MOJOK.CO – Dunia dan Messi seharusnya tahu kalau Bartomeu itu seperti tahi burung yang jatuh di kaca mobil Barcelona. Lengket, bau, susah dibersihkan.
Sid Lowe, jurnalis The Guardian, selepas “Malam Muram di Portugal”, ketika Barcelona digilas Bayern Munchen, menulis begini: “Sudah tidak ada rasa percaya di antara jajaran manajemen dan ruang ganti pemain. Bagaimana cara mereka untuk memperbaiki diri?”
Sid Lowe tidak memberi jawaban atas pertanyaan yang dia lontarkan sendiri. Namun, kita tahu kalau pertanyaan itu hanya retorika. Jawabannya sudah mengambang di udara dan kita semua sepakat, fans Barcelona terutama, bahwa Presiden, Josep Maria Bartomeu, harus lengser.
Bukan hal aneh ketika sebuah klub gagal meregenerasi skuat. Bukan aneh pula ketika kebijakan manajemen justru merusak skuat lewat aksi pembelian dan penjualan pemain. Mengubah kebijakan, terkadang, tidak terlalu sulit dilakukan. Untuk sebuah institusi, ada semacam indikator performa yang bisa dipakai sebagai alat ukur. Jika salah, tinggal revisi, lalu rancang perbaikan.
Namun, kita tahu, sifat manusia bisa sedalam lautan dan sekelam dosa asal. Tidak bisa diukur, tidak bisa ditebak, tidak bisa ditakar. Ketika sifat itu sudah tertanam dan dianggap sebagai hal yang wajar, apalagi ketika sifat itu sifatnya destruktif, sebuah klub bakal sangat menderita. Sifat yang kelam itu bernama Josep Maria Bartomeu, mantan Presiden Barcelona yang baru saja lengser.
Kata “lengser” mungkin terdengar terlalu manis. Izinkan saya menggunakan kata “dikudeta”, mewakili kekesalan fans Barcelona. Ya, fans Barcelona memang “brengsek”. Suara-suara tajam mereka menghadirkan tekanan di pundak Bartomeu. Fans Barcelona terbukti lebih jago melakukan pressing ketimbang para pemain sendiri.
Barcelona punya 100 ribu anggota resmi. Sebanyak 20 ribu dari mereka sudah membubuhkan tanda tangan di sebuah petisi meminta Bartomeu minggat. Barto sempat tidak bergeming. Namun, ketika Lionel Messi buka suara dan mengaku “tidak bahagia”, tekanan itu semakin berat tak terperi.
Saya sepakat dengan fans Barcelona. Saya sepakat kalau terkadang fans harus “brengsek” ketika melihat kebusukan. Jangan sampai “borok” manajemen justru dirawat, tidak diobati. Apalagi dunia sudah tahu kalau nama Bartomeu itu seperti tahi burung yang jatuh di kaca mobil Barcelona. Lengket, bau, susah dibersihkan.
Akhir Februari 2020, Cadena SER membuat sebuah laporan bahwa Barcelona membayar perusahaan I3 Ventures untuk menjalankan akun Facebook. Tujuannya? Hanya untuk pencitraan Bartomeu dan jajarannya.
Ada enam akun Facebook yang digunakan. Mereka adalah Mes que un club (66.000 followers), Respeto y Deporte (56.000), Alter Sports (27.000), Sport Leaks (21.000), Justicia y Diálogo en el Deporte (8.500), dan Jaume, un film de terror (5.000).
Selain dimanfaatkan untuk sebuah propaganda, enam akun Facebook tersebut juga punya kerja untuk menaikkan sekaligus menjaga citra Bartomeu dan jajaran petinggi klub. Tugas lainnya adalah untuk merusak citra mereka yang berseberangan dengan si presiden gila itu, antara lain, Gerard Pique, Lionel Messi, Guardiola, dan Xavi. Gila.
Tidak hanya sampai di sana, kebusukan manajemen Barcelona juga dibongkar oleh Emili Rousaud, mantan petinggi klub. Rousaud menyatakan, dengan tegas dan yakin, bahwa di dalam tubuh Barcelona terjadi korupsi. Makin gila.
“Korupsi di dalam internal klub ditunjukkan melalui fakta bahwa mereka telah menghapus kontrak dengan berbagai perusahaan yang bertujuan untuk menghindari kontrol internal dan lain-lain,” sebut Rousaud, dikutip Tirto dari Marca (16/4). Gila paripurna.
Apa yang bisa fans Barcelona harapkan dari manajemen yang bau amis? Lalu wawancara Lionel Messi dengan Goal tayang….
Pada saat itu, orang waras mungkin bisa langsung menilai bahwa Messi tak lagi peduli dengan Barcelona. Ketika berhadap-hadapan dengan jurnalis Goal, Messi hanya mengenakan celana pendek dan sandal jepit. Persis, sama seperti Agus Mulyadi, kalau lagi ke Indomaret buat beli cawet.
Intinya, Messi tidak lagi percaya dengan manajemen dan ingin pindah. Kita tahu apa yang terjadi setelah wawancara itu tayang. Messi “duel” satu lawan satu dengan manajemen. Bartomeu mengira posisinya masih kuat. Bartomeu tidak sadar bahwa sikap dingin Messi ternyata lebih panas ketimbang api cemburu buta!
Messi tidak begitu ekspresif di wawancara itu. Dia terlihat kalem, tua, dan lelah. Fans yang mulai berani “brengsek” menangkap pesan itu. Sebuah pesan bahwa potensi kepergian Messi ternyata sangat besar. Klub akan selalu besar dibandingkan pemain. Namun, untuk kasus ini, yang berlaku adalah sebaliknya.
Selasa, 27 Oktober 2020, Bartomeu tak lagi bisa menahan tekanan. Dia lengser, bersama jajaran manajemen yang mengekor keputusan-keputusan aneh. Lalu, setelah ini, apa yang akan terjadi?
Suasana hati Messi dan para pemain Barcelona, mungkin, akan lebih cerah. Sayangnya, perubahan hati saja tidak akan cukup untuk memperbaiki apa yang sudah rusak. Presiden baru akan sangat menentukan. Namun, untuk saat ini, semuanya bergantung kepada pelatih dan pemain.
Transisi selalu menjadi momen berbahaya. Perubahan yang terjadi di jajaran manajemen harus selaras dengan perbaikan di atas lapangan. Ingat, hati fans Barcelona yang berani “brengsek” itu tidak mudah untuk diperbaiki. Prosesnya akan cukup panjang. Pertentangan akan terjadi. Namun, kalau memang harus terjadi, ya bakal terjadi. Ini semua memang bagian dari usaha “mengobati borok” yang sudah mengancam bagian tubuh lainnya.
Transisi itu proses berbahaya. Fans Barcelona, Messi, dan para pemain harus menyadari bahaya itu.
BACA JUGA Lionel Messi, Peti Mati Barcelona, dan Tabir Kebusukan Bartomeu dan tulisan-tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.