MOJOK.CO – Sempat diragukan, dikritik, hingga didemo, pemain Persib Banding, Ezechiel N’Douassel, memberi bukti bahwa situasi yang mendukung adalah modal awal sebuah kebangkitan.
Mengapa, di sepak bola, kebangkitan itu begitu dicintai? Kalau boleh mengajukan satu jawaban, saya akan menyodorkan: karena ekstasi karena kebangkitan itu terasa begitu lama. Berkesan. Apalagi setelah orang yang memicu ekstasi itu sebelumnya dibuat, dihajar, bulan-bulanan oleh kritik. Tajam. Sampai-sampai membuat telinga panas.
Ezechiel N’Douassel, striker Persib Bandung, tengah menawarkan ekstasi dari kebangkitan itu. Sampai pekan ke-14, striker asal Chad itu sudah mencetak 12 gol. Dan untuk sementara waktu, Ezechiel menjadi pencetak gol terbanyak di Liga 1 Indonesia. Kebangkitan striker berusia 30 tahun itu yang bakal menjadi pelumas mesin Persib. Tenaga untuk menembus papan atas klasemen Liga 1.
Ia bergabung dengan Maung Bandung musim lalu dengan durasi kontrak “hanya setengah tahun” saja. Ia datang di tengah musim, ketika perolehan poin di kompetisi semakin rapat. Sang Pangeran Biru membutuhkan juru gedor andal demi mempertahankan posisi mereka di papan atas. Sayang, banyak pendukung Persib yang tak memikirkan proses adaptasi.
Dirinya datang dari Hapoel Tel Aviv di Liga Israel. Ia bergabung dengan salah satu tim besar di Indonesia. Tim legendaris dengan sejarah panjang. Maka maklum, apabila penyerang asing dibebani ekspektasi tinggi. Memang normal, namun tolong jangan melupakan proses adaptasi yang sangat krusial itu.
Bergabung dengan klub Indonesia, artinya bersentuhan dengan budaya yang baru, dengan lingkungan yang baru. situasi, cara bermain, kebiasaan, menu makanan, bahasa, hanya sedikit dari banyak ganjalan bagi Ezechiel ketika beradaptasi. Kesulitan, jumlah golnya menjadi sangat minimal. Mandul di depan gawang, konon Ezechiel sampai didemo oleh Bobotoh.
Kebersamaannya dengan Mario Gomez, sang pelatih, belum lama. Salah satu halangan bagi sang striker untuk memberikan yang terbaik. Oleh sebab itu, di musim baru ini, optimisme untuk tampil lebih baik sangat terasa dari skuat Persib Bandung. Perubahan, atau lebih tepatnya perbaikan cara bermain, menjadi salah satu katalisator kebangkitan Ezechiel.
Ketika proses adaptasi bisa dikatakan selesai, Liga 1 menjadi saksi kerja finisher terbaik saat ini. Inilah tiga alasan yang membuat Ezechiel menjadi begitu berbahaya.
1. Selesainya proses adaptasi Ezechiel.
Membiasakan tubuh dengan lingkungan sekitar adalah langkah awal untuk bertahan hidup. Memahami cara kerja lingkungan membantu pesepak bola mengambil keputusan yang tepat. Dari “harus apa”, hingga “harus bagaimana”, pesepak bola menjadi lebih fasih merespons. Demikian juga dengan Ezechiel dengan situasi di Liga 1.
Memahami cara bermain lawan, kebiasaan tiap-tiap tim, cara bertahan bek-bek lokal maupun asing di Liga 1, kebiasaan wasit, hingga cara pandang suporter menjadi faktor yang krusial. Ketika ia paham harus bagaimana, seorang pemain menjadi lebih merasa aman. Pada ujungnya, seorang pesepak bola bisa bermain lepas, mengeluarkan kemampuan terbaik. Kakinya pasti terasa lebih ringan.
2. Tandem yang adaptif dan cocok.
Ezechiel membutuhkan tandem di lini depan dan ia menemukannya dalam sosok Jonathan Bauman. Kamu tahu, dua nama ini sempat sama-sama dikritik keras oleh suporter Persib karena performa yang jauh dari memuaskan. Maklum, keduanya belum lama bermain bersama. Untuk menemukan kohesi yang nyata, butuh waktu. Seperti adaptasi itu.
Baik Ezechiel maupun Bauman sudah bisa saling menyesuaikan diri di atas lapangan. Ezechiel bisa bermain melebar, memungkinkan Bauman masuk ke kotak penalti. Demikian juga sebaliknya, ketika Bauman melebar, suplai bola untuk Ezechiel tetap terjaga. Keberadaan tandem ini berarti banyak pada perkembangan striker dengan tinggi badan 188 sentimeter itu.
3. Cara bermain Persib memaksimalkan kemampuan Ezechiel.
Cara bermain Persib sebagai sebuah tim sangat berkaitan dengan keberadaan tandem itu sendiri. Musim lalu, Persib mencoba skema satu penyerang. Ezechiel sendiri tidak statis dan banyak bermain melebar untuk menyediakan ruang bagi kawan. Sayangnya, respons para pemain lain masih belum maksimal. Ujungnya, Ezechiel seperti bermain sendirian. Segala tugas ia emban sendiri.
Seperti yang dijelaskan oleh Haekal Adzani, seorang bobotoh pengamat sepak bola, musim ini Mario Gomez mampu membagi tugas kepada pemain lebih jelas. Kepercayaan dari pelatih membuat pemain lain lebih bisa bermain sesuai posisinya. Sederhana saja, kerjakan dahulu tugasmu di atas lapangan. Hasil akhir yang manis pasti akan mengikuti.
Secara spesifik, umpan silang Persib menjadi lebih berbahaya musim ini. Melepas umpan silang bukan semata seorang pemain menendang bola dari sisi lapangan. Proses yang justru paling penting adalah bagaimana si pemain bisa berada di sisi lapangan, mendapatkan ruang yang lega, lalu mengirim umpan silang secara akurat.
Ia adalah striker yang hidup di dalam kotak penalti. Meski tak masalah ketika bermain melebar, kemampuannya menyelesaikan peluang sangat menonjol. Tinggi badan yang mencapai 188 sentimeter memang membantu Ezechiel ketika memenangi duel udara. Namun, untuk memenangi duel tersebut, tak cukup hanya mengandalkan tinggi badan.
Ketika bisa bermain lepas, ia bisa menunjukkan teknik dasar seorang striker yang jago bola atas. Misalnya, mulai dari memasukkan lengan (sikut) ke tubuh lawan untuk mencegah lawan mendapatkan posisi yang nyaman untuk menyundul bola, hingga melakukan tubrukan ringan ke tubuh lawan sebelum melompat. Tujuannya supaya tubuh bek lawan menjadi tidak seimbang dan lompatan mereka tidak maksimal. Teknik ketiga adalah memaksimalkan akselerasi, lari jarak pendek. Kemampuan ini memungkinkan Ezechiel mengambil ancang-ancang untuk menyambut umpan silang lebih baik.
Perhatikan 12 gol Ezechiel hingga pekan ke-14, di mana sebagian besar berasal dari sundulan kepala. Pemosisian diri, teknik menyundul, hingga umpan-umpan silang yang lebih akurat membuat Ezechiel menjadi lebih berbahaya.
Jika Persib bisa konsisten, bukan tak mungkin Ezechiel akan menjadi “Comvalius kedua”, yang sangat berbahaya ketika semua situasi mendukung dirinya.
Bisa, Persib?