MOJOK.CO – Granit Xhaka terpilih sebagai kapten pertama Arsenal. Mengapa Unai Emery dan pemain lainnya memilih Xhaka? Perlukah kita berlaku adil kepadanya?
Pertama, judul di atas adalah judul yang buruk. Kedua, sepanjang ingatan, saya hanya dua kali menulis soal “kutukan”. Sejauh yang saya ingat, kutukan yang pernah saya tulis adalah soal tahun ketiga Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal itu punya “kecenderungan” gagal di tahun ketiga ketika melatih sebuah klub untuk akhirnya dipecat.
Tulisan ini akan menjadi yang kedua: kutukan ban kapten Arsenal. Sebetulnya, saya tidak terlalu suka menulis soal “kutukan”. Saya justru mengutuk betul anggapan orang soal gol Aaron Ramsey. Ketika Ramsey bikin gol, ada pesohor dunia yang meninggal dunia. Hampir selalu terjadi. Dan saya tidak terlalu suka dengan anggapan itu.
Maka, izinkan saya mengubah kata “kutukan” menjadi kecenderungan saja supaya lebih manusiawi. Apalagi untuk Granit Xhaka yang baru saja secara resmi diumumkan menjadi kapten pertama Arsenal. Konon, Xhaka dipilih oleh mayoritas pemain, bukan oleh Emery semata. Jadi, ada beberapa hal pendek yang ingin saya sampaikan.
Pertama, jabatan kapten pertama bukan garansi tim utama. Orbinho menulis bahwa ada kecenderungan yang terjadi kepada tiga kapten pertama Arsenal sebelum Xhaka. Mereka adalah Laurent Koscielny, Per Mertesacker, dan Mikel Arteta. Selain karena usia, salah satu dari keduanya mengalami cedera panjang. Oleh sebab itu, menit bermain menjadi terbatas.
Lantaran terjadi tiga kali, maka kejadian itu bisa disebut sebagai kecenderungan. Nah, ada satu catatan penting dari kecenderungan Mertesacker dan Arteta. Meski semakin jarang bermain, tetapi ketika mendapatkan kepercayaan, terutama di laga-laga penting, keduanya bisa berkontribusi. Bermain baik dan menginspirasi Arsenal.
Tantangan inilah yang akan diemban oleh Xhaka. Banyak fans yang enggan melihat Xhaka mengenakan ban kapten, separuhnya, saya yakin karena masalah performa. Salah satu contohnya terlihat jelas kertika Arsenal menjamu Tottenham Hotspur. Xhaka bikin pelanggaran bodoh di dalam kotak penalti. Aksi yang tidak seharusnya ditunjukkan kapten.
Selain itu, Xhaka juga menjadi pemain Arsenal yang paling banyak bikin kesalahan yang berakibat peluang atau gol lawan. Lagi-lagi bukan aksi seorang pemain yang punya material menjadi kapten. Contoh terbaru adalah ketika melawan Aston Villa. Ketika Xhaka diganti, The Gunners bisa bermain lebih cair dan dinamis di lapangan tengah. Semakin menegaskan kalau Aubameyang lebih cocok.
Aubameyang bahkan memberikan kesempatan penalti kepada Nicolas Pepe. Pepe pemain baru, berbanderol mahal, yang belum menemukan performa terbaik. Aksi yang sama ditunjukkan Aubameyang ketika Lacazette baru sembuh dari cedera dan butuh gol untuk mengangkat kepercayaan diri. Itulah material kapten: menomorsatukan tim dan tidak mengecewakan.
Jadi, bukan kejutan pula jika menit bermain Xhaka akan berkurang meskipun sekarang jadi kapten pertama. Sama seperti Mertesacker dan Arteta. Namun, jangan kesal juga kalau Emery masih percaya Xhaka. Kecenderungan Emery yang lebih suka gelandang bertahan berfisik besar bisa menjadi indikasi.
Kedua, Xhaka disukai oleh para pemain, terutama di ruang ganti. Xhaka adalah seorang pribadi yang vokal dan penuh semangat. Sampai-sampai, karena terlalu semangat dan mencoba terlalu keras, dia sampai bikin banyak pelanggaran bodoh. Ini bukan pernyataan saya, tetapi seorang fans dari Inggris yang bisa kamu baca di convo twit Amy Lawrance di bawah ini:
A piece on the Xhaka conundrum. An attempt to understand a player seen as a leader by his team-mates but not trusted by the crowd. His passing statistics are excellent but he scores highly on errors. Expected to be named Arsenal captain any day now. https://t.co/pkJ2ZeSfMI
— Amy Lawrence (@amylawrence71) September 26, 2019
Sebuah tim butuh seseorang yang berani bersuara, terutama di atas lapangan untuk memacu semangat. Tim butuh seseorang yang berani melindungi pemain lain secara aktif. Xhaka, toh, memang sering melakukannya. Sebagai perbandingan, kamu bisa melihat Lionel Messi di timnas Argentina ketika bermain di Piala Dunia 2014.
Bukan Messi yang lantang berbicara memacu semangat teman-temannya ketika pertandingan masuk babak tambahan, melainkan Mascherano. Kapten tidak boleh seperti itu. Kapten harus vokal dan mengayomi, menunjukkan kalau kamu peduli dan paling siap menghadapi situasi sulit. Hal-hal non-teknis seperti ini perlu kita pahami.
Sosok yang vokal dan menunjukkan diri sebagai pemimpin membuat Xhaka disukai rekan-rekannya. Ini fakta. Saya paham kalau banyak fans Arsenal ingin lihat Rob Holding sebagai kapten. Secara pribadi saya juga setuju. Namun, memberi beban kepada pemain yang baru sembuh setelah cedera 9 bulan tentu bukan tindakan yang bijak.
Lagipula, ada satu kegelisahan saya yang semoga terwujud: Emery ingin mengingatkan Xhaka kalau dirinya perlu mengangkat performa. Oleh sebab itu, ban kapten dijadikan alat.
“Saya percaya kepadanya. Dia orang baik, profesional, dan juga pemain bagus. Terkadang dia bikin kesalahan, tetapi yang paling penting adalah menganalisis kesalahan, belajar dari kesalahan, dan memperbaikinya di masa depan,” kata Emery seperti dikutip arsenal.com.
“Tantangannya, tantangan kita semua, adalah mengubah opini di luar sana dan yang paling penting, adalah menunjukkan kepribadian dan berkembang di setiap laga,” tambahnya.
Di atas lapangan, kita bisa menilai kapasitas Xhaka. Namun, di dalam ruang ganti, kita tak tahu pasti. Di dalam ruang ganti, hanya pelatih dan pemain lainnya yang bisa menilai. Oleh sebab itu, letakan kritik pada tempatnya. Supaya terjaga kesehatan mental dan emosi kita. Sekian.
BACA JUGA Surat Terbuka Untuk Unai Emery, Pelatih Arsenal yang Bingung dan Terlalu Sayang Kepada Xhaka atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.