kreatif tim utama Brasil. Mereka adalah Marcelo (bek kiri), Coutinho (gelandang serang yang banyak bergerak ke kiri), dan Neymar (penyerang sayap sebelah kiri). Bandingkan dengan sisi kanan yang diisi Fagner, Paulinho, dan Willian.
Selain memang pemain kreatif menumpuk di kiri, beberapa kali Brasil menunjukkan intensinya. Manajemen ruang adalah ide yang ingin mereka capai. Ide ini disebut positional play, ketika sebuah tim banyak bermain di satu sisi lapangan untuk seketika memindahkan permainan ke sisi yang lain. Tujuannya untuk membebaskan pemain di sisi lain karena lawan terkonsentrasi di sisi sebaliknya.
Brasil meng-overload (situasi menang jumlah pemain) sisi kiri, untuk seketika memindahkan bola ke kanan. Willian adalah pemain yang ingin dibebaskan dari kawalan lawan. Biasanya, pemain milik Chelsea ini sangat kuat ketika situasi satu lawan satu. Sayangnya, ketika mendapatkan bola, Willian tidak mampu memaksimalkan ruang dan waktu yang ia dapat.
Alih-alih melewati lawan dan masuk ke kotak penalti, Willian justru melakukan potongan (cut inside) ke depan kotak penalti dan melepaskan tembakan dengan kaki kiri, kaki lemah dirinya. Maka tidak heran apabila Tite menarik Willian di jeda babak pertama dan menggatikannya dengan Douglas Costa, sayap Juventus yang juga jago situasi satu lawan satu.
Jika memang akan lebih banyak melakukan cut inside ke depan kotak penalti, Douglas Costa akan lebih berguna ketimbang Willian. Kaki dominan Douglas Costa adalah kaki kiri. Sebagai inverted winger, ditempatkan di sisi kanan sangat sesuai dengan atribut yang ia miliki.
Namun tentu saja, semua itu baru sebatas ide di atas kertas. Kosta Rika bertahan dengan pintar. Lantaran hampir semua pemain mereka bertahan, Kosta Rika selalu unggul jumlah pemain ketika melakukan pressing kepada pemain-pemain kreatif Brasil. Neymar, Coutinho, Willian, Douglas Costa kesulitan ketika di-double bahkan triple team.
Kecerdikan lainnya dari Kosta Rika adalah melakukan “pelanggaran ringan” untuk menghentikan transisi serangan cepat Brasil. Pelanggaran ringan tidak akan mendapatkan hukuman kartu kuning apabila belum terakumulasi. Sangat cerdik untuk meredam kreativitas pemain-pemain Brasil.
Babak kedua tidak banyak perubahan terjadi, bahkan ketika Roberto Firmino sudah masuk lapangan untuk menambah jumlah pemain di lini depan. Kosta Rika sendiri, paling tidak, hanya menyerang dengan empat pemain maksimal. Oleh sebab itu, meski Brasil menambah jumlah pemain di depan, situasinya tidak banyak berubah.
Sebuah keputusan berani diambil wasit Björn Kuipers menganulir keputusan penalti untuk Brasil setelah berkonsultasi dengan “eyang VAR”. Dari tayangan ulang, kontak fisik yang diterima Neymar masih terlalu minimal untuk berbuah penalti. Inilah gunanya VAR, untuk memberi kesempatan kepada tim kecil untuk memperjuangkan kerja keras mereka.
Tak lucu, apabila kerja cerdas Kosta Rika berakhir dengan sebuah aksi teatrikal yang dilakukan Neymar. Intensitas laga Brasil vs Kosta Rika sendiri sedang-sedang saja. Hanya tensi pemain Brasil saja yang naik perlahan. Puncaknya adalah kartu kuning kepada Neymar karena membanting bola. Dipikirnya lagi akting Smack Down, main banting saja. Frustasi!
Rasa frustrasi di laga Brasil vs Kosta Rika pecah ketika sebuah umpan lambung disambut sundulan oleh Firmino. Pemain milik Liverpool tersebut menanduk bola ke tengah kotak penalti. Bola disenggol Gabriel Jesus, untuk dicocor Coutinho masuk ke gawang Kosta Rika via selangkangan Keylor Navas. Kegunaan Firmino beru terlihat di penghujung laga.
Laga Brasil vs Kosta Rika ini menjadi bukti bahwa VAR ada untuk tidak mengurangi drama di sepak bola. VAR ada untuk menjadi adil untuk kamu-kamu semua. Drama pasti ada. Drama yang jujur tentu lebih membuat greget. Seperti gol menit akhir dari Coutinho dan Neymar. Menang 2-0, Brasil menatap babak 16 besar. Determinasi seperti inilah yang membuat Brasil menyandang tim unggulan bersama Jerman.